Tampilkan postingan dengan label PPSP. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PPSP. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 Oktober 2024

Photovoice 3 Desa Tlogorejo: Storytelling

“Cerita menciptakan komunitas, memungkinkan kita melihat melalui mata orang lain, dan membuka diri kita terhadap klaim orang lain.” -- Peter Forbes, fotografer dan penulis

Photovoice tahap 3 di Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, dilaksanakan Jumat (11/10) di ruangan yang berada di pojok sisi barat bagian selatan, mepet dengan Pustu Tlogorejo, dan masuk dalam halaman Pendopo Balai Desa Tlogorejo.

Memasuki tahap 3, partisipan photovoice yang berjumlah 10 orang  itu sudah memilih 1 foto dari 3 foto yang dikirimkan ke Christina Arief T. Mummpuni, S.H., M.I.K., salah seorang anggota Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Theme 3: People empowerment and community, atau yang lebih akrab disebut Tim CEI (Community Engagement and Involvement).

Foto yang terpilih itu, diminta oleh Christina untuk diberikan narasi dan nantinya akan dipresentasikan dihadapan partisipan yang lainnya. Agar narasi itu menjadi cerita yang menarik, pada pertemuan photovoice tahap 3 atau photovoice 3 ini, partisipan mendapatkan workshop singkat mengenai storytelling yang dibimbing oleh fasilitator NIHR.

Fasilitator NIHR berikan pelatihan penulisan storytelling kepada partisipan photovoice di Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang

Dalam workshop itu, fasilitator NIHR mula-mula menjelaskan apa itu arti storytelling. Storytelling bersal dari bahasa Inggris dari gabungan kata “story” (cerita) dan “telling” (menceritakan). Jadi, storytelling adalah suatu kegiatan atau aktivitas untuk menyampaikan sebuah cerita. Storytelling, singkatnya adalah bercerita.

Lalu, fasilitator NIHR menguraikan bahwa sebuah cerita harus terdapat unsur 5W dan SW, yakni 1). What (menentukan plot), 2). Who (menentukan karakter), 3). When (menggambarkan kronologis), 4). Where (tempat kejadian), 5). Why (motifnya), dan 6). So What (setelah menuliskan semuanya lalu apa kesimpulan yang ingin dicapai).

Dalam bercerita, kata fasilitator NIHR, yang sampai bukan sekadar data dan informasi. Dalam bercerita ada ikatan antara pencerita dan pembaca (pendengar atau pemirsa). Ikatan emosi ini muncul karena kesamaan gelombang otak. Saat kita bercerita, pendengar akan mengantisipasi dengan referensi di otaknya.

Kemudian, fasilitator NIHR memberikan gambaran mengenai perbedaan antara berita dan storytelling. Berita itu sifatnya informasi, dan storytelling mengandung daya tarik, keterlibatan, dan tindakan.

Pemandu photovoce memastikan tulisan partisipan sudah terkirim semua

Lalu, mengapa orang tertarik pada cerita? Cerita dapat membuat kita melihat bagaimana orang lain berpikir dan merasakan. Dengan kata lain, mereka memungkinkan kita berempati dengan orang-orang di sekitar kita. Faktanya, penelitian memperlihatkan bahwa semakin menarik sebuah cerita, semakin besar pula empati orang dalam kehidupan nyata.

Cerita memungkinkan kita berbagi informasi dengan cara yang berkesan. Dengan menceritakan sebuah kisah dan bukan sekadar menceritakan fakta-fakta kering, kita mengingat detailnya dengan lebih jelas.

Lebih lanjut, fasilitator NIHR menjelaskan perihal penulisan storytelling: perkenalan, konflik, dan closing. Dalam perkenalan berisi cerita awal kejadian atau kenapa pengin menceritakan topik yang akan ditulis. 

Kemudian masuk ke konflik. Konflik di sini lebih pada pengungkapan masalah yang sebenarnya. Konflik ini adalah kesulitan yang harus kita hadapi dalam situasi tertentu yang ingin diceritakan. Sedangkan, terakhir adalah closing. Kalau dalam artikel storytelling tersebut ada konflik, maka tentunya kemudian diikuti dengan solusi. Mengapa harus ada solusi? Agar pembicara bisa mengambil manfaatnya, bisa mengambil hikmahnya. Karena, sudah pasti menomorsatukan pembaca kan ya?

Pemandu photovoice berembug kepada partisipan untuk tulisan yang bakal disajikan di layar untuk dikomentari oleh partisipan maupun pengampu pelatihan storytelling

Tujuan dari workshop ini adalah membekali storytelling pada partisipan photovoice itu agar supaya cerita-cerita verbal yang kerap didiskusikan sebelumnya bisa menjadi kisah yang menarik yang melahirkan “suara” mereka bisa didengarkan dan dimengerti.

Karena, menurut Michael L. Kent dalam The power of storytelling in public relations: Introducing the 20 master plots (2015, Public Relations Review 41(4): 480-489), cerita memiliki kekuatan untuk memberi informasi, membujuk, memunculkan respons emosional, membangun dukungan untuk koalisi dan inisiatif, serta membangun masyarakat madani.

Usai pemaparan materi singkat dari fasilitator NIHR, Christina mengajak partisipan photovoice 3 ini menampilkan tulisan ceritanya agar didiskusikan dengan partisipan yang lainnya serta fasilitataor NIHR selaku pengampu workshop penulisan cerita atau storytelling.

Pada kesempatan ini, fasilitator berusaha menangkap ide yang dituangkan, penulisannya, serta pembuatan judul tulisan sesuai alur yang terlah diajarkan. Kemudian dibahas bareng-bareng dengan partisipan maupun orang yang hadir dalam pertemuan photovoice 3 ini.

Mahasiswa S3 FIA UB juga turut urun rembug dalam pembahasan tulisan cerita partisipan photovoice

Selesai itu, Christina mempersilakan melakukan revisi tulisan yang telah diserahkan usai mendapatkan pembekalan dalam workshop singkat ini. Tujuannya agar penulisannya menjadi menarik atau memiliki daya tarik, dan sekaligus tentunya akan terdapat perubahan dari penulisan yang alami dengan setelah mendapatkan pembekalan penulisan.

Pertemuan photovoice 3 sesi storytelling ini juga dihadiri oleh Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Desa Tlogorejo ulis Nurhayati atau akrab disapa Lis Eko Wahyudi, bidan Sulianik, A.Md.Keb., serta mahasiswa S3 Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) Sekar Aqila Salsabila, S.AP., M.AP.

Pertemuan photovoice tahap 3 Desa Tlogorejo yang dimulai pada pukul 08.16 WIB ini, selesai pada pukul 11.04 WIB. Pertemuan berikutnya dijadwalkan pada Selasa (22/10) untuk memilih 1 dari 10 tulisan yang telah direvisi dulu, dan terus melakukan refleksi. *** [131024]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Selasa, 01 Oktober 2024

Indonesia in-Country Meeting: Overview of the NIHR Project and Theme 1 and 2 Key Findings

NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Envionmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) menyelenggarakan pertemuan Tim Peneliti NIHR dalam Indonesia in-Country Meeting (ICM) yang diadakan di Kota Malang dari 30 September hingga 5 Oktober 2024.

Hari pertama, Senin (30/09), ICM diadakan di Auditorium Lantai 6 Gedung A Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) yang beralamatkan di Jalan Veteran, Kelurahan Ketawanggede, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.

Sesuai surat undangan bernomor 0005/UND/NIHR/09/2024, agenda ICM hari pertama (day 1 – Monday Sep 30) adalah opening ICM, overview of the NIHR project, theme 1: key findings, theme 2: key findings, overview of the intervention development process (co-creation + evaluation) and discussions.

Peserta Indonesia in-Country Meeting berpose

Acara ICM dimulai pada pukul 10.19 WIB. Master of Ceremony (MC) Sekar Aqila Salsabila, S.AP, M.AP mengawali ucapan selamat datang kepada peserta ICM, dan terus membacakan susunan acara (rundown) yang akan dilakukan hari ini.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sambutan-sambutan pembukaan dalam ICM. Sambutan pertama dilakukan oleh Wakil Dekan 2 Dr. Husnul Khotimah, S.Si., M.Kes mewakili Dekan FKUB yang berhalangan hadir.

Dalam sambutannya, Dr. Husnul menjelaskan “Advancing Research for Health and Sustainability in Malang and Gresik Regencies”, yang di dalamnya menegaskan pentingnya The Power of Collaboration yang meliputi sharing knowledge, resource mobilization, dan community engagement.

Di akhir sambutannya, Dr. Husnul mengatakan bahwa poin utamanya adalah dengan menggunakan pendekatan berbasis penelitian, kita dapat mengatasi tantangan yang paling mendesak dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua penduduk untuk berkembang.

Wakil Dekan 2 FKUB berikan sambutan dihadapan peserta Indonesia in-Country Meeting

Usai Dr. Husnul, Principal Investigator dan NIHR Centre Head Prof. Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes., Sp.KKLP memberikan sambutan berikutnya, dengan mengangkat topik “Strengthening Primary Health Care, Addressing Air Pollution, Waste Management, and Plastic Combustion in Malang and Gresik Regencies for a Sustainable Future.”

Pada kesempatan itu, Prof. Andarini menjelaskan sejumlah item: health is fundamentally interconnected with our environment; the challenges we face; the impact of air pollution; plastic combustion: a solent threat; and comprehensive strategies.

Diakui oleh Prof. Andarini, semua itu memerlukan komitmen dan bekerja secara kolaboratif serta menerapkan pendekatan holistik.

Kemudian sambutan berikutnya datang dari Prof. Christopher Millet, Profesor Kesehatan Masyarakat  Imperial College London (ICL). Ia mengucapkan selamat datang kepada peserta dan merasa senang sekali bisa datang ke FKUB untuk menghadiri ICM yang diselenggarakan oleh NIHR-GHRC NCDs & EC FKUB.

Presentasi key findings Theme 1

Selesai Prof. Chris Millet, acara disambung dengan sambutan dari NIHR Research Manager Sujarwoto, S.IP., M.Si., MPA, Ph.D. Dalam sambutannya, Sujarwoto memperkenalkan satu per satu personil yang ada dalam Tim Peneliti NIHR, dan setelahnya ia memaparkan NIHR-GHRC Indonesia. Semua progres aktivitas dalam 5 theme yang ada dalam Tim Peneliti NIHR itu dipaparkan oleh Sujarwoto, ditambah pula dengan informasi submitted proposal and new research grant.

Usai sambutan-sambutan dalam opening ICM, acara memasuki pemaparan materi Theme 1 dan 2. Pemaparan materi pertama dari Theme 1: Primary healthcare strengthening. Theme 1 merupakan salah satu dari 5 theme yang ada di Tim Penelitian NIHR. Theme 1 dikomandoi dr. Asri Maharani, MMRS, Ph.D .

Dalam mempresentasikan key findings dari Theme 1 itu, Asri, Ph.D mengajak dua anggota timnya dr. Harun Al Rasyid,MPH dan dr. Devita Rahmani Ratri, MPH. Penyajiannya diawali oleh Asri, Ph.D kemudian terus dr. Harun dan dr. Devita secara bergantian.

Materi Theme 1 meliputi: study design: formative phase yang terdiri dari systematic review, policy analysis, healthcare system assessment, SMARThealth app adaptation, dan pilot study.

Peserta Indonesia in-Country Meeting menyimak paparan Theme 1

Materi-materi tersebut, jelas Asri, systematic review untuk memahami struktur, fungsi, dan kapasitas sistem layanan kesehatan primer yang ada di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah (LMIC) dalam mengatasi PTM yang terkait dengan polusi udara.

Policy analysis untuk menguji ketahanan kebijakan nasional dan tingkat negara bagian di Indonesia dalam melindungi kesehatan penduduk dari polusi udara.

Healthcare system assessment untuk menilai berbagai aspek yang memengaruhi pemberian perawatan PTM di lingkungan perawatan primer, seperti alokasi sumber daya, infrastruktur, tenaga kerja, pembiayaan, asuransi, kebijakan, rantai pasokan obat-obatan, pengadaan peralatan, dan jalur klinis serta integrasi pertimbangan perubahan iklim dalam sistem.

SMARThealth app adaptation untuk mengadaptasi dan merancang aplikasi SMARTHealth untuk penyakit kardiovaskular dan PPOK di wilayah yang terkena dampak polusi udara.

Presentasi key findings Theme 2

Pilot study untuk menilai kelayakan, kegunaan, dan efektivitas awal intervensi sebelum uji coba berskala lebih besar. Ini akan membantu mengidentifikasi potensi masalah dan menyempurnakan desain, memastikan bahwa intervensi penuh dioptimalkan baik dari segi implementasi maupun hasil.

Dari paparan materi Theme 1 ini, disimpulkan mengenai temuan (sementara) tentang PTM di Kabupaten Malang dan Gresik menyoroti kebutuhan mendesak akan strategi komprehensif untuk mengatasi meningkatnya angka PTM; upaya harus difokuskan pada peningkatan kesadaran masyarakat, peningkatan akses layanan kesehatan, dan integrasi program modifikasi gaya hidup; dan inisiatif kolaboratif yang melibatkan pemerintah, penyedia layanan kesehatan, dan organisasi masyarakat akan sangat penting dalam mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh penyakit tidak menular di wilayah tersebut.

Dalam sesi diskusi Theme 1, ada beberapa pertanyaan dari Tim Peneliti NIHR luar negeri, seperti Dr. Devarsetty Praveen (Global Strategic Priority Lead – Better Care & Director Primary Health Care, The George Institute for Global Health India); Dr. Nushrat Khan (Research Fellow, ICL); Prof. Chris Millet (Professor of Public Health, ICL); and Maroof Khan (The George Institute for Global Health India).

Presntasi Nushrat Khan 

Pukul 12.40 WIB, istirahat untuk makan siang dan melakukan salat bagi yang muslim. Mereka menikmati makan siang di lobby depan auditorium FKUB. Aneka menu dihidangkan seperti lodeh tewel, terik tahu tempe, ayam balado, urap, dan trancam. Menu makanan tersebut diimbangi dengan menu buah-buahan yang beragam, seperti semangka, nanas, jeruk, anggur, apel, dan lain-lain.

Pukul 13.40 WIB peserta ICM memasuki auditorium lagi untuk melanjutkan acara berikutnya, yakni pemaparan dari Theme 2: Air Pollution and Plastic Combustion. Theme 2 yang digawangi oleh Koordinatornya yang sekaligus juga NIHR Research Manager, Sujarwoto.

Pada kesempatan itu, Theme 2 menampilkan Key findings from evidence identification and situational analysis.

Ada 2 pertanyaan utama dalam Theme 2 (Identifying and implementing solutions to reduce the impact of plastic burning on NCDs in Indonesia), yaitu 1). Apa saja sumber utama pembakaran plastik dan polutan terkait PTM yang dipancarkan oleh industri dan pengangkutan plastik tingkat masyarakat di enam desa studi di Malang, Jawa Timur?, dan 2). Komponen solusi/intervensi umum apa yang dapat diproduksi bersama masyarakat untuk secara efektif mengurangi polutan pembakaran plastik terkait PTM di wilayah studi?

Peserta Indonesia in-Country Meeting menyimak presentasi Nushrat Khan

Konteks dan implementasi kerangka kerja intervensi yang kompleks itu mencakup geografis (lingkungan fisik yang lebih luas); epidemiologis (distribusi beban penyakit); sosio-budaya (konstruk seperti pengetahuan, kepercayaan); etika (refleksi moralitas, yang mencakup norma, aturan, standar perilaku, dan prinsip yang memandu keputusan dan perilaku individu dan lembaga); hukum (aturan dan regulasi yang telah ditetapkan untuk melindungi hak dan kepentingan masyarakat suatu populasi); dan politik (distribusi kekuasaan, aset, dan kepentingan; organisasi dan kepentingan mereka; sistem perawatan kesehatan dan aksesibilitas).

Pada key findings Theme 2 ini juga terjadi diskusi seperti pada theme 1. Sejumlah peneliti dari beberapa negara mengajukan pertanyaan terkait temuan yang dipaparkan oleh anggota Tim Penelitian NIHR Theme 2.

Selesai pemaparan key findings Theme 2, acara dilanjutkan dengan pemaparan materi dari Dr. Nushrat Khan dengan judul “Overview of Multisectoral Intervention Co-Creation". Menurut Nushrat, co-creation merupakan kombinasi dari co-design dan co-production. Pada kesempatan itu, Nushrat mengajak diskusi perihal: apa saja yang termasuk dalam cakupan proyek dan jadwal kita saat ini?; Apakah kita menggunakan metodologi yang berbeda saat mengembangkan berbagai komponen intervensi multisektoral?; apa cara terbaik untuk bekerja sama dengan mitra tingkat industri dalam mengembangkan kesadaran dan memengaruhi regulasi?; dan membahas cara memastikan strategi implementasi dan ukuran hasil yang efektif.

ICM hari pertama ini selesai pada pukul 16.24 WIB, dan diakhiri dengan melakukan foto bersama di antara perserta ICM. *** [010124]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 26 September 2024

Gelar Urun Rembug Malang Bestari Diseminarkan di Swiss-Belinn Malang

"Gelar urun rembug" adalah istilah dalam budaya Indonesia yang merujuk pada kegiatan musyawarah atau diskusi yang melibatkan berbagai pihak untuk mencapai kesepakatan atau solusi bersama. Biasanya, kegiatan ini dilakukan dalam konteks komunitas atau organisasi, di mana semua anggota diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan ide mereka.

Selasa (24/09) kemarin, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUB) menyeminarkan Gelar Urun Rembug di Arjuna 2 Meeting Room Swiss-Belinn Malang, sebuah hotel bintang 3 yang berada di belakang Transmart Malang atau timur Universitas Brawijaya (UB).

Gelar Urun Rembug Malang Bestari atau dalam bahasa penelitian NIHR sebagai Seminar Policy Makers “Kebijakan Dan Langkah Strategis Dalam Mengatasi Persoalan Sampah Plastik Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Di Kabupaten Malang ini dihadiri 30 orang dari berbagai instansi atau organisasi, seperti FKUB; Dnkes Kabupaten Malang; DLH Kabupaten Malang; BAPPEDA Kabupaten Malang; Aktivis Lingkungan; Yayasan Percik Salatiga (YPS); KADIN Kabupaten Malang; Ngalam Waste Bank (NWB); Portsmouth Brawijaya Centre for Global Health, Population and Policy; Fikes UB;  LLHPB PDA Aisyiyah Kabupaten Malang; Muslimat; LPBNU; KHM Malang; Fatayat NU; Kecamatan (Bululawang dan Pagak); dan 6 Pemerintah Desa (Bakalan, Krebet Senggrong, Krebet, Pagak, Sumberejo, dan Tlogorejo).

NIHR Centre Head berpose dengan narasumber dan peserta seminar

Acara seminar dimulai pada pukul 09.13 WIB dengan diawali pembuka kata dari Master of Ceremony (MC) Sekar Aqila Salsabila, S.AP, M.AP, dan diteruskan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dipandu dirijen Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked.Trop serta disambung dengan doa.

Selesai itu, acara dilanjutkan dengan sambutan dari NIHR Centre Head Prof. Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes., Sp.KKLP. Pada kesempatan itu, Prof. Andarini melakukan overview pengelolaan sampah plastik dan hubungannya dengan kesehatan.

“Ada 5 tema penelitian dalam NIHR,” kata Profesor Andarini, “Yakni penguatan layanan kesehatan primer; polusi udara dan pembakaran sampah plastik; pemberdayaan masyarakat dan komunitas; penguatan kapasitas penelitian; dan pengembangan digital kesehatan.”

Sambutan NIHR Centre Head

Dalam mengatasi kesenjangan pengetahuan yang krusial melalui tiga tema penelitian terpadu, NIHR melakukan tiga strategi yang meliputi: strategi 01, strategi 02, dan strategi 03. Strategi 01, memperkuat pelayanan kesehatan primer di masyarakat yang penting untuk pencegahan dan pengelolaan PTM di masyarakat yang terkena dampak perubahan lingkungan yang cepat. Strategi 02, mengembangkan dan mengevaluasi intervensi multisektoral yang memiliki manfaat ganda dalam mengurangi beban PTM dan paparan lingkungan yang berbahaya di tingkat populasi, dan strategi 03 memperkuat keterlibatan masyarakat dalam pembuatan dan penggunaan bukti dan advokasi untuk perubahan kebijakan kesehatan dan lingkungan.

Pukul 09.35 WIB acara diisi dengan pemaparan dari 3 narasumber yang berkompeten di bidangnya, yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Malang, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang, dan Penggiat/Aktivis Lingkungan. Moderatornya adalah Wakil Direktur (Wadir) 2 YPS Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si.

Pemaparan materi yang pertama disampaikan oleh Plt. Kepala DLH Kabupaten Malang Khiki Ardiano, S.Sos., M.S.i, dengan judul “Strategi Pengelolaan Sampah di Kabupaten Malang.” Dalam paparannya, Khiki menerangkan bahwa di Kabupaten Malang ini terdapat 250 bank sampah yang menghasilkan sekitar 3,6 milyar. Sampah yang dikelola ada sekitar 1.700 ton. Namun demikian, diakui oleh Khiki, bahwa anggaran di DLH semakin tahun semakin turun.

Tiga narasumber dan moderator

Pemaparan materi yang kedua dipresentasikan oleh Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Gunawan Djoko Untoro, SKM, M.Si., dengan judul “Arah Kebijakan Kesehatan Lingkungan Masyarakat Kabupaten Malang: Praktik dan Tantangannya.”

Pada kesempatan itu, Gunawan menjelaskan bahwa sasaran dari Dinkes terkait Kesmas adalah perubahan perilaku dan masyarakat dengan kemandirian sehingga terlibat aktif. Diakui oleh Gunawan, bahwa untuk mewujudkan itu semua terdapat kendala yang bisa dikerjasamakan, seperti klinis, deteksi dini, dan penguatan masyarakat secara kesehatan (perventif).

Pemaparan materi yang ketiga disampaikan oleh penggiat/aktivis dan praktisi lingkungan DR. Ir. Koderi, M.Ling., IPU., dengan judul “Best Practice Pengelolaan Sampah dan Keterlibatan Masyarakat dalam Upaya Mendukung terhadap Kesehatan Lingkungan.”

Suasana Seminar Policy Makers di Arjuna 2 Meeting Room Swiss-Belinn Malang

Dalam paparannya, Koderi mengatakan bahwa kota/kabupaten belum optimal dalam sistem pengelolaan sampah, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan (tanah, air, dan udara) bekontribusi terhadap beberapa aspek, yakni aspek lingkungan, aspek sosial, dan aspek kesehatan lingkungan dan masyarakat.

Usai pemaparan materi, moderator membuka 2 sesi pertanyaan untuk didiskusikan. Sesi pertama diperuntukan 3 orang dan sesi kedua juga untuk 3 orang. Pada sesi pertama tersebut, tiga penanya datang dari Satirya Nugraha, S.P. (KADIN), Rurid R. (LPBI NU), dan Slamet Efendi, S.E. (Kepala Desa Krebet Sengrong). Lalu, pada sesi kedua, pertanyaan datang dari 3 orang, yaitu Musrofin (NWB), Susanto (Disperindag), dan Sulis Nurhayati (Ketua TP-PKK Desa Tlogorejo).

Setelah pertanyaan dihimpun oleh moderator, kemudian ketiga narasumber pun berusaha menanggapinya dengan baik. Dalam seminar tersebut terjadi dialog yang hidup dari berbagai kalangan yang hadir.

Acara seminar policy makers ini selesai pada pukul 12.02 WIB. Namun sebelum peserta maupun narasumber meninggalkan tempat untuk makan siang terlebih dahulu di restoran Swiss-Belinn Malang, MC Sekar memintanya untuk foto bersama terlebih dahulu. *** [260924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Minggu, 22 September 2024

Ahad Pagi, Kader Kesehatan Desa Tlogorejo Ikuti Photovoice Yang Pertama

 “Fotografi yang hebat adalah tentang kedalaman perasaan, bukan kedalaman bidang.” – Peter Adams

Jumat kemarin, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Theme 3: People Empowerment and Community atau yang kondang dengan Tim CEI (Community Engagement and Involvement) telah mengadakan photovoice yang pertama di Desa Pagak.

Dan, Ahad (22/09) pagi ini, jadwalnya Tim CEI melaksanakan photovoice di Desa Tlogorejo untuk yang pertama kalinya. Tempatnya dipusatkan di Pendopo Balai Desa Tlogorejo yang beralamatkan di Dusun Dadapan RT 16 RW 06 Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Senyum para peserta photovoice di Pendopo Balai Desa Tlogorejo

Pukul 09.03 WIB, 9 kader kesehatan telah berkumpul di Pendopo Balai Desa Tlogorejo. Mereka disambut oleh Tim CEI yang terdiri dari 2 orang personil Yayasan Percik Salatiga (YPS) – Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si dan Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. serta fasilitator NIHR Universitas Brawijaya (UB).

Selang 7 menit, kader kesehatan peserta photovoice terakhir tiba di Pendopo Balai Desa Tlogorejo, dan acara pun segera dimulai. Mula-mula, pembawa acara kader kesehatan Sutarmi atau yang beken dipanggil Bu Yut itu mengawali dengan ucapan selamat datang kepada seluruh peserta photovoice, dan kemudian memandu dengan doa demi kelancaran kegiatan ini.

Setelah itu, dilanjutkan dengan sambutan dari bidan Desa Tlogorejo Sulianik, A.Md.Keb. Dalam sambutannya, bidan Anik mengucapkan terima kasih atas kedatangannya di Pendopo Balai Desa Tlogorejo untuk mengikuti photovoice, dan sekaligus memberi tahu kepada peserta bahwa kegiatan ini nanti akan dipandu oleh Damar Waskitojati dan Christina.

Namun sebelum itu, Wakil Direktur (Wadir) YPS Damar Waskitojati memberikan pengantar terlebih dahulu kepada peserta. Pada kesempatan itu, Damar menjelaskan bahwa yang ingin dilakukan pagi ini sedikit berbeda dengan Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terfokus pada umumnya.

Fasilitator photovoice dari Tim CEI

“Metode photovoice bercerita melalui gambar dalam hubungannya dengan pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat,” tegas Damar dihadapan kader kesehatan yang duduk mengelilingi meja panjang tersebut.

Untuk mengawali photovoice ini, Damar ingin mengajak ngobrol santai dulu mengenai pengelolaan sampah yang biasanya dilakukan di Desa Tlogorejo atau di rumah tangganya sendiri seperti apa? Namun demikian sebelum ngobrol santai itu, peserta dipersilakan untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu agar supaya dikenal oleh peserta yang lainnya.

Perkenalan dimulai dari peserta yang duduk di dekat bidan Anik depan Wadir YPS, yakni Iit Nurhaifah. Kemudian perkenalannya diurutkan di sebelahnya yang duduk di sebelah utaranya. Mulai dari Nia Ernawati, Suriyani, Sutarmi, Suli’ami, Arlik, Yunita, Mufida, Sukarni, dan Sri Widiyowati.

Usai perkenalan, Damar pun kemudian memantik dengan pertanyaan tentang pengelolaan sampah yang dilakukan oleh peserta. Kalau pada perkenalan dimulai dari Iit, dan untuk bercerita terkait pengelolaan sampah diawal dari Sri Widiyowati dan terus urut melingkar hingga sampai ke Iit.

Suasana photovoice diambil dari sisi barat

Dari pertanyaan pemantik tersebut diketahui bahwa di Desa Tlogorejo umumnya warga sudah melakukan pemilahan sampah rumah tangganya. Botol dan kardus yang memiliki nilai jual akan disendirikan untuk dijual ke pengepul. Namun demikian, ada juga yang dikasihkan kepada tetangganya begitu saja.

Sedangkan, sampah sayur akan dicacah bagi warga yang memiliki ternak seperti ayam, bebek maupun kambing. Sementara, sisa sampah lainnya akan dibakar, seperti sachet-sachet kecap, royco atau masako, dan sampah plastik lainnya yang tidak laku dijual.

Mereka akan membakar sisa sampah tersebut di juglangan (lubang sampah) yang ada di pekarangan belakang rumah. Sedangkan, yang tidak mempunyai pekarangan rumah, akan dibawa ke ladang untuk dibakar di sana.

Mereka umumnya melakukan cara tradisional dengan membakar sampah karena di Desa Tlogorejo tidak ada penampungan sampah sementara maupun jasa pemungutan sampah dari rumah ke rumah. Sehingga, warga biasanya memilih dibakar agar supaya tempatnya lekas bersih dari tumpukan sampah.

Suasana photovoice diambil dari sisi timur

Diakui oleh peserta, bahwa kebiasan ini belum ada keluhan yang dirasakan. Karena menurutnya, setiap hari bakarnya sedikit-sedikit. Tetapi kalau pembakaran daduk (daun tebu hasil panen yang kering) memang bikin rumah yang ada di sekitar lahan tebu kerap kotor karena langesnya dan bikin sesak napas.

Selesai FGD pengantar dari Damar, acara berikutnya dilanjutkan dengan penjelasan photovoice dari Christina kepada peserta yang akan dijalankan pada pertemuan berikutnya. Sebelum panjang lebar, Christina memantik dengan pertanyaan, “Yang ngurusi sampah-sampah itu, Bapak-bapak atau Ibu-ibu?”

Mereka serentak mengatakan bahwa biasanya ibu-ibu yang mengurusi sampah, namun yang menghadiri sosialisasi itu kebanyakan bapak-bapak. “Berarti ibu-ibu umumnya tidak punya kesempatan untuk bersuara,” kata Christina. “Metode yang diikuti ibu-ibu ini mudah untuk menyuarakannnya melalui photovoice.

Kemudian, Christina masuk kepada rule of game dari photovoice terlebih bila pengambilan gambarnya ada orang lain. Foto-foto yang akan diambil nantinya berkenaan dengan pengelolaan sampah dan pengaruh ke kesehatan.

Fasilitator NIHR menyimak dan mencatat

Dengan tujuan untuk mendorong perubahan sosial, photovoice dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat, meningkatkan kesadaran akan sumber daya masyarakat, dan menumbuhkan kemandirian. Caroline Wang dan Mary Ann Burris (1997) mengembangkan photovoice, dengan tujuan akhir 1). untuk memungkinkan orang merekam dan mencerminkan kekuatan dan perhatian komunitas mereka, 2). untuk mempromosikan dialog kritis dan pengetahuan tentang isu-isu penting melalui diskusi kelompok kecil tentang foto-foto, dan 3). untuk menjangkau para pembuat kebijakan. Ini adalah elemen-elemen utama pemberdayaan, sebuah konsep yang terkait erat dengan metodologi photovoice dari dasar konseptual aslinya hingga implementasinya (Kirsten Budig et. al., 2018).

Dari tujuan yang dikemukan pencetusnya itu, dapat dimengerti bahwa yang utama bukan fotonya belaka akan tetapi apa yang terkandung pemaknaan dibalik pemotretan tersebut. Kutipan Peter Adams memperjelas hakikatnya, “Great photography is about depth of feeling, not depth of field” (Fotografi yang hebat adalah tentang kedalaman perasaan, bukan kedalaman bidang).

Kutipan (quote) dari Peter Adams, seorang fotografer dan penulis A Few Of The Legends, sekaligus menepis ketidakpedean akan kamera handphone yang akan digunakan dalam tugas photovoice untuk pertemuan berikutnya kelak. *** [220924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Sabtu, 21 September 2024

Mengawali Photovoice di Desa Pagak: ‘Sebuah gambar bernilai seribu kata’

Caroline Wang dan Mary Ann Burris mengembangkan metodologi photovoice sebagai sarana dan pemantik penelitian partisipatif dalam rangka memberdayakan kelompok marginal. Melalui photovoice, partisipan mengidentifikasi, mendokumentasikan, serta menampilkan kekuatan dan kekhawatiran komunitas dari perspektif anggota komunitas sendiri melalui penggunaan teknologi fotografi.

Sebagai praktik yang berbasis pada produksi pengetahuan, photovoice memiliki tiga tujuan utama: (1) untuk memungkinkan orang merekam dan mencerminkan kekuatan dan perhatian komunitas mereka, (2) untuk mempromosikan dialog kritis dan pengetahuan tentang isu-isu penting melalui diskusi foto dalam kelompok besar dan kecil, dan (3) untuk menjangkau para pembuat kebijakan (Wang & Burris, 1997).

Jumat (20/09) kemarin, 10 orang kader kesehatan (4 kader Balita, 2 kader Lansia dan 4 kader PTM) mengikuti kegiatan photovoice di Ponkesdes Pagak yang beralamatkan di Dusun Tempur RT 06 RW 12 Desa Pagak, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Peserta dan fasilitator photovoice berpose bersama perawat Ponkesdes Pagak

Acara dimulai pada pukul 10.39 WIB. Pembawa acara Purwiantiwi mengucapkan selamat datang di Ponkesdes Pagak untuk mengikuti photovoice. Kemudian ia memandu doa demi kelancaran kegiatan yang diikuti oleh sejumlah kader kesehatan Desa Pagak.

Setelah itu, acara diisi dengan sambutan dari perawat Ponkesdes Pagak Sri Hidayati, S.Kep.Ners. Dalam sambutannya, perawat Sri mengucapkan terima kasih kepada personil dari Yayasan Percik Salatiga (YPS) yang tergabung dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) dan fasilitator NIHR Universitas Brwijaya (UB) kedatangannya di Ponkesdes Pagak serta kader-kader yang menjadi peserta dalam pertemuan ini.

Lebih lanjut, perawat Sri menginformasikan kepada peserta bahwa kegiatan photovoice ini akan berlangsung dalam beberapa tahap, mulai dari tahap 1 hingga 4 atau 6 tahap. Ia berharap semua kader ini agar bisa mengikuti sampai tuntas setiap tahapan agar mendapatkan mendapatkan bekal ketrampilan baru, dan hari ini baru tahap 1.

Usai sambutan dari perawat Ponkesdes Pagak, acara diteruskan dengan perkenalan dari para peserta terlebih dahulu. Dimulai dari Nuryl Nindya, Cicik Krisdianti, Dyah Anggun Sasmita, Dwi Mayasari, Della Apryanagustin, Istiawati, Sri Wahyuni, Priyatin, Purwiantiwi hingga Viska Pratiska.

Bangunan Ponkesdes Pagak yang dikelilingi lahan tebu

Rampung acara perkenalan peserta, Wakil Direktur YPS Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si mengawali dengan Focus Group Discussion (FGD) sebentar terkait pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat.

“Kami ingin mendengar cerita pengelolaan sampah di Desa Pagak. Kebiasaan di rumah tangga yang ada di Desa Pagak dalam pengelolaan sampah,” kata pembuka Damar dalam memandu FGD sebagai pengantar untuk masuk ke dalam photovoice.

Dari hasil FGD pengantar itu, diketahui bahwa umumnya sampah rumah tangga dibuang ke lubang sampah di belakang rumah. Ada juga yang dibuatkan jedingan, sebuah bangunan semen seperti kolah (bak air).

Di Desa Pagak, diakui oleh peserta, memang belum ada jasa pengangkutan sampah kecuali hanya di daerah sekitar Pasar Pagak saja. Karena inilah, tak ada jalan lain kecuali lebih menyukai dengan cara dibakar. Mereka umumnya membakar di sore atau malam hari agar jemuran tidak sangit. Bau sangit itu melekat.

“Daripada menumpuk mendingan dibakar, cepat menjadi bersih tempatnya,” kata salah seorang peserta.

Suasana photovoice di Ponkesdes Pagak

Namun demikian, kendati terbiasa dengan pembakaran sampah, mereka juga mengakui melakukan pemilahan sampah terlebih dahulu. Sampah plastik yang masih memiliki nilai jual, seperti botol airminum, botol minyak goreng, dan lain-lain, akan disendirikan untuk dijual ke pengepul yang secara rutin berkeliling. Kebetulan ada dua pengepul dari desanya yang cukup dikenal warga, yang senantiasa berkeliling untuk membelinya.

Peserta yang umumnya kader kesehatan ini juga mengakui bahwa asap dari pembakaran tersebut sering membikin sesak napas dan panas hidung (pengar). Oleh karena itu, mereka umumnya menyiasati dengan cara menghindari asap.

Selain itu, kalau ada kelahiran masih dijumpai tradisi diyang selama selapan atau 35 hari dengan cara membakar kayu atau sepet di depan rumah yang sedang memiliki bayi. “Diyang itu kalau menengok bayi, biar gak membawa balak,” jelas seorang peserta.

“Dari medis, tangan yang diasapkan dulu agar waktu memegang bayinya nanti steril,” imbuh perawat Sri yang senantiasa menyimak dalam pertemuan ini.

Fasilitator photovoice dan sebagian peserta bersandar tembok di sisi selatan

Selain diyang, pembakaran daduk (daun tebu yang kering) juga mengeluarkan asap yang kerap mengganggu. Gangguannya berupa langes yang masuk ke rumah yang berdekatan dengan lokasi pembakaran daduk.

Pukul 11.23 WIB, Christina Arief T. Mumpuni dari YPS melanjutkan dengan penjelasan photovoice kepada peserta. Peserta mendapatkan penjelasan dan gambaran dari photovoice. Kemudian diinformasikan pula rule of game pengambilan gambar nantinya. Jika menyangkut gambar yang diambil juga perlu izin kepada orangnya.

Sepuluh peserta diharapkan untuk pertemuan berikutnya sudah mengumpulkan foto melalui handphone, menggunakannya untuk menceritakan kisah yang difoto dengan kata-kata mereka sendiri, dan membagikannya dengan fasilitator photovoice untuk digunakan sebagai informasi guna menginformasikan dan mengadaptasi program mereka.

Foto-foto mengartikulasikan apa yang penting bagi fotografer. Keindahan dan kekuatan photovoice adalah bahwa teknik ini memberi izin kepada peserta untuk mengekspresikan suara hati mereka. Dengan mentransfer kekuatan kepada individu, memungkinkan mereka untuk memutuskan apa yang penting, dan cerita apa yang akan diceritakan, fasilitator photovoice akan memperoleh perspektif refleksi langsung tentang bagaimana pengelolaan sampah di desanya memengaruhi kehidupan mereka.

Peserta photovoice yang bersandar di tembok sisi utara

Sehingga, mengawali photovoice di Desa Pagak sebagai sebuah langkah yang dalam bahasanya Bárbara Badanta et. al. (2021), ‘A picture is worth a thousand words’ (Sebuah gambar bernilai seribu kata).

‘Sebuah gambar bernilai seribu kata’ adalah sebuah pepatah dalam berbagai bahasa yang berarti bahwa ide-ide yang kompleks dan terkadang beragam dapat disampaikan oleh satu gambar diam, yang menyampaikan makna atau esensinya secara lebih efektif daripada sekadar deskripsi verbal.

Pepatah ini diperkirakan muncul dalam iklan surat kabar pada tahun 1913 namun sudah mengalami modifikasi kata, dan pepatah itu sendiri sering dihubungkan dengan ungkapan Konfusius, ‘Bǎi wén bùrú yī jiàn’ (Mendengar sesuatu seratus kali tidak lebih baik daripada melihatnya sekali). *** [210924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Sabtu, 14 September 2024

FGD Fase 1, Wawancara Karakteristik Masyarakat, dan Direct Observation di Desa Krebet dalam Penelitian NIHR

Kendati Desa Krebet merupakan enumeration area yang dikunjungi paling akhir dari 6 desa yang menjadi pilot project dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC), namun antusias dan partisipasi aktif warga maupun perangkat desa tak kalah dari 5 desa sebelumnya.

Hal ini terlihat pada pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD), wawancara karakteristik masyarakat, dan observasi lapangan yang diadakan pada hari Sabtu (14/09) di Rumah Aspirasi milik Kepala Desa Krebet yang berada di Jalan Raya Krebet Timur No. 20 Dusun Krajan, Desa Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

Tim Penelitian NIHR yang terdiri dari 9 orang multidisiplin yang digawangi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) hari ini berkegiatan dalam FGD Fase 1 yang dipusatkan di rumah Kepala Desa Krebet.

Sambutan Kades Krebet dalam FGD Fase 1 NIHR atau Dampak Polusi Udara bagi Kesehatan Masyarakat

Acara dimulai pada pukul 09.32 WIB dengan didahului seremonial perkenalan Tim Penelitian NIHR kepada perangkat desa dan para partisipan yang hadir dalam kegiatan ini. Diawali dengan pembukaan oleh pembawa acara Supyandi, S.AP., dan dipandu doa.

Kemudian acara dilanjutkan dengan sambutan dari Kepala Desa (Kades) Krebet Drs. H. Nurkholis, M.Si. Dalam sambutannya, Kades Nurkholis mengatakan bahwa kehadiran FKUB di Desa Krebet sudah tepat. Karena di Kecamatan Bululawang ini banyak terdapat perusahaan, dan kebetulan Desa Krebet memiliki perusahaan terbanyak ketimbang desa lainnya yang masuk dalam wilayah administratif Kecamatan Bululawang.

“Ada 9 perusahaan di Desa Krebet yang mungkin berdampak sesuai dengan penelitian NIHR yang diadakan oleh FKUB. Nanti ada tindak lanjutnya dalam kesehatan. Hal ini diharapkan membawa Desa Krebet menjadi desa yang sehat,” jelas Kades Nurkholis.

FGD Anggota Komunitas

Usai sambutan Kades, acara diteruskan dengan sambutan dari Project Manager NIHR Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked. Trop. Pada kesempatan itu, Serius mengucapkan terima kasih atas sambutan hangat dari Kades Krebet, Ketua TP-PKK Hj. Luluk Khoirun Nisa’, perangkat desa, dan seluruh partisipan yang akan berpartisipasi dalam kegiatan ini.

Selesai sambutan dari Poject Manager NIHR, acara langsung disambung dengan pengaturan meja kursi untuk mengadakan FGD Fase 1 ini. Fasilitator NIHR yang mendampingi Kades, Project Manager NIHR, dan perawat Desa Krebet Eka Ilham Adi Waluyo, A.Md.Kep. duduk di depan, membantu partisipan yang bakal ikut FGD Fase 1 sesuai dengan list dari Sekretaris Desa Krebet Puguh Eka Saputra untuk tahu tempat duduknya dan moderator yang akan memandunya. Perlu diketahui, bahwa setiap moderator akan diikuti oleh 6 orang partisipan.

Pembagiannya, FGD Anggota Komunitas dimoderatori oleh Meutia Fildzah Sharfina, SKM, MPH. FGD Kader Kesehatan dipandu oleh Serius Miliyani. FGD Wakil Masyarakat Terdampak Polusi Udara (laki-laki) dimoderatori oleh fasilitator NIHR dengan notulis Hilda Irawati, S.Stat. FGD Wakil Masyarakat Terdampak Polusi (perempuan) dipandu oleh Dea Aginta Br Tarigan, S.AP. Sedangkan, FGD Tokoh Masyarakat Terdampak Polusi Udara Arief Budi Santoso, S.E. dengan notulis Elmi Kamilah, S.Sos.

FGD Kader Kesehatan

Lalu, untuk wawancara karakteristik masyarakat dilakukan oleh Supyandi, dan setelah selesai ia melanjutkan observasi langsung (direct observation) bersama Eko Teguh Purwito, S.Si., M.Si dan dipandu oleh Sekdes Puguh dan perangkat desa Amin.

Dalam pelaksanaan FGD diketahui bahwa di Desa Krebet umumnya telah ada inisiatif pengelolaan sampah, seperti yang diangkut oleh petugas dengan cara berlangganan. Iurannya bervariasi antara Rp 15ribu hingga 20ribu. Namun tidak dipungkiri juga masih ada warga yang membakar sampah, termasuk sampah plastik.

Biasanya mereka membakar sedikit-sedikit agar asapnya tidak kemana-mana. Warga yang memiliki lahan luas membakarnya di belakang rumah. Sampah plastik yang dibakar umumnya sampah plastik yang tidak punya nilai jual seperti kresek maupun sachet bumbu masakan maupun sampo. Sedangkan, yang botol air minum umumnya dijual ke pengepul.

FGD Wakil Masyarakat Terdampak Polusi Udara (laki-laki)

Ada peserta yang bercerita, dulu di Desa Krebet pernah ada bank sampah. Pada waktu itu, warga selalu menyalurkan sampah plastiknya ke bank sampah terus beberapa bulan sekali dapat uang penjualannya dan bisa untuk beli bumbu dapur.

Hanya setahun saja, bank sampah itu berjalan kemudian mati suri. Hal ini lantaran sudah tidak ada pengepul yang mengambil ke bank sampah lagi, sementara daya tampung bank sampah sangatlah terbatas.

Dari FGD tersebutnya, umumnya partisipan paham akan dampak yang ditimbulkan dari hasil pembakaran sampah terhadap kesehatan masyarakat, terutama sampah plastik. Seperti mereka akan batuk-batuk, sesak napas maupun mata perih.

FGD Tokoh Masyarakat Terdampak Polusi Udara

Untuk itu, bagi partisipan yang membakar sampah biasanya menyiasati dengan membakar di malam hari dengan pertimbangan angin sudah tidak begitu kencang, dan udara malah hari itu segar. Sementara yang lain, mengaku bahwa sampah plastik dibakar karena tidak ada yang mengambil lagi, terkadang bingung sendiri mau dibuang kemana karena plastik itu sulit terurai. Makanya langkah praktisnya dibakar.

Pada saat dipantik dengan pertanyaan solusi apa yang kira-kira bisa mengurangi sampah plastik di lingkungannya. Ada 6 jawaban yang ditulis dalam kertas plano yang dibagikan kepada peserta, yakni mengurangi bahan dari plastik dan diganti dengan yang bisa terurai dengan cepat, seperti daun misalnya; dibentuk bank sampah; dibentuk penampung sampah; ada pengepul; sosialisasi ke warga agar saat belanja tidak banyak sampahnya; dan pemerintah menciptakan mesin pengolah sampah menjadi pupuk. Kemudian ada lagi yang menambahkan bahwa sudah saatnya ada peraturan daerah (Perda) yang bikin jera perihal penggunaan plastik sekali pakai.

Dari kumpulan solusi itu, partisipan pun memiliki pendapat sendiri-sendiri dalam skala prioritas dari rangkuman solusi yang dituliskan tadi. Namun semuannya memang sepakat bahwa pengurangan penggunaan palstik sekali pakai sudah harus dikurangi.

Pengukuran kualitas udara dengan alat portable  

FGD Fase 1 ini selesai pada pukul 11.08 WIB. Yang bertugas melakukan FGD harus menunggu petugas yang melakukan direct observation. Sambil menunggu mereka, Tim Penelitian NIHR FGD makan siang terlebih dahulu yang telah disiapkan tuan rumah.

Sie konsumsi, tidak hanya menyiapkan snack yang beraneka rupa dan buah-buahan, tapi juga makan siang secara prasmanan yang disediakan di lantai 1 yang ditaruh di meja memanjang dari utara ke selatan. Menunya ada nasi putih yang pulen, sayur asem, dan soto daging. Lauknya ada mendol, weci, dan pepes tongkol. Tak ketinggalan sambalnya.

Setelah Tim Penelitian NIHR yang bertugas melakukan observasi lapangan kembali ke Rumah Aspirasi, jadi mereka berkumpul semua. Dan, ketika hendak berpamitan sekitar pukul 14.00 WIB, tuan rumah memberikan es krim. Ada rasa semangka, ada rasa nanas, dan ada juga rasa cokelat.

Usai merasakan tekstur es krim yang lembut-lembut kasar itu, Tim Penelitian NIHR berpamitan kepada Kades dan Ketua TP PKK serta mengucapkan terima kasih atas kemeriahan acara FGD Fase 1 yang diadakan di Rumah Aspirasi Lantai 2 miliknya. *** [140924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Jumat, 13 September 2024

Circle Conversation Kedua Di Desa Pagak

Selang 14 hari pelaksanaan yang pertama, hari ini, Rabu (11/09) sore, circle converation Desa Pagak kembali diadakan di rumah Ibu Riatin yang beralamatkan di Dusun Tempur RT 09 RW 13 Desa Pagak, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Circle conversation yang kedua ini, jumlah dan nama-nama peserta sama dengan yang pertama. Ada 8 orang peserta, yang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Fasilitator yang menjadi circle keeper adalah Christina Arief T. Mumpuni, seorang anggota Tim Penelitian Theme 3: People empowerment and community dalam penelitian NIHR Global Health Centre for Non Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC).

Dalam circle conversation ini juga terdapat 2 orang kader kesehatan – Vista Pratiska dan Purwiantiwi – yang bertindak sebagai organizing committee (OC). Kedua kader kesehatan tersebut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan circle conversation.

Perkenalan peserta circle conversation disaksikan bidan Desa Pagak

Selain itu, circle conversation ini juga dihadiri oleh fasilitator NIHR dari Universitas Brawijaya dan perawat Desa Pagak Sri Hidayati, S.Kep.Ners yang kebetulan rumahnya berada di depan lokasi pelaksanaan circle conversation

Rumah perawat Sri itu dikenal oleh masyarakat setempat sebagai tempat praktek perawat mandiri dan sekaligus “Sri Omah Ayu”. Perawat Sri Hidayati ini, selain pandai mengobati orang yang sakit juga dikenal memiliki keahlian dalam hal kecantikan.

Acara circle conversation yang kedua ini dimulai pada pukul 16.43 WIB. Pembukaan dilakukan oleh pembawa acara Purwiantiwi, seorang kader kesehatan Desa Pagak, dan yang bertugas melakukan notulensi adalah Vista Pratiska, juga seorang kader kesehatan Desa Pagak.

Setelah pembukaan, acara dihandle oleh circle keeper. Mengawali dalam proses dialog melingkar (circle conversation) tersebut, circle keeper Christina mempersilakan memperkenalkan diri dengan dibalut kalimat subjunctive “Seandainya saya dilahirkan kembali, saya ingin menjadi …”

Suasana diskusi diambil dari sisi utara

Kemudian pembawa acara mempersilakan kepada 8 orang peserta tersebut mulai perkenalan dengan kalimat subjunctive tersebut. Dari perkenalan itu, ada yang ingin jadi udara, kupu-kupu, air, dan lain-lain.

Dari semua perserta tersebut, meskipun pengandaiannya berbeda-beda namun bermuara kepada satu keingingan dalam kehidupannya, yaitu ingin berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain atau warga sekitar.

Kemudian circle keeper mereview sebentar pertemuan sebelumnya, dan melanjutkan dengan pertanyaan pemantik “Bagaimana tentang asap pembakaran sampah dan bagaimana polusi dikaitkan dengan kesehatan?”

Ada peserta yang mengatakan bahwa pencemaran udara bisa melalui pembakaran sampah. Terlebih pada saat musim panen tebu maupun padi, pasti ada pembakaran daduk dan jerami. Kalau udara pas kencang dan sering berubah-ubah arah, asapnya sering bikin batuk. Kebetulan lahan di Desa Pagak umumnya masih luas.

Circle keeper, pembawa acara dan notulis duduk berdekatan

“Memang serba susah. Kalau dibakar membuat polusi tapi kalau tidak diobong malah bikin repot,” kata salah seorang peserta lainnya.

Dulu, kata Karsun, daduk digunakan untuk bahan bakar membuat gula rumahan. Sekarang sudah tidak ada lagi. Diganti dengan sampah (limbah) tebu dicampur plastik. Di Desa Pagak ini kebetulan banyak warga bermatapencaharian membuat gula setengah jadi. Orang setempat menyebutnya gula merah (berbeda dengan gula Jawa). Gula merah adalah gula berasal dari tebu namun dalam proses setengah jadi. Istilah di Pagak disebut dengan gula oyek. Gula oyek ini sebagai bahan membuat kecap.

Sementara itu, Mulyono yang berada di sampingnya bertutur bahwa sebaiknya setiap rumah tangga memiliki jumbleng (lubang) untuk membakar sampah. Terus abunya untuk pupuk di lahannya dengan cara ditebar.

“Serba salah,” tutur Mulyono. “Kalau gak dibakar malah jadi penyakit. Tapi kalau dibakar beluk atau asapnya juga bikin sakit.”

Fasilitator NIHR berusaha membantu dalam catatan

Peserta sebenarnya sadar bahaya asap bagi kesehatan tapi karena prasarananya yang tidak memadai, terkadang dibuang di juglangan (lubang sampah) maupun jurang di lereng perbukitan. Mengatasi ini, peserta Riatin bilang mengakalinya dengan membakar sedikit demi sedikit agar asapnya tidak tebal dan pakai sarung tangan. Kemudian ada juga yang membakar sampah pakai masker agar terhindar dari hirupan asap.

Kemudian ketika dipantik dengan pertanyaan “Bagaimana perasaan atau pengalaman ikut rembug warga (circle conversation) ini? Apakah akan mengurangi penggunaan plastik, pembakaran sampah atau yang lainnya?

Pada kesempatan ini, peserta Karsun, seorang pengepul, mengakui bahwa pertemuan ini memberi manfaat untuk berubah secara perlahan. Tambah pinter, dan mengerti pengelolaan sampah yang seharusnya.

Acara ditutup oleh pembawa acara pada pukul 17.40 WIB dalam suasana Maghrib. Kemudian peserta pun berpamitan terlebih dahulu, baru diikuti yang lainnya termasuk circle keeper dan fasilitator NIHR. *** [130924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Selasa, 10 September 2024

Kedua Kalinya, Circle Conversation Diadakan Di Balai Desa Tlogorejo

Circle conversation (dialog melingkar) diadakan untuk kedua kalinya pada Ahad (08/09) di Balai Desa Tlogorejo yang beralamatkan di Dusun Dadapan No. 4 RT 16 RW 06 Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Circle conversation yang pertama telah dilaksanakan pada Rabu (28/08) di tempat yang sama. Pada circle conversation yang pertama di hadiri oleh 9 orang peserta, 3 laki-laki dan 6 perempuan. Namun, dalam implementasi yang kedua ini peserta berhalangan hadir 1 orang (laki-laki). Jadi, untuk circle conversation yang kedua ini dihadiri 8 orang peserta dengan rincian 2 laki-laki dan 6 perempuan. 

Kemudian 2 orang kader kesehatan berindak sebagai organizing committee (OC), yaitu Sutarmi dan Iit Nurhanifah, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan circle conversation, serta seorang fasilitator circle conversation (circle keeper) Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K, seorang anggota Tim Penelitian Theme 3: People empowerment and community dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC).

Selain itu, tampak datang pula dalam kegiatan circle conversation ini bidan Desa Tlogorejo Sulianik, A.Md.Keb. dan fasilitator NIHR, yang usai menghadiri Jalan Sehat Kemedekaan dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis Kader SMARThealth di Kelurahan Kepanjen.

Dialog melingkar di Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang

Circle conversation yang kedua ini dimulai pada pukul 10.10 WIB. Pembukaan dilakukan oleh pembawa acara Sutarmi, seorang kader kesehatan Desa Tlogorejo, dan yang bertugas melakukan notulensi adalah Iit Nurhanifahm, juga seorang kader kesehatan Desa Tlogorejo.

Seperti sebelumnya, circle keeper akan memfasilitasi bagi jalannya circle conversation. Circle keeper akan menyiapkan struktur melingkar, yang merupakan format yang dapat diprediksi yang memungkinkan setiap orang akan mengetahui apa yang diobrolkan. Struktur yang demikian ini menawarkan tingkat kenyamanan dan kesiapan bagi para peserta.

Struktur lingkaran biasanya terdiri dari pembukaan, check-in, meninjau pedoman, memfasilitasi putaran lingkaran, check-out, dan penutupan. Circle keeper memandu para peserta melalui setiap langkah proses. Mereka juga memfasilitasi urutan bicara peserta, yang menunjukkan kepada setiap orang siapa yang mendapat giliran berbicara dan seperti apa urutannya. 

Meskipun awalnya banyak peserta lingkaran mungkin berpikir tentang apa yang akan mereka katakan sebelum giliran mereka daripada mendengarkan orang lain dengan saksama, seiring waktu, prediktabilitas dan konsistensi struktur lingkaran memungkinkan keterlibatan lebih melalui pendengaran yang lebih dalam dan respons yang lebih mendalam yang muncul dari kehadiran saat itu.

Peserta dialog melingkar bercerita satu per satu

Pada circle conversation tersebut, circle keeper mengawali dengan perkenalan diri dari para peserta dengan kalimat subjunctive, "Seandainya saya dilahirkan kembali, saya ingin menjadi …”. Peserta pun secara melingkar pun mengenalkan diri. Ada yang ingin jadi tawon, pohon, bunga, air, dan sebagianya. Pengandaian mereka semua itu bermuara kepada anggapan ingin dalam hidupnya bisa berguna bagi orang lain.

Kemudian circle keeper melanjutkan dengan materi pertanyaan sebagai pemantik untuk diobrolkan. “Bagimana menurut Bapak/Ibu mengenai pencemaran lingkungan yang terjadi?”

Di antara peserta circle conversation ada yang bilang kalau pembakaran sampah itu sesungguhnya bikin mata pedas dan sesak napas. Bahkan di Desa Tlogorejo ini ada orang terbakar gegara pembakaran daduk. Orang yang membakar sampah kalau tidak tahu arah angin, pasti akan mencelakai tetangganya dengan asap-asap yang menyesakkan dada. Hampir setiap hari di Desa Tlogorejo ini terlihat pemandangan pembakaran sampah, baik dari rumah tangga, daduk, jerami, limbah kotoran ternak, dan sebagainya.

Terus ada seorang lansia yang jadi peserta yang menceritakan pengalamannya kalau membakar sampah, ia akan langsung berlalu agar tidak terkena dampak dari asap pembakaran sampah tersebut. Supaya tidak batuk-batuk, sesak napas, atau perih di mata.

Peserta berbagi pengalaman dalam durasi yang sama

Dari beberapa cerita bisa ditangkap bahwa umumnya mereka tahu dan bahkan merasakan dari efek pembakaran sampah terhadap kesehatan. Hanya saja mereka umumnya tidak tahu harus berbuat apa dalam mengatasinya.

Setelah peserta bertutur satu persatu berdasarkan pengalaman hidup mereka masing-masing, circle keeper pun melanjutkan dengan pertanyaan pemantik berikutnya, “Adakah cerita atau refleksi yang dimiliki Bapak/Ibu untuk mengurangi efek dari pembakaran sampah tersebut?”

Namun dari pertanyaan ini, tertangkap sebuah cerita bahwa sebenarnya pencemaran lingkungan tidak hanya menyangkut pembakaran sampah saja, polusi bau yang dihadapi warga Desa Tlogorejo juga tak kalah akutnya, yakni penggunaan tetes tebu sebagai pupuk tanaman.

Memang diakui bahwa tetes tebu itu baik untuk pemupukan tanaman sebagai pengganti urea. Urea juga disinyalir memberi dampak kimiawi yang membuat lahan tebu lama-lama mengeras dan zat haranya tergerus. Akan tetapi efek bau tetes tebu memang banyak dikeluhkan mengingat bisa bikin mumet orang yang menghirup dari bau tetes tebu yang ditebar di lahan tebu. Bahkan efeknya, makan pun terasa tidak enak karena baunya yang konon mirip dengan bau kotoran manusia.

Suasana dialog melingkar dengan latar belakang Ponkesdes Tlogorejo

Sementara itu, ada peserta juga yang berkisah sebenarnya ada juga warga yang komplain tapi malah kerap salah tampa (salah paham) yang bikin hubungan sosial menjadi merenggang. Bahkan, ada juga yang setelah diprotes warga, rumah pemilik lahan tebu pindah ke desa lain.

Menurut peserta circle conversation, polusi yang ditimbulkan dari tebu sesungguhnya lebih banyak ketimbang pembakaran sampah. Karena di samping cakupannya yang luas, juga bikin bau menyengat.

Untuk membangun kesadaran akan hal-hal yang dihadapi warga terkait pencemaran lingkungan ini, mereka umumnya mengusulkan adanya sosialiasi dan edukasi mengenai pengelolaan sampah yang baik.

Acara circle conversation yang dilaksanakan di Pendopo Balai Desa Tlogorejo ini berjalan dengan lancar ini berakhir pada pukul 11.42 WIB, dan kemudian ditutup oleh pembawa acara yang tadi membukanya. *** [100924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Risk Checker

Risk Checker

Indeks Massa Tubuh

Supplied by BMI Calculator Canada

Statistik Blog

Sahabat eKader

Label

Arsip Blog