Tampilkan postingan dengan label Desa Bakalan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Desa Bakalan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 September 2024

FGD Pengembangan Pengelolaan Sampah dan Peningkatan Kesehatan Masyarakat di Warung Pak Untung Bululawang

“Pengetahuan ada dalam kelompok — bukan individu.” - Larry Prusak

Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terfokus sering digunakan sebagai pendekatan kualitatif untuk memperoleh pemahaman mendalam tentang isu-isu sosial. Metode ini bertujuan untuk memperoleh data dari sekelompok orang yang dipilih secara sengaja, bukan dari sampel yang mewakili populasi yang lebih luas secara statistik (Ocheng et. al., 2018).

Menurut Lehoux dan kawan-kawan (2006), FGD merupakan ruang sosial tempat para peserta bersama-sama membangun “pandangan stakeholder” dengan cara berbagi, berdebat, dan memperoleh pengetahuan.

Peserta FGD berpose bersama Camat Bululawang

Pengertian stakeholder di sini adalah semua pihak di dalam masyarakat, baik individu, komunitas atau kelompok masyarakat yang memiliki sebuah hubungan dan kepentingan terhadap organisasi atau permasalahan yang sedang dibahas.

Sehingga, pendekatan FGD ini memungkinkan untuk memperoleh wawasan mendalam tentang sikap dan pendapat peserta mengenai permasalahan yang dibahas atau dibicarakan dalam kegiatan tersebut.

Kamis (19/09) siang hingga sore, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Theme 3: People Empowerment and Community menggelar FGD Pengembangan Pengelolaan Sampah dan Peningkatan Kesehatan Masyarakat.

Sambutan Camat Bululawang

Bertempat di ruang pertemuan semi-outdoor Warung Pak Untung Bululawang yang beralamatkan di Jalan Mayjen Sungkono, Dusun Sidomulyo, Desa Sempalwadak, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, FGD yang diikuti oleh tiga desa – Bakalan, Krebet Senggrong, dan Krebet – itu berlangsung.

Pesertanya terdiri dari Kepala Desa (Kades), Ketua TP-PKK, BPD, Tenaga Kesehatan Ponkesdes, Tokoh Masyarakat (termasuk Tokoh Agama), Kader Kesehatan, Karang Taruna, Pengelola Sampah, dan lain-lain.

Kendati undangannya mulai pukul 13.00 WIB, namun tampak beberapa orang telah datang duluan. Ada 4 orang yang tiba di tempat penyelenggaran FGD ini pada pukul 12.50 WIB, yaitu Kades Krebet Senggrong Slamet Efendi, S.E., dan Arifin (LPMD Krebet Senggrong) serta Bambang dan Yayuk, sejoli pengelola sampah di Desa Bakalan.

Storyteller dari Desa Krebet Senggrong

Begitu mengisi daftar hadir, petugas yang among tamu mempersilakan mereka untuk makan siang yang telah disediakan di meja panjang yang di tata di belakang tempat duduk peserta dengan jarak satu meter.

Setelah itu, peserta yang diundang pun ndlidir berdatangan, termasuk di antaranya terlihat Nyai Hj. Lilis Masfufah, seorang pengasuh Ponpes Annur Al Hidayah Krebet Sengrong. Perlu diketahui, selain 2 orang dari Yayasan Percik Salatiga – Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si dan Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K – yang tergabung dalam Tim Penelitian NIHR Theme 3 tersebut, juga ada fasilitator NIHR Universitas Brawijaya (UB) dengan dibantu kepanitiaannya oleh 6 orang kader kesehatan, yang terdiri dari 2 orang kader dari Desa Bakalan (Sandi Cahyadi dan Endah Susanti), 2 orang kader Desa Krebet Senggrong (Lidya Mas’udah dan Yeni Mariana) serta 2 orang kader dari Desa Krebet (Lilik Ati dan Siti Khodijah).

Acara FGD ini dimulai pada pukul 13.51 WIB dengan diawali salam pembuka dari Master of Ceremony (MC) Lidya Mas’udah, da pembacaan susunan acaranya. Setelah itu dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dipandu oleh dirijen Yeni Mariana, dan setelahnya langsung disambung dengan doa yang dipimpin oleh seorang tokoh agama Desa Krebet Senggrong Mis Mulyadi.

Storyteller dari Desa Bakalan

Usai doa, acara diteruskan dengan sambutan dari Camat Bululawang Sunardi, S.Sos. Dalam sambutannya, Camat Sunardi mengatakan bahwa masalah penanganan sampah di wilayah Kecamatan Bululawang, di desa-desa tertentu memang sudah menjadi permasalahan yang sering dikeluhkan oleh masyarakat, salah satunya yang paling dekat dengan lingkungan Kantor Kecamatan Bululawang, yaitu penanganan sampah di lingkungan Pasar Bululawang.

Lebih lanjut, Camat Sunardi menjelaskan bahwa ini sering menjadi keluhan, terutama ketika sampah ini tidak terambil atau terangkut seusai jadwal. Sehingga kemudian terjadi penumpukan sampah dan dampaknya, salah satunya adalah polusi udara, polusi bau.

“Di samping bau juga menyebabkan lalat berdatangan dan muncul belatung-belatung. Hal ini tentunya akan memberikan dampak bagi kesehatan masyarakat yang ada di sekitarnya,” tegas Camat Bululawang.

FGD Desa Bakalan

Selesai sambutan dari Camat Bululawang, acara berikutnya adalah sambutan dari Wakil Direktur (Wadir) YPS Damar Waskitojati. Pada kesempatan itu, Damar menerangkan bahwa isu sampah ini tidak hanya persoalan kebersihan saja, tetapi itu kemudian dihubungkan dengan kesehatan. Barangkali, hal ini yang melandasi penelitian NIHR yang diinisiasi oleh Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) Malang.

Lebih lanjut, Damar menjelaskan bahwa Tim Penelitian NIHR sudah melakukan FGD-FGD di desa maupun tingkat masyarakat. Pada kegiatan ini masihlah dalam rangkaian hal itu. Di sini, kita juga akan melengkapi data-data sebelumnya. 

“Kita juga berharap dari kegiatan ini sama-sama mendiskusikan ide/gagasan terkait pengelolaan sampah dan peningkatan kesehatan masyarakat. Karena, desa-desa tentu punya karakteristik sendiri dan punya tantangan serta potensi sendiri-sendiri. Sehingga berpikir bahwa kekayaan ide yang dilatarbelakangi oleh konteks wilayah masing-masing yang akan memperkaya penelitian ini,” terang Damar.

FGD Desa Krebet Senggrong

Selesai sambutan dari Wadir YPS, Camat Bululawang pun berpamitan untuk melanjutkan tugas dinas ke tempat pertemuan yang digelar oleh Desa Krebet, dan acara kemudian diisi oleh Damar mengenai pengatar FGD Tantangan Pengelolaan Sampah dan Peningkatan Kesehatan Masyarakat. Di sela-sela itu, Damar pun menampilkan 2 karya storytelling terbaik dari hasil mengikuti Photovoice, yaitu “Bakar sampah rame-rame atau bakar sakit rame-rame?” (Yeni Mariana, kader Krebet Senggrong) dan “Pengelolaan Sampah yang Baik Supaya Tidak Terjadi Polusi dan PTM (Penyakit Tidak Menular)” (Sandi Cahyadi dari Desa Bakalan).

Kedua orang tersebut dipersilakan untuk mempresentasikan storytelling dihadapan peserta FGD Pengembangan Pengelolaan Sampah dan Peningkatan Kesehatan Masyarakat yang diadakan di ruang pertemuan Warung Pak Untung Bululawang.

Usai pengantar FGD, mulailah peserta dibagi tiga untuk mengikuti FGD. Pertanyaan diskusinya: “Tantangan apa saja yang Anda hadapi dalam pengelolaan sampah dan peningkatan kesehatan masyarakat di desa masing-masing”, dan “Alternatif solusi apa yang dirasa baik untuk mengatasi tantangan-tantangan yang Anda hadapi tersebut.”

FGD Desa Krebet

FGD Desa Bakalan dipandu oleh fasilitator NIHR UB dengan dibantu 2 kader dari Desa Bakalan. FGD Desa Krebet Senggrong dimoderatori oleh Christina dari YPS dengan dibantu 2 orang kader dari Desa Krebet Senggrong, dan FGD Desa Krebet dipandu oleh Damar dengan dibantu oleh 2 kader dari Desa Krebet.

Hasil FGD dari ketiga desa tersebut kemudian dituangkan dalam kertas plano dan ditempelkan di tembok depan, dan kemudian dipresentasikan dan didiskusikan. Presentasi pertama datang dari Desa Krebet yang diwakili oleh Yeni Astuti, seorang Ketua Fatayat Ranting Blambangan/Guru MA Al-Ikhsan Blambangan yang menjadi peserta FGD).

Kemudian presentasi kedua berasal dari Desa Krebet Senggrong yang diwakili oleh Arifin, Ketua LPMD yang konon berprofesi sebagai pengacara yang mengikuti FGD ini), dan presentasi yang ketiga atau yang terakhir adalah dari Desa Bakalan yang diwakili oleh Tutik Murhendari, sekretaris PKK Desa Bakalan).

Evaluasi implementasi FGD

Hasil presntasi ini kemudian dikomentari hasilnya oleh Wadir YPS Damar untuk diambil intinya dari hasil FGD dalam pleno yang kemudian dikumpulkan itu. Setelah itu, ada penanya dari Desa Krebet Senggrong mengenai RTL (Rencana Tindak Lanjut) dari kegiatan ini, dan itu kemudian dijawab oleh Wadir YPS.

Acara FGD ini selesai pada pukul 16.26 WIB, Begitu para peserta sudah meninggalkan tempat, semua panitia berkumpul untuk membahas evaluasi dari FGD ini. Mereka umumnya merasa senang, karena menurutnya, baru kali ini mereka mengikuti pertemuan membahas permasalahan yang ada di desa dan melibatkan aktif para pesertanya. Tidak ada pembedaan, semua dilibatkan mulai dari perencanaan, diskusi, dan harapan ke depan yang bisa dilaksanakan.

Proses ini seperti apa yang digambarkan oleh Laurence Prusak atau yang akrab dengan nama panggilan Larry Prusak (1944-2023), seorang Advisor in Knowledge and Learning di Columbia University, dengan ujaran yang simpel, “Knowledge is in groups — not individuals” (Pengetahuan ada dalam kelompok — bukan individu). *** [200924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Jumat, 12 Juli 2024

Circle Conversation: Pagi Di Krebet Senggrong, Siang Di Bakalan

“Lingkaran menciptakan ruang yang menenangkan, bahkan orang yang pendiam pun dapat menyadari bahwa suara mereka diterima.” - Margaret J. Wheatley


Setelah selesai melaksanakan circle conversation di Desa Krebet Senggrong pagi, Tim CEI (Community engagement and involvement) dan fasilitator NIHR bergerak menuju ke Desa Bakalan yang berjarak sekitar 3,5 kilometer pada siang harinya.

Di Desa Bakalan, tepatnya bertempat di rumah salah seorang kader kesehatan Endah Susanti yang beralamatkan di Dusun Bakalan 1 RT 03 RW 01 Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, juga diadakan circle conversation pada Kamis (11/07) sebagai bagian dari penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NGDs & EC).

Yang diundang jumlahnya pun sama, yakni 10 orang. Hanya saja yang di Desa Bakalan, tidak hadir satu orang dari laki-laki karena saking asyiknya merumput lupa kalau ada kegiatan circle conversation.

Bertindak dalam organizing committee (OC) adalah dua orang peserta photovoice (Sandi Cahyadi dan Mahmudah) serta pemilik rumah. Mereka berbagi peran sendiri, ada yang membantu administrasi maupun konsumsi serta notulensi.

Formasi circle conversation dari pintu masuk ruang tamu

Lalu, salah seorang Tim CEI Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. membantu notulensi dengan menggunakan laptop. Sementara, fasilitator NIHR membantu dalam mendokumentasikan pelaksanaan kegiatan ini.

Sama di Krebet Senggrong, circle conversation di Desa Bakalan ini dipandu langsung oleh Koordinator Tim CEI Haryani Saptaningtyas, S.P., M.Sc., Ph.D. Ia adalah seorang Direktur Yayasan Percik Salatiga (YPS), staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dan penulis buku “This is our belief around here”: Purification in Islamic Thought and Pollution of Citarum River in West Java (LIT Verlag Münster, 2021). Pengalamannya ini, ia akrab dengan CEI, baik konsepsinya hingga implementasinya.

Kegiatan circle conversation di Desa Bakalan dimulai pada pukul 12.21 WIB. Mula-mula, Haryani memnadunya dengan perkenalan terlebih dahulu. Perkenalannya pun dibuat lain daripada yang lain, yang perkenalan dengan pengandaian dari peserta.

Semua peserta yang hadir dalam circle conversation ini, semua harus berbicara. Dimulai dari kader Mahmudah berurutan secara melingkar dari utara sisi barat dan terus ke utara sisi timur. Dalam perkenalan itu banyak imajinasi muncul dari peserta.

Koordinator Tim CEI menyimak cerita peserta satu per satu

“Seandainya saya dilahirkan kembali” maka peserta harus membuat pengandaiannya sendiri dan sekaligus menjelaskan atas pilihannya itu. Ada yang kepengin jadi payung, pohon, pohon kelapa, pohon pisang, padi, rumah, kupu-kupu, semar, sampah, batu, air, dan kue.

Yang mereka andaikan tersebut, semuanya memiliki manfaat bagi kemaslahatan. Kemaslahatan adalah istilah yang berkaitan dengan sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Termasuk peserta laki-laki yang menyebutkan ingin menjadi “sampah”, menjelaskan sampah bila didaur ulang akan memberikan manfaat banyak orang.

Perkenalan dengan pengandaian ini terlihat sepele. Namun menurut Haryani, perkenalan seperti itu mengajak seseorang belajar memikirkan sesuatu. “Kita terbiasa mendengarkan, tapi kita juga harus bisa mengungkapkan diri,” jelas Haryani. “Agar ada peningkatan diri. Kita menyebut nama terus mengacu kepada sesuatu yang lebih berguna.”

Setelah perkenalan, Haryani meminta peserta untuk bercerita mengenai pengelolaan sampah yang dihadapi dalam kesehariannya, namun dibatasi hanya maksimal 2 menit. “Banyak hal yang bisa didapat dari cerita ini,” kata Haryani.

Formasi circle conversation dari dalam rumah pemilik

Dibatasi 2 menit, maksudnya agar semua peserta bisa bercerita. Saat peserta bercerita, tentunya yang lain akan mendengarkannya. Hal ini, kata Haryani, akan mengajarkan kepada kita untuk mendengar secara adil.

Dari cerita itu dapat dimengerti perspektif mereka dalam pengelolaan sampah yang selama ini dilakukan oleh warga di sini pada umumnya. Ada yang membayar Rp 25 ribu perbulan agar sampahnya diambil secara teratur oleh petugas, ada yang dibakar di bak yang didirikan di pinggir sungai Bakalan bagi tidak punya lahan luas. Bagi yang punya lahan luas akan dibakar di halaman belakang.

Selesai bercerita, Haryani pun kemudian juga bercerita mengenai bahayanya sampah yang dibakar. “Kalau orang membakar sampah itu, dampaknya luar biasa,” jelas Haryani.

Kemudian Haryani menyampaikan kepada peserta bahwa masih ada 53% masyarakat di Indonesia yang masih membakar sampah. Menurut laporan penelitian yang dikutip Haryani, mengatakan bahwa orang yang membakar sampah 350 kali lebih berbahaya ketimbang asap rokok.

Peserta laki-laki giliran bercerita

Setelah memaparkan bahayanya sampah yang dibakar, Haryani meminta kepada peserta untuk memberikan pendapat atau saran terkait pengelolaan sampah dan pengaruhnya bagi kesehatan. Dari situ, muncul beragam pendapat. Ada yang mengatakan pemisahan sampah lebih berguna karena tidak menyebabkan penyakit tidak menular (PTM), di bawa ke bak sampah dan dibakar di sana, berlangganan sampah agar diangkut secara rutin, dan lain sebagainya.

Di penghujung circle conversation usai diskusi, Haryani mengatakan bahwa praktik pembakaran sampah masih terjadi. Karena sampah itu sebenarnya juga berkaitan dengan gaya hidup seseorang. Pesannya, kalau mau mengelola sampah dengan baik mungkin akan menjadi lebih bermanfaat.

Kegiatan circle conversation ini selesai pada pukul 13.18 WIB dan dipungkasi dengan closing statement dari peserta photovoice Sandi Cahyadi yang juga merupakan perangkat Desa Bakalan. Dari circle conversation itu, Sandi Cahyadi menympulkan tentang pengelolaan sampah yang berdampak bagi kesehatan. Ia pun menyarankan agar mengurangi pembakaran sampah, kalau pun terpaksa hendaknya harus menggunakan masker mengingat bahayanya seperti yang dijelaskan tadi oleh Koordinator Tim CEI.

Setelah itu, peserta diminta untuk makan siang bersama yang telah disiapkan oleh pemilik rumah. Dua baskom besar berisi nasi putih dan dua baskom besar berisi sayur sambal goreng kates dan tahu langsung ditempatkan di tengah pola lingkaran dari tempat duduk peserta. Kemudian disusul masakan telur dan tahu Bali serta kerupuk, dan sambal teri yang ngangeni. *** [120724]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Rabu, 26 Juni 2024

FGD Fase 1 Terkait Sampah Plastik di Desa Bakalan

Tim Penelitian NIHR Theme 2: Air Pollution and Plastic Combustion kembali melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) terkait sampah plastik. Kalau sebelumnya diadakan di Balai Desa Krebet Senggrong, kali ini pada Kamis (13/06) Tim Penelitian NIHR melakukan FGD di Balai Desa Bakalan.

Tim Penelitian NIHR Theme 2 ini terdiri dari personil multidisplin, yaitu Sujarwoto, S.IP, M.Si, MPA Ph.D, Dr. Rizka Amalia, S.K.Pm., M.Si, Hilda Irawati, S.Stat., Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked. Trop., Tanjung Prameswari, S.Tr.P., Supyandi, dan saya.

FGD Fase 1 terkait sampah plastik dilaksanakan secara paralel di Desa Bakalan dan dimulai pada pukul 09.21 WIB. Paralel adalah sesuatu yang berjalan atau berlangsung bersamaan. Jadi, pada pelaksanaan FGD di Desa Bakalan itu ada dua tempat untuk mengadakan FGD yang berjalan dalam waktu yang sama.

FGD dengan kader kesehatan (laki-laki atau perempuan) di ruang Kasun, Balai Desa Bakalan

Untuk sesi pertama ada dua FGD. Di ruang  ruang Kepala Dusun (Kasun) yang ada di Balai Desa Bakalan digelar FGD dengan kader kesehatan (laki-laki atau perempuan) sebanyak 6 orang yang dimoderatori oleh Dr. Rizka Amalia dan dibantu oleh Tanjung Prameswari dan Supyandi.

Kemudian yang bertempat di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan dilaksanakan FGD bersama wakil masyarakat terdampak polusi udara (pria) dan saya menjadi moderatornya, yang dibantu oleh Hilda Irawati dan Serius Miliyani.

Lalu, pada sesi kedua juga ada dua FGD. Di ruang Kasun, Dr. Rizka Amalia mengadakan FGD dengan wakil masyarakat terdampak polusi (wanita) sebanyak 6 orang dengan dibantu oleh Tanjung Prameswari dan Supyandi.

Terus yang bertempat di Pendopo Sasana Manggala Praja, Dr. Sujarwoto menggelar FGD bersama tokoh masyarakat terdampak polusi sebanyak 6 orang, yang dibantu oleh Hilda Irawati dan Serius Miliyani.

FGD bersama wakil masyarakat terdampak polusi udara (pria) di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan

Dari 4 FGD tersebut terangkum gambaran pengelolaan sampah yang telah berjalan di Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Secara umum, pengelolaan sampah di Desa Bakalan sudah berjalan.

Pengelolaan sampah di sana termanifestasikan dalam 3 bentuk: membayar iuran, ditimbun/dibakar di halaman belakang rumah, dan di buang ke tempat lain. Yang membayar iuran umumnya yang berada di kawasan padat penduduk dengan lahan pekarangan yang terbatas, akan tetapi ada juga yang memiliki lahan masih luas ikut membayar iuran.

Kemudian bagi yang masih memiliki pekarangan yang luas, umumnya mereka menimbun sampah sayuran dan dedaunan dengan ditimbun dan limbah plastik rumah tangga dengan cara dibakar di halaman belakang tersebut.

Sedangkan, bagi warga yang kurang mampu dengan lahan sempit dan tak mampu iuran, umumnya memilih membuang di tempat lain, seperti di ladang tebu maupun sungai. Tapi ini jumlahnya tidak banyak, hanya beberapa orang saja.

FGD dengan wakil masyarakat terdampak polusi (wanita) di ruang Kasun, Balai Desa Bakalan

Pada FGD tersebut juga terdengar bahwa Bank Sampah yang dikelola oleh warga sejoli yang bermukim di Desa Bakalan. Mereka umumnya mengumpulkan sampah anorganik yang masih mempunyai nilai jual untuk didaur ulang di pabrik.

Kemudian Pemerintah Desa (Pemdes) Bakalan sebenarnya juga sudah memiliki road map untuk mendirikan TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara). Pemdes telah menyiapkan lahan namun masih belum terdukung infrastruktur lainnya, seperti container, gerobak dan mobil pengangkut sampah yang memadai.

Dari FGD itu juga mengemuka masalah pembakaran daduk (daun tebu yang kering) di Desa Bakalan. Setiap antara bulan Juni hingga November adalah musim panen tebu. Panen tebu ini menggembirakan bagi pemilik lahan karena komoditas tebunya akan dijual dan mendatangkan uang, akan tetapi di sisi lain, daduknya akan dibakar agar supaya lahan tebu kembali bersih dan dicangkul kembali terus ditanami tebu lagi.

FGD bersama tokoh masyarakat terdampak polusi di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan

Pembakaran daduk ini umumnya dilakukan sore maupun malam hari. Perlu diketahui, bahwa di Desa Bakalan ini, 60% lahannya berupa ladang tebu, 30% lahan sawah dan sisanya untuk palawija maupun yang lainnya.

“Dulu, waktu di Desa Bakalan masih ada pabrik pakan ternak, hampir tak ada pembakaran daduk,” kata sejumlah peserta FGD dengan wakil masyarakat terdampak polusi udara (pria). “Karena begitu panen, daun tebu yang belum mengering akan dikirim ke pabrik tersebut.”

FGD Fase 1 terkait sampah plastik di Desa Bakalan berakhir menjelang kumandang suara adzan bergema dari menara menjulang milik Masjid Jami’ Al Muhajirin yang berjarak sekitar 130 meter dari Balai Desa Bakalan tersebut. *** [140624]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 30 Mei 2024

Senin Pagi, Tim Penelitian NIHR Berkunjung ke Desa Bakalan

Senin (13/05) pagi yang cerah, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) atau yang di Indonesia dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronis dan Penyakit jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur” berkunjung ke Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

Kunjungan Tim Penelitian NIHR tersebut dalam rangka pengumpulan data di lapangan. Pengumpulan data (data collecting) ada yang dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) Anggota Komunitas, wawancara Karakteristik Masyarakat (Community Characteristics), dan pengamatan langsung (direct observations) serta siangnya disambung dengan FGD Photovoice Tahap 3.

FGD Anggota Komunitas di Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang

Dalam pengumpulan data itu, Tim Penelitian NIHR menurunkan 10 personil yang terdiri dari Meutia Fildzah Sharfina, SKM, MPH; Hilda Irawati, S.Stat.; Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked.Trop.; Eko Teguh Purwito Adi, S.Si., M.Si.; Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K.; dan saya serta empat enumerator (Elmi Kamilah, S.Sos.; Arief Budi Santoso, S.E.; Tanjung Prameswari, S.Tr.P.; dan Supyandi).

Wawancara Karakteristik Masyarakat di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan

Kesepuluh personil yang multidisiplin itu berbagi peran dalam data collecting di Desa Bakalan. Dalam FGD Anggota Komunitas (dua orang perangkat desa, dua orang tokoh masyarakat, dan dua orang pasien PTM) di Ruang Kasun Balai Desa Bakalan, empat personil yang bertugas adalah Meutia Fildzah Sharfina (administrasi), Hilda Irawati (dokumentasi, dan recording), Serius Miliyani (notulen), dan saya (moderator).

Kemudian dalam wawancara Karakteristik Masyarakat dengan sejumlah perangkat desa di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan, menurunkan dua enumerator sejoli, yaitu Elmi Kamilah dan Arief Budi Santoso.

Pengamatan langsung di lapangan 

Sedangkan, untuk pengamatan langsung dengan melakukan keliling Desa Bakalan, dilakukan oleh Eko Teguh Purwito Adi yang dibantu dua enumerator, yakni Tanjung Prameswari dan Supyandi, dengan dibantu perangkat desa sebagai field guide.

Tim Penelitian NIHR yang bertugas dalam FGD Anggota Komunitas, wawancara Karakteristik Masyarakat, dan pengamatan langsung selesai menjelang Dhuhur. Mereka pun kemudian kembali ke Kampus Universitas Brawijaya, sementara dua personil (Christina Arief T. Mumpuni dan saya) masih tinggal di Balai Desa Bakalan karena siangnya akan melakukan FGD Photovoice Tahap 3 di Ruang Kasun Balai Desa Bakalan yang akan diikuti lima kader dari Desa Bakalan dan lima kader dari Desa Krebet Senggrong. *** [300524]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 09 Mei 2024

Kader Desa Bakalan dan Krebet Senggrong Ikuti FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Krebet Senggrong

Delapan hari yang lalu, dua desa – Bakalan dan Krebet Senggrong – telah mengikuti FGD Photovoice Tahap Pengenalan Topik da Teknik Photovoice (Tahap 1) di Ruang Kasun Balai Desa Bakalan. Rabu (08/05), kader dari dua desa tersebut kembali mengikuti FGD Photovoice Tahap Pengambilan Gambar/Foto dan Menceriterakannya (Tahap 2) di Ruang Kerja Kepala Desa Krebet Senggrong yang beralamatkan di Jalan Raya Krebet Senggrong No. 1 Dusun Krapyak Jaya RT 17 RW 04 Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

Kalau pada Tahap 1, Tim Penelitian NIHR dari Yayasan Percik Salatiga (YPS) Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K didampingi oleh fasilitator NIHR sebagai notulis maupun dokumentasi, kali ini pada penyelenggaraan Tahap 2 juga dihadiri oleh Wakil Direktur (Wadir)YPS Damar Waskitojati, S.Kom, M.Si, dan pelaksanaannya disaksikan pula oleh staf PTM dan Kesehatan Jiwa (Keswa) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang Wildan Adi Yatma, S.Psi.

Formasi dan suasana FGD Photovoice Tahap 2 di Ruang Kerja Kades Krebet Senggrong

Pada tahap 2 ini, peserta Photovoice yang berjumlah 10 orang tersebut – 5 orang dari Desa Bakalan (Sandi Cahyadi, Lilik Nur Aini, Mahmudah, Ana Sholicha, Indah Astutik) dan 5 orang dari Desa Krebet Senggrong (Nur Rohma, Lidya Mas'udah, Yeni Mariana, Sanik, Nadzirotun Khasanah) – diberikan kesempatan oleh Christina Arief T. Mumpuni untuk menampilkan gambar/foto yang telah dikirimkan dan disorotkan dengan LCD Epson ke tembok untuk diceriterakan lokasi pengambilan gambar, menceriterakan apa dari gambar tersebut, dan alasan apa yang memikat peserta untuk memotretnya.

Setelah setiap peserta berceritera tentang gambar/fotonya tersebut, peserta lain boleh bertanya kepada pemotret atau pun mengomentarinya dengan dipandu oleh Christina Arief T. Mumpuni. Sesekali Wadir YPS Damar pun turut memantik dalam diskusi berkelompok tersebut.

Dua peneliti dari YPS brperan memantik dalam FGD Photovoice Tahap 2

Diskusi berkelompok dengan topik terkait persampahan plastik, polusi udara, dan penyakit tidak menular (PTM) ini berjalan interaktif yang terkadang memunculkan istilah lokal yang khas dan kata-kata yang membikin ketawa para peserta lainnya.

Pada pelaksanaan tahap 2 Photovoice ini sudah mulai terlihat fokus diskusi kelompok yang cukup menarik. Pada tahan 1, peserta masih meraba-raba dalam pengenalan topik dan pada tahap 2 sudah mulai fokus dalam diskusinya.

Peserta dari Desa Krebet Senggrong selaku tuan rumah mengawali berceritera mengenai gambar/foto yang telah dikumpulkan

Kemudian dari sisi pemantik maupun notulis juga sedikit banyak sudah menangkap fenomena-fenomena dalam topik tersebut. Dalam diskusi berkelompok tersebut juga memperlihatkan bahwa pembakaran sampah plastik dalam lingkungan rumah tangga masih masif dengan berbagai alasan, seperti warga masih memiliki lahan yang luas dan terkadang petugas pengambil sampah tidak on time dalam jadwalnya.

YPS bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang dengan dukungan National Institute for Health and Care Research (NIHR) sedang melakukan penelitian partisipatif untuk mengidentifikasi kumpulan solusi alternatif pengatasan dampak sampak plastik terhadap kesehatan masyarakat.

Wakil Direktur YPS juga turut memantik dalam FGD Photovoice Tahap 2

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program SMARThealth yang ingin diperluas dengan melihat dampak polusi udara terhadap PTM, seperti misalnya paru-paru dan jantung. Dalam hal ini YPS yang di bawah koordinasi UB berperan untuk mengembangkan penguatan jaringan di masyarakat, atau yang dikenal dengan CEI (Community engagement and involvement) agar penelitian ini secara partisipatif masyarakat terlibat dalam berbagai tahapannya.

Berbagai pengetahuan dan pengalaman masyarakat dalam mengelola sampah platik terkait dengan kesehatan di mana selama ini masyarakat hidup di sekitar lokasi pembakaran sampah plastik menjadi penting untuk upaya mengembangkan kebijakan pengelolaan lingkungan dan kesehatan.

Wakil Direktur YPS dan penelitinya beraudiensi dan berdiskusi dengan Kades Krebet Senggrong

FGD Photovoice Tahap 2 yang dimulai pada pukul 08.08 WIB yang dibantu LCD Epson dalam menampilkan gambar/foto hasil jepretan peserta itu, berakhir pada pukul 10.50 WIB. Setelah itu, Tim Penelitian NIHR berjumpa dan berdiskusi dengan Kepala Desa Krebet Senggrong Slamet Efendi, S.E.

Selesai itu, Tim Penelitian NIHR YPS dan fasilitator NIHR bergegas menuju ke Balai Desa Sumberejo untuk melakukan FGD Photovoice yang sama (Tahap 2) yang akan diadakan pada siang hari hingga sore hari yang diikuti oleh kader dari Desa Gampingan dan Desa Sumberejo. *** [0900524]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Selasa, 30 April 2024

Dua Desa Ikuti FGD Photovoice di Balai Desa Bakalan

Sabtu (30/04) pagi, awan terlihat cerah di Desa Bakalan. Empat orang partisipan tampak sudah ada yang datang dan duduk-duduk di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan yang terletak di Jalan Raya Bakalan Dusun Bakalan 01 RT 01 RW 02 Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

Sambil menunggu yang lainnya, mereka bercengkerama dengan Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K, salah seorang anggota Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Enviromental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) atau yang di Indonesia dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur, asal Yayasan Percik Salatiga (YPS).

YPS (Yayasan Percik Salatiga) bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang melakukan penelitian partisipatif untuk mengidentifikasi kumpulan solusi alternatif pengatasan dampak pembakaran sampah plastik terhadap kesehatan masyarakat. Kegiatan ini sesungguhnya merupakan kelanjutan dari SMARThealth yang ingin diperluas dengan melihat dampak polusi udara terhadap Penyakit Tidak Menular (PTM), seperti paru-paru dan jantung.

Partisipan dari Desa Bakalan dan Krebetsenggrong ikuti FGD Photovoice di Balai Desa Bakalan

Mereka hadir di Balai Desa Bakalan ini dalam rangka mengikuti Focus Group Discussion (FGD) Photovoice yang diselenggarakan oleh YPS dengan dibantu fasilitator NIHR dalam notulensinya. Sebagai sebuah metode atau alat, photovoice merupakan pendekatan yang tepat untuk dipratekkan guna meningkatkan partisipasi masyarakat. 

Photovoice adalah proses teknik fotografi yang dapat membantu individu mengidentifikasi, mengekspresikan dan meningkatkan komunitas melalui gambar/foto. Melalui produk foto diharapkan mewakili dan menceriterakan pengalaman sehari-hari masyarakat. Komponen utama dari photovoice adalah berbagi foto untuk memulai bersama secara kritis (ada proses berbicara dan mendengarkan) yang diharapkan mampu membawa perubahan sosial di lingkungan.

Photovoice memprioritaskan interpretasi foto, bukan sekadar ambil gambar saja. Penekanannya dalam photovoice adalah pada isi foto dan makna yang diilustrasikan oleh fotografer, bukan kualitas foto yang diambil.

Ruang Kasun Balai Desa Bakalan yang ber-AC jadi tempat melaksanakan FGD Photovoice

Photovoice ini memiliki manfaat: (1) Memberikan rekomendasi kepada instansi pemerintah terkait polusi udara dan dampaknya terhadap kesehatan; (2) Melakukan perubahan informal di dalam komunitas yang bermanfaat bagi masyarakat; (3) Mendorong penyelenggaraan acara di tingkat lokal secara bersama; dan (4) Meningkatkan kesadaran tentang dampak polusi udara dari pembakaran sampah terutama sampah plastik dan mengupayakan solusi bersama berdasarkan pengalaman hidup dari masyarakat.

FGD Photovoice ini diikuti oleh dua desa yang terdapat dalam wilayah administatif Kecamatan Bululawang, yaitu Desa Bakalan dan Desa Krebetsenggrong. Setiap desa diharapkan mengirimkan lima orang partisipan dalam FGD tersebut, yang umumnya terdiri dari para kader.

FGD yang dilaksanakan di Ruang Kasun Balai Desa Bakalan itu dimulai pada pukul 09.30 WIB, dan kebetulan ada salah seorang partisipan dari Desa Krebetsenggrong tidak bisa hadir, sehingga esok harinya akan diajak diskusi dalam waktu tersendiri di rumahnya.

Partisipan sedang membaca informed consent terkait FGD Photovoice

Dalam FGD Photovoice ini, Christina memandu jalannya pelaksanaan. Mula-mula ia memberikan daftar hadir untuk diisi oleh partisipan yang terdiri dari 9 orang, satu di antaranya adalah perangkat Desa Bakalan dan berjenis kelamin laki-laki.

Setelah mengisi daftar hadir, partisipan dipersilakan membaca informed consent sebagai syarat bahwa keikutsertaan mereka dalam FGD Photovoice ini atas kerelaannya sendiri. Kemudian Christina memberikan prolog singkat mengenai latar belakang penyelenggaraan FGD Photovoice mengenai pengelolaan sampah plastik dan kesehatan masyarakat di Kabupaten Malang, terus menjelaskan apa itu photovoice, dan terakhir adalah alur tahapan photovoice yang dilalui dalam lima kali pertemuan: tahap pengenalan topik dan teknik  photovoice, tahap pengambilan gambar, tahap sharing foto dan cerita, tahap diseminasi, dan tahap refleksi.

Pertemuan pertama ini, FGD berfokus pada diskusi terkait pengelolaan sampah plastik dan kesehatan masyarakat dan teknik photovoice. Pada kesempatan ini, Christina memantik topik tersebut dihadapan para partisipan untuk mengemukan pengalamannya dari perspektif mereka masing-masing.

Suasana FGD Photovoice di Ruang Kasun Balai Desa Bakalan

Begitu dipantik, suasana pun menjadi hidup. Mereka saling memberikan cerita, pengalaman, maupun pandangannya terhadap pengelolaan sampah plastik dan kesehatan masyarakat terutama terkait dengan masalah polusi udara yang ada di lingkungan sekitar mereka.

FGD Photovoice ini awalnya juga disaksikan oleh perawat Desa Bakalan Dian Pramono, A.Md.Kep yang turut hadir dalam diskusi kelompok tersebut, namun kemudian ia minta izin untuk meninggalkan tempat guna berkegiatan dalam Posyandu Lansia di Desa Bakalan.

Selain didokumentasikan dalam foto, kegiatan FGD Photovoice ini juga direkam dengan tape recorder digital serta notulensi guna analisa data nantinya. Proses FGD ini memakan waktu satu jam lebih.

Christina dan fasilitator NIHR berpamitan dan meninggalkan tempat penyelenggaraan FGD Photovoice di Desa Bakalan pada pukul 11.43 WIB guna melanjutkan perjalanan menuju Pustu Gampingan, di mana di sana juga dijadwalkan penyelenggaraan FGD Photovoice bagi partisipan Desa Gampingan siang hari ini. *** [300424]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Minggu, 28 April 2024

Jadwal Terbaik adalah Jadwal yang Beradaptasi dengan Perubahan

The best schedule is one that is adapting to change.” Ujaran (quote) Tamerlan Kuzgov, seorang penulis The Mixed Martial Art Combines Ineffective Techniques (2021) asal Rusia ini terlihat sederhana, “Jadwal terbaik adalah jadwal yang beradaptasi dengan perubahan.”

Namun dibalik kesederhanaannya, ujaran tersebut memiliki implementasi yang kompleks. Kompleks adalah suatu kesatuan yang terdiri dari sejumlah bagian, khususnya yang memiliki bagian yang saling berhubungan dan saling tergantung.

Berdiskusi dengan perawat Desa Bakalan di Puskesmas Bululawang

Fasilitator dan salah seorang Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC), atau yang dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur, asal Yayasan Percik Salatiga (YPS) – Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K – pun menyadari implisit ujaran Kuzgov tersebut.

Di tengah padatnya jadwal turun lapangan dari Tim Penelitian NIHR yang terdiri dari beberapa institusi (2 dari Fakultas di Universitas Brawijaya (Kedokteran dan Pertanian) dan juga ada 2 civil society yang salah satunya adalah YPS), fasilitator dan YPS berusaha mematangkan jadwal dalam rangka menyelenggarakan FGD (Focus Group Discussion) Photovoice terkait persampahan dan polusi udara.

Menurut Dawson, Manderson & Tallo dalam A Manual for the Use of Focus Groups (Boston: INFDC, 1993), salah satu perencanaan penyelenggaraan operasional untuk FGD adalah merencanakan waktu dan tempat penyelenggaraannya serta mengatur tempat yang memungkinkan terjadinya interaksi yang santai, aman dan nyaman.

Berdiskusi dengan perawat Desa Krebetsenggrong di Puskesmas Bululawang

Ini merupakan hal krusial dan tidak gampang. Mengingat hal ini diikuti oleh beberapa orang dengan berbagai karakteristiknya, dan sekaligus bersinggungan dengan pihak-pihak lainnya. Oleh karena itu, fasilitator dan anggota Tim Penelitian NIHR YPS berusaha berkomunikasi dengan perawat desa masing-masing yang nota bene termasuk individu yang mengenal karakteristik partisipan dan sekaligus geografisnya.

Dua hari fasilitator NIHR melakukan in-depth interview bersama Tim Penelitian NIHR dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) di Puskesmas Bululawang, mengajak anggota Tim Penelitian NIHR YPS agar segera terhubung dengan perawat Desa Bakalan dan Krebetsenggrong.

Hari pertama in-depth interview di Puskesmas Bululawang pada Kamis (25/04), anggota Tim Penelitian NIHR YPS bisa berkomunikasi dengan perawat Desa Bakalan Dian Pramono, A.Md.Kep saat mengantar kader kesehatan Desa Bakalan yang mengikuti in-depth interview di Puskesmas Bululawang.

Berdiskusi dengan perawat Desa Gampingan di Pustu Gampingan

Hari kedua in-depth interview Tim Penelitian NIHR FKUB di Puskesmas Bululawang pada Jumat (26/04), anggota Tim Penelitian NIHR YPS bersua dengan perawat Desa Krebetsenggrong Citra Sulistyo Wardini, A.Md.Kep yang kebetulan mengikuti in-depth interview di Puskesmas Bululawang.

Lalu, pada hari Sabtu (27/04), fasilitator NIHR mengajak anggota Tim Penelitian NIHR YPS untuk bertemu dengan perawat Desa Gampingan dan Sumberejo. Kedua desa tersebut berada di wilayah administratif Kecamatan Pagak dan sekaligus masuk dalam wilayah kerja Puskesmas Pagak.

Pukul 08.25 WIB, fasilitator dan anggota Tim Penelitian NIHR YPS berjumpa dengan perawat Desa Gampingan Tyas Pratiwi, A.Md.Kep di Pustu Gampingan yang beralamatkan di Jalan Raya Gampingan Dusun Krajan RT 04 RW 01 Desa Gampingan, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Berdiskusi dengan perawat Desa Sumberejo di Puskesmas Pagak

Di Pustu Gampingan, kita mediskusikan penyelenggaran FGD Photovoice di Desa Gampingan di tengah jadwal pengumpulan data yang padat merayap dari FKUB. Begitu pula, ketika bersua dengan perawat Desa Sumberejo Hari Purnomo, S.Kep. Ners di Puskesmas Pagak pada pukul 09.03 WIB, juga membahas seperti apa yang dilakukan bersama perawat Desa Gampingan.

Dari empat pertemuan dengan keempat perawat desa tersebut, akhirnya bisa mengagendakan pelaksanaan FGD Photovoice terkait persampahan dan polusi udara setelah melalui diskusi yang intens. Pernah mengalami sejumlah perubahan, entah itu waktunya, entah itu harinya. Namun akhirnya terjadi titik temu dalam jadwal secara sambung-menyambung. Paginya di desa ini, siang/sorenya di desa lainnya.

Setelah disepakati, masalah tidak berhenti di situ saja. Fasilitator segera menghubungi admin penelitian NIHR Hilda Irawati untuk membantu menyiapkan surat pinjam pakai salah satu ruangan di balai desa tempat diselenggarakannya FGD Photovoice kepada Pemerintah Desa setempat, dan sekaligus mengundang kader yang telah terpilih dari desanya masing-masing, mengingat kader sesungguhnya adalah milik desa. *** [280424]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Senin, 22 April 2024

Giat Posyandu Lansia Di Dekat Lapangan Tunas Muda Bakalan Ramai Dikunjungi Warga

Bangunan kecil berukuran 3 x 4 m di pinggir Lapangan Tunas Muda Bakalan yang besebelahan dengan Poskamling itu ramai dikunjungi warga lanjut usia (lansia). Bangunan kecil itu dikenal sebagai Rumah Posyandu, yang dibangun PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) dan Swadaya Masyarakat pada tahun 2009, digunakan untuk giat Posyandu Mangga dan Posyandu Lansia “Barokah.”

Pagi ini, Senin (22/04), perawat Dian Pramono, A.Md.Kep bersama 4 kader Posyandu Lansia dan dibantu 2 mahasiswa magang mengadakan giat Posyandu Lansia “Barokah” di Rumah Posyandu yang beralamatkan di Dusun Bakalan RT 03 RW 02 Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

Kader Posyandu Lansia Desa Bakalan berpose dengan perawat desa dan 2 mahasiswa magang

Keempat kader Posyandu Lansia tersebut adalah Siti Masfufa, Faiz Zafiyatul Masruroh, Mistri, dan Ririn Andayani. Sedangkan, 2 mahasiswa itu terdiri dari Ellis Monika Claudia Batanari dari Sosiologi Universitas Sam Ratulangi Manado, dan Arga Setyo Pambudi dari Sastra Jerman Universitas Negeri Surabaya.

Mereka membantu perawat Dian dalam memberikan layanan kesehatan kepada para lansia di sekitar Lapangan Tunas Muda Bakalan. Di situ, warga akan diskrining faktor risiko penyakit tidak menular (PTM), seperti pengukuran antropometri (tinggi/berat badan, lingkar perut), pengukuran tekanan darah, dan pengecekan kadar gula darah.

Rumah Posyandu Desa Bakalan ramai dikunjungi warga lansia

Keempat kader Posyandu Lansia dan 2 mahasiswa magang tersebut membantu dalam pengukuran antropometri. Sedangkan, untuk pengukuran tekanan darah dan pengecekan kadar gula darah ditangani oleh perawat Dian.

Selain skrining faktor risiko PTM, warga lansia juga mendapatkan konsultasi edukasi kesehatan dari perawat Dian. Mereka boleh menanyakan apa saja terkait kondisi kesehatan kepada perawat Desa Bakalan tersebut, utamanya  terkait PTM seperti hipertensi, diabetes, dan lain-lainnya.

Pengukuran tinggi badan warga lansia

Setelah selesai mengikuti alur pemeriksaan, warga lansia akan mendapatkan PMT (Pemberian Makanan Tambahan). Menu PMT dalam giat hari ini terdiri dari puding susu dan tahu isi. Umumnya PMT tersebut dibawa pulang ke rumah.

Yang menariknya lagi, selain PMT, di 3 meja yang digunakan untuk giat Posyandu Lansia tersebut juga dipenuhi kue-kue dan roti. Toples-toples itu menandakan suasana Lebaran 1445 H di bulan Syawal ini masih terasa.

Salah seorang perangkat Desa Bakalan menyaksikan pengukuran tekanan darah dan pengecekan kadar gula darah warga lansia oleh perawat desa

Giat Posyandu Lansia “Barokah” yang dimulai pada pukul 09.00 WIB dan berakhir pada pukul 12.00 WIB ini dihadiri oleh salah seorang perangkat desa dan juga dikunjungi oleh salah seorang anggota Tim SMARThealth Universitas Brawijaya (UB).

Dalam giat tersebut berhasil diperiksa sebanyak 55 warga lansia, dengan rincian 5 laki-laki dan 50 perempuan. Dari total terperiksa itu, yang terindikasi memiliki faktor risiko tinggi (highrisk) diabetes mellitus ada sebanyak 3 orang, dan hipertensi sejumlah 10 orang. 

Sementara itu, jumlah lansia yang dirujuk ke Puskesmas Bululawang ada 1 orang, dan jumlah lansia yang dikunjungi di rumahnya ada 1 orang. *** [220424]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Risk Checker

Risk Checker

Indeks Massa Tubuh

Supplied by BMI Calculator Canada

Statistik Blog

Sahabat eKader

Label

Arsip Blog