Tampilkan postingan dengan label Yayasan Percik Salatiga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Yayasan Percik Salatiga. Tampilkan semua postingan

Jumat, 12 Juli 2024

Circle Conversation: Pagi Di Krebet Senggrong, Siang Di Bakalan

“Lingkaran menciptakan ruang yang menenangkan, bahkan orang yang pendiam pun dapat menyadari bahwa suara mereka diterima.” - Margaret J. Wheatley


Setelah selesai melaksanakan circle conversation di Desa Krebet Senggrong pagi, Tim CEI (Community engagement and involvement) dan fasilitator NIHR bergerak menuju ke Desa Bakalan yang berjarak sekitar 3,5 kilometer pada siang harinya.

Di Desa Bakalan, tepatnya bertempat di rumah salah seorang kader kesehatan Endah Susanti yang beralamatkan di Dusun Bakalan 1 RT 03 RW 01 Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, juga diadakan circle conversation pada Kamis (11/07) sebagai bagian dari penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NGDs & EC).

Yang diundang jumlahnya pun sama, yakni 10 orang. Hanya saja yang di Desa Bakalan, tidak hadir satu orang dari laki-laki karena saking asyiknya merumput lupa kalau ada kegiatan circle conversation.

Bertindak dalam organizing committee (OC) adalah dua orang peserta photovoice (Sandi Cahyadi dan Mahmudah) serta pemilik rumah. Mereka berbagi peran sendiri, ada yang membantu administrasi maupun konsumsi serta notulensi.

Formasi circle conversation dari pintu masuk ruang tamu

Lalu, salah seorang Tim CEI Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. membantu notulensi dengan menggunakan laptop. Sementara, fasilitator NIHR membantu dalam mendokumentasikan pelaksanaan kegiatan ini.

Sama di Krebet Senggrong, circle conversation di Desa Bakalan ini dipandu langsung oleh Koordinator Tim CEI Haryani Saptaningtyas, S.P., M.Sc., Ph.D. Ia adalah seorang Direktur Yayasan Percik Salatiga (YPS), staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dan penulis buku “This is our belief around here”: Purification in Islamic Thought and Pollution of Citarum River in West Java (LIT Verlag Münster, 2021). Pengalamannya ini, ia akrab dengan CEI, baik konsepsinya hingga implementasinya.

Kegiatan circle conversation di Desa Bakalan dimulai pada pukul 12.21 WIB. Mula-mula, Haryani memnadunya dengan perkenalan terlebih dahulu. Perkenalannya pun dibuat lain daripada yang lain, yang perkenalan dengan pengandaian dari peserta.

Semua peserta yang hadir dalam circle conversation ini, semua harus berbicara. Dimulai dari kader Mahmudah berurutan secara melingkar dari utara sisi barat dan terus ke utara sisi timur. Dalam perkenalan itu banyak imajinasi muncul dari peserta.

Koordinator Tim CEI menyimak cerita peserta satu per satu

“Seandainya saya dilahirkan kembali” maka peserta harus membuat pengandaiannya sendiri dan sekaligus menjelaskan atas pilihannya itu. Ada yang kepengin jadi payung, pohon, pohon kelapa, pohon pisang, padi, rumah, kupu-kupu, semar, sampah, batu, air, dan kue.

Yang mereka andaikan tersebut, semuanya memiliki manfaat bagi kemaslahatan. Kemaslahatan adalah istilah yang berkaitan dengan sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Termasuk peserta laki-laki yang menyebutkan ingin menjadi “sampah”, menjelaskan sampah bila didaur ulang akan memberikan manfaat banyak orang.

Perkenalan dengan pengandaian ini terlihat sepele. Namun menurut Haryani, perkenalan seperti itu mengajak seseorang belajar memikirkan sesuatu. “Kita terbiasa mendengarkan, tapi kita juga harus bisa mengungkapkan diri,” jelas Haryani. “Agar ada peningkatan diri. Kita menyebut nama terus mengacu kepada sesuatu yang lebih berguna.”

Setelah perkenalan, Haryani meminta peserta untuk bercerita mengenai pengelolaan sampah yang dihadapi dalam kesehariannya, namun dibatasi hanya maksimal 2 menit. “Banyak hal yang bisa didapat dari cerita ini,” kata Haryani.

Formasi circle conversation dari dalam rumah pemilik

Dibatasi 2 menit, maksudnya agar semua peserta bisa bercerita. Saat peserta bercerita, tentunya yang lain akan mendengarkannya. Hal ini, kata Haryani, akan mengajarkan kepada kita untuk mendengar secara adil.

Dari cerita itu dapat dimengerti perspektif mereka dalam pengelolaan sampah yang selama ini dilakukan oleh warga di sini pada umumnya. Ada yang membayar Rp 25 ribu perbulan agar sampahnya diambil secara teratur oleh petugas, ada yang dibakar di bak yang didirikan di pinggir sungai Bakalan bagi tidak punya lahan luas. Bagi yang punya lahan luas akan dibakar di halaman belakang.

Selesai bercerita, Haryani pun kemudian juga bercerita mengenai bahayanya sampah yang dibakar. “Kalau orang membakar sampah itu, dampaknya luar biasa,” jelas Haryani.

Kemudian Haryani menyampaikan kepada peserta bahwa masih ada 53% masyarakat di Indonesia yang masih membakar sampah. Menurut laporan penelitian yang dikutip Haryani, mengatakan bahwa orang yang membakar sampah 350 kali lebih berbahaya ketimbang asap rokok.

Peserta laki-laki giliran bercerita

Setelah memaparkan bahayanya sampah yang dibakar, Haryani meminta kepada peserta untuk memberikan pendapat atau saran terkait pengelolaan sampah dan pengaruhnya bagi kesehatan. Dari situ, muncul beragam pendapat. Ada yang mengatakan pemisahan sampah lebih berguna karena tidak menyebabkan penyakit tidak menular (PTM), di bawa ke bak sampah dan dibakar di sana, berlangganan sampah agar diangkut secara rutin, dan lain sebagainya.

Di penghujung circle conversation usai diskusi, Haryani mengatakan bahwa praktik pembakaran sampah masih terjadi. Karena sampah itu sebenarnya juga berkaitan dengan gaya hidup seseorang. Pesannya, kalau mau mengelola sampah dengan baik mungkin akan menjadi lebih bermanfaat.

Kegiatan circle conversation ini selesai pada pukul 13.18 WIB dan dipungkasi dengan closing statement dari peserta photovoice Sandi Cahyadi yang juga merupakan perangkat Desa Bakalan. Dari circle conversation itu, Sandi Cahyadi menympulkan tentang pengelolaan sampah yang berdampak bagi kesehatan. Ia pun menyarankan agar mengurangi pembakaran sampah, kalau pun terpaksa hendaknya harus menggunakan masker mengingat bahayanya seperti yang dijelaskan tadi oleh Koordinator Tim CEI.

Setelah itu, peserta diminta untuk makan siang bersama yang telah disiapkan oleh pemilik rumah. Dua baskom besar berisi nasi putih dan dua baskom besar berisi sayur sambal goreng kates dan tahu langsung ditempatkan di tengah pola lingkaran dari tempat duduk peserta. Kemudian disusul masakan telur dan tahu Bali serta kerupuk, dan sambal teri yang ngangeni. *** [120724]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 11 Juli 2024

Implementasi Circle Conversation di Desa Krebet Senggrong

“Tidak ada kekuatan untuk melakukan perubahan yang lebih besar daripada komunitas yang menemukan apa yang mereka pedulikan.” – Margaret J.Wheatley


Sepuluh orang warga – 6 perempuan dan 4 laki-laki – dari 3 dusun yang ada di Desa Krebet Senggrong, mengikuti circle conversation yang diadakan di gedung PKK yang berada di Jalan Dusun Krpayak Jaya No. 1 Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, pada Kamis (11/07).

Circle conversation adalah proses terstruktur yang memungkinkan peserta berbagi cerita dan pengalaman melalui komunikasi tatap muka dengan cara duduk melingkar. Circle conversation dianggap sebagai alat untuk memfasilitasi pembicaraan, mendengarkan, dan mendukung kesetaraan suara sehingga semua suara dapat didengar, dihargai, dan dihormati.

Circle conversation yang dilokalkan dengan sebutan rembug warga itu yang digelar oleh Tim CEI (Community engagement and involvement) merupakan bagian dari penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Enviromental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC).

Kades Krebet Senggrong berpose dengan peserta circle conversation

Penyelenggaraan ini dibantu oleh para kader peserta photovoice (Lydia Mas'udah, Nadzirotun Khasanah, Yeni, Mariana, Nur Rohma, Sanik) sebagai organizing committee (OC) dalam implementasi rembug warga atau circle conversation. Mereka berbagi peran sendiri, ada yang menjadi master of ceremony (MC), notulis, dan lain-lain.

Tak hanya itu, terlihat pula salah seorang anggota Tim CEI Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. yang membantu notulensi dengan laptop. Selain itu, juga terdapat fasilitator NIHR yang membantu dalam mendokumentasikan kegiatan ini.

Kegiatan yang dimulai pukul 09.27 WIB dipandu langsung oleh Koordinator Tim CEI Haryani Saptaningtyas, S.P., M.Sc., Ph.D. Selain sebagai Koordinator Tim CEI, ia juga merupakan Direktur Yayasan Percik Salatiga (YPS), staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dan penulis buku "This is our belief around here": Purification in Islamic Thought and Pollution of Citarum River in West Java” (LIT Verlag Münster, 2021).

Perpaduan antara pengalamannya yang malang melintang di lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan mengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) memperlihatkan kepiawaiannya dalam memandu circle conversation dengan tema utama pada pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat.

Sambutan Kades dalam circle conversation

Sebelum circle conversation dimulai terlebih dahulu diisi dengan sambutan dari Kepala Desa (Kades) Krebet Senggrong Slamet Efendi, S.E. Dalam sambutannya, Kades Krebet Senggrong mengapresiasi kegiatan yang terkait masalah persampahan, dan harapannya nanti juga ada pendampingan dalam hal pengelolaan sampah.

Setelah sambutan dari Kades Krebet Senggrong, dilanjutkan dengan sambutan dari Koordinator Tim CEI yang diisi dengan perkenalan dan menjelaskan kegiatan circle conversation dalam kerangka penelitian NIHR. Setelah itu, langsung disambung dengan implementasi circle conversation.

Mula-mula, Haryani menjelaskan informed consent sebagai bentuk persetujuan atas kerelaan peserta mengikuti kegiatan circle conversation secara suka rela. Kemudian, ia pun menjelaskan tema pengelolaan sampah dalam circle conversation.

Kemudian mempersilakan peserta circle conversation untuk memperkenalkan diri dan bercerita tentang penanganan sampah yang dilakukan dalam kesehariannya. Waktunya dibatasi hingga 2 menit, tidak boleh lebih. Jadi, dalam circle conversation ini, semua perserta harus berbicara.

Peserta circle conversation dilihat dari pintu masuk gedung PKK Desa Krebet Senggrong

Dari cerita-cerita itu mengemuka bahwa penanganan sampah di Desa Krebet Senggrong dalam pengelolaannya terlihat beragam. Ada yang berlangganan untuk diambil petugas pengangkut sampah, ada yang dibuang di lahan belakang rumah terus dibakar, dan ada yang dibuang di lahan kosong dekat musholla.

Terkait pembakaran sampah, umumnya dilakukan mereka yang memiliki lahan luas dan rumah tidak berdempetan. Mereka juga sebagian ada yang mengetahui bahwa pembakaran sampah itu berpengaruh pada kesehatan, terutama masalah pernapasan.

Setelah mereka selesai berbicara masing-masing dulu terus mendengarkan yang lainnya, Haryani pun berusaha mencatat segala pengelolaan sampah dari perspektif mereka, dan kemudian pada kesempatan itu, ia juga memberikan wawasan dalam bahayanya pembakaran sampah.

Mengutip dari data yang dibacanya, Haryani berusaha menjelaskan bahwa asap dari pembakaran sampah mengandung hidrokarbon benzopirena. Gas tersebut 350 kali lebih berbahaya dari pada asap rokok.

Peserta circle conversation dari dalam

Kemudian pembakaran sampah plastik bisa membuat lapisan ozon menipis. Saat lapisan ozon menipis, suhu bumi akan semakin panas. Membakar sampah plastik sama saja menambah racun ke udara. Karena zat kimia beracun yang dibakar keluar sehingga bercampur dengan udara. Sampah plastik yang dibakar akan menghasilkan zat-zat berbahaya seperti dioksin. Zat tersebut bisa meningkatkan risiko munculnya kanker.

Memang sebuah dilemma. Mengutip dari Laporan Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup Indonesia, Haryani menyebutkan bahwa 53% masyarakat Indonesia masih membakar sampah dengan alasan praktis dan cepat bersih. Namun dibalik itu, membakar sampah dapat memberikan dampak berbahaya baik bagi kesehatan maupun lingkungan.

Oleh karena itu, circle conversation dapat berguna untuk menangkap perspektif dari warga masyarakat, dan perspektif tersebut terkadang bisa menjadi perspektif dalam memberikan solusi penanganannya, yang pada akhirnya melahirkan sebuah kepedulian.

Kata Margaret J. Wheatley, seorang penulis, guru, pembicara, dan konsultan manajemen Amerika yang bekerja untuk menciptakan organisasi dan komunitas yang layak huni manusia, "There is no power for change greater than a community discovering what it cares about" (Tidak ada kekuatan untuk melakukan perubahan yang lebih besar daripada komunitas yang menemukan apa yang mereka pedulikan). *** [110724]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Rabu, 12 Juni 2024

Pondok Gurame Nagarema: Saksi Refleksi Photovoice Kader dari Krebet Senggrong dan Bakalan

Sekali-kali mencari tempat sedikit berbeda dalam berkegiatan, asyik juga ternyata! Seperti yang dilakukan dalam pelaksanaan photovoice tahap 4 ini, yang diadakan di Pondok Gurame Nagarema (PGN) yang beralamatkan di Jalan Raya Kuwolu, Dusun Maqbul RT 08 RW 03 Desa Kuwolu, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

Lokasinya yang “mewah” (mepet sawah) memberikan kesan tersendiri. Sebelum-sebelumnya kegiatannya berkutat di ruang kerja Kepala Desa Krebet Senggrong maupun ruang kerja Kepala Dusun di Bakalan yang semuanya ber-AC (Air Conditioner).

Pada tahap 4 ini, gantian digelar di PGN pada Rabu (12/06). Bertempat di Balai Plontho, pojok belakang dari halaman PGN, yang dikelilingi gazebo-gazebo lesehan dengan gemericik air di kolam ikan yang berada di sisi selatan, memberikan nuansa tersendiri. Belum lagi, hamparan tanaman padi di sebelah utaranya terasa meneduhkan pikiran dengan iringan semilir angin sepoi-sepoi.

Kader Krebet Senggrong dan Bakalan berpose bersama di Pondok Gurame Nagarema

Suasana lokasi pilihan para kader ini memang cocok untuk kegiatan refleksi dalam photovoice. Refleksi adalah sesuatu yang sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini melibatkan pemikiran tentang pengalaman, emosi, dan tindakan kita serta mempertimbangkan pengaruhnya terhadap kita dan orang-orang di sekitar kita.

Photovoice yang diawali dengan mengabadikan pemandangan lingkungan sekitar dengan tema persampahan, kader mengumpulkannya dan memilih di antara foto-foto tersebut. Untuk setiap foto yang dipilih, mereka memberikan keterangan atau deskripsi naratif sesuai teknik penulisan storytelling yang telah diajarkan: Seperti apa komunitas Anda? Apa harapan dan impian Anda untuk masyarakat? Foto ini menjadi titik awal untuk membantu mereka mengartikulasikan perjuangan dan tantangan serta kemungkinan perubahan. Yang paling penting, melalui foto dan deskripsi narasi, mereka berupaya mengekspresikan diri mereka, apa yang penting bagi mereka dan alasannya.

Dari situ, kader dapat merefleksikan pengalamannya. Karena, refleksi diyakini mempunyai manfaat, yang salah satunya dapat memberikan perubahan sosial dalam komunitasnya, berupa tindakan yang datang menjadi lebih baik.

Suasana menjelang refleksi photovoice

Peneliti Women Empowerement and Gender mainstreaming in policy and research Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. dari Yayasan Percik Salatiga (YPS) yang tergabung dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) yang dinakhodai oleh Universitas Brawijaya (UB) bersama fasilitator NIHR, mengadakan refleksi dalam photovoice bersama 5 orang kader dari Desa Krebet Senggrong dan 5 orang kader dari Desa Bakalan. Kedua desa tersebut berada di wilayah administratif Kecamatan Bululawang.

Lima orang kader dari Desa Krebet Senggrong terdiri dari Nur Rohma, Lidya Mas’udah, Sanik, Yeni Mariana, dan Nadzirotun Khasanah. Sedangkan, 5 orang kader dari Desa Bakalan meiputi Sandi Cahyadi, Indah Astutik, Ana Sholicha, Mahmudah, dan Lilik Nur Aini.

Selain itu, tampak hadir pula seorang kader peninjau (observer) dari Desa Gampingan, Siti Aminah, S.Pd., M.H. dalam kegiatan tahap 4 photovoice, yakni refleksi pengalaman. Meskipun mereka datang dari lokasi yang jauh dengan berkendara motor matic dan sepuh tapi semangat ngangsu kawruhnya (belajarnya) sangat tinggi.

Prosesi refleksi pengalaman kader dalam photovoice

Dalam refleksi pengalaman itu, peneliti YPS dan fasilitator NIHR berusaha mendengarkan pengalaman-pengalaman reflektifnya selama mengikuti photovoice. Kedua belas kader itu berusaha membicarakan pengalaman-pengalamannya selama mengikuti kegiatan photovoice secara bergantian.

Pada kegiatan refleksi itu, terangkum hasil yang mengemuka. Mereka umumnya merasa senang mengikuti photovoice karena mendapatkan ilmu dan pengetahuan baru, yang sebelumnya belum pernah ada.

Kesan kebanyakan peserta photovoice dapat mempelajari proses pengambilan foto, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dari peneliti YPS, serta pelatihan menulis storytelling dari fasilitator NIHR untuk para kader dari dua desa tersebut.

Suasana Pondok Gurame Nagarema menyatu dengan alam

Di samping itu, setelah mengikuti rangkaian tahapan photovoice, para kader merasa timbul kepercayaan untuk sharing pengalamannya terkait pengelolaan sampah ke depannya. “Wis entuk ilmu, pengalaman, kenalan, lan disangoni!,” kata salah seorang peserta lainnya yang mengundang tawa teman-teman lainnya.

Kata para kader, secara umum pelaksanaan photovoice ini bagus dan bermanfaat, bahkan kader peninjau juga mengapresiasinya. Dulu kita tidak tahu banyak tentang dampak pembakaran sampah terhadap kesehatan masyarakat, kini menjadi tahu sehingga sebagai kader bisa turut menyosialisasikan pengalamannya dalam mengikuti photovoice ini. Tak lupa, mereka juga mengapresiasi peneliti YPS dan fasilitator NIHR yang bisa membaur dengan para kader sehingga dalam penyampaiannya bisa diterima dengan baik. "Santai tapi serius," katanya.

Acara kegiatan tahap 4 refleksi dalam photovoice yang dimulai dari pukul 08.35 WIB, berakhir pada pukul 12.37 WIB. Kemudian peneliti YPS dan fasilitator NIHR meninggalkan Pondok Gurame Nagarema yang menjadi saksi kegiatan refleksi photovoice ini, dan pulangnya singgah di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Malang di Kepanjen untuk melakukan audiensi namun belum bisa hari ini. Menunggu suratnya di-approval dulu. *** [120624]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Jumat, 10 Mei 2024

Ngangsu Kawruh Di TPST 3R Mulyoagung

Jika Anda menyatukan keseluruhan gambarannya, mendaur ulang adalah hal yang benar untuk dilakukan.”

– Pam Shoemaker, Author

Sedianya Senin (06/05) kemarin, fasilitator NIHR dengan 2 staf PTM dan Kesehatan Jiwa (Keswa) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang (Imam Ghozali, S.Kep. Ners dan Gatot Sujono, S.ST, M.Pd) serta Wakil Direktur (Wadir) Yayasan Percik Salatiga (Damar Waskitojati, S.Kom, M.Si) ingin beraudiensi dan rescheduling jadwal Focus Group Discussion (FGD) Anggota Komunitas dengan Kepala Desa (Kades) Gampingan, namun tak berjumpa lantaran Kades sedang ada pertemuan di Pendopo Agung Kabupaten Malang.

Berpose dengan Kabid PSLB3 DLH Kabupaten Malang dan Wakil Ketua KSM TPST 3R Mulyoagung

Akhirnya, 2 staf PTM dan Keswa kembali ke tempatnya masing-masing, dan fasilitator NIHR diajak Wadir Yayasan Percik Salatiga (YPS) untuk menjumpai Kepala Bidang (Kabid) Pengelolaan Sampah dan LB3 (PSLB3) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Malang Ir. Renung Rubiyatadji, MM.

Janjian pun ditetapkan untuk menemuinya di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Reduce, Reuse, Recycle (3R) Mulyoagung yang beralamatkan di Jalan TPST No. 1 Dusun Jetak Lor, Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.

Pintu masuk TPST 3R Mulyoagung

Wadir YPS dan fasilitator NIHR diterima dengan ramah di Ruang KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) pada pukul 12.48 WIB. Kemudian Wadir YPS pun mengutarakan maksud dan tujuan dari penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC), atau yang di Indonesia dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur,” dan ingin ngangsu kawruh (menimba ilmu) di TPST 3R Mulyoagung.

Usai mendengar maksud dan tujuannya, Kabid PSLB3 yang didampingi Wakil Ketua Nugraha Wijayanto berceritera dengan semangat mengenai TPST 3R Mulyoagung, yang merupakan salah satu TPS di Kabupaten Malang yang menampung berbagai macam sampah dari masyarakat di sekitar Kecamatan Dau sebelum diangkut ke Tempat Penampungan Akhir (TPA) Talangagung Kepanjen.

Beraudiensi dengan Kabid PSLB3 DLH Kabupaten Malang

Keberadaan TPST 3R ini berhasil menuntaskan persoalan lingkungan di Desa Mulyoagung khususnya dan Kecamatan Dau pada umumnya. Saat ini, TPST 3R ini telah menjadi TPST percontohan yang sering menjadi referensi bagi daerah lain. Bahkan, beberapa pengunjung TPST ini datang dari luar negeri.

TPST 3R Mulyoagung dirintis sejak tahun 2005 oleh KSM yang peduli terhadap kelestarian lingkungan sejak program kali bersih (prokasih) berusaha untuk menciptakan solusi dari permasalahan sampah ini.

Bagan kerja TPST 3R Mulyoagung

Dari solusi yang ditawarkan oleh KSM Desa Mulyoagung maka keluarlah ide untuk membangung TPST sebagai solusi akhir dari permasalahan sampah yang sebelumnya dibuang di daerah aliran sungai Brantas.

TPST 3R Mulyoagung mulai beroperasi pada 2011 untuk menangani masalah sampah di daerah tersebut dengan menerapkan proses 3R (Reduce, Reuse, Recycle), mengelompokkan sampah menjadi organik, non-organik dan residu.

Mobil pengangkut sampah menurunkan sampah di zona 1 (pemilahan sampah)

Setiap harinya TPST 3 R Mulyoagung menerima puluhan ton lebih sampah. Komposisi sampah yang masuk ke TPST 3R Mulyoagung terdiri dari sampah basah, sampah plastik, sampah kertas, diaspers, kayu, kabel, Styrofoam, sampah B3, kain/tekstil, kaca, karet, kaleng, logam dan kulit.

Kesemua sampah tersebut begitu masuk ke TPST 3R Mulyoagung akan dipilah-pilah sesuai zona komposisinya. Pemilahan dilakukan oleh 58 orang yang diperkerjakan di TPST tersebut. Mereka seperti sudah terspesialisasi dalam bagian zona yang ditanganinya.

Aktivitas pemilahan sampah di zona 2

Pengolahan sampah menghasilkan produk berupa kompos, hasil pemilahan limbah nasi, sampah kering. Dedaunan dan kayu tebangan pohon diolah menjadi kompos; limbah nasi dijual ke peternak, sampah plastik diambil pengepul untuk dijual ke pabrik daur ulang. Selain itu, dari hasil limbah sampah plastik (kresek) juga dibuat tas rajutan, dan ada juga limbah sampah yang dibuat sabun cair, serta mulai mengembangkan maggot. Sedangkan, yang dirasa tidak memiliki nilai ekonomi, dikirim ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

“Sebenarnya sampah kalau dikelola dengan baik tidak menjadi masalah,” jelas Kabid PSLB3. “Dan, kebetulan KSM di sini mengelolanya dengan 3R, jadinya mazhabnya recycle buka bakar-bakaran (insinerator),” selorohnya.

Petugas sedang mengepres limbah sampah styrofoam dengan alat pres

Dalam tata kelola TPST 3R Mulyoagung ini, setiap rumah tangga dikenai iuran 20 ribu per bulan. Setiap bulannya bisa terkumpul 250 juta untuk biaya operasional TPST 3R Mulyoagung. Sedangkan, untuk sarana dan prasarana dibantu oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang. Sekitar 0,2% dianggarkan bagi pengelolaan sampah dari APBD Pemkab Malang.

Setelah berdialog dan berdiskusi cukup lama dengan Kabid PSLB3 dan Wakil Ketua KSM TPST 3R Mulyoagung, Wadir YPS dan fasilitator NIHR diajak berkeliling lokasi yang memiliki zona yang lengkap termasuk bengkel untuk memperbaiki kursi-kursi yang dibuang ke TPST 3R Mulyoagung untuk diperbaiki dan digunakan lagi.

Zona 4 untuk pembuatan sabun cair atau ecoenzym

Setelah itu, Wadir YPS dan fasilitator NIHR diajak foto bersama di depan papan penanda TPST 3R Mulyoagung yang cukup besar tepat di samping pintu masuk yang bertuliskan Pusat Edukasi Pengembangan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. 

TPST 3R Mulyoagung merupakan inovasi yang perlu dikembangkan terus. Dengan motto: “Edu Sampah Cipta Kerja” berharap TPST 3R Mulyoagung dapat mengedukasi pengelolaan sampah untuk menciptakan lapangan kerja. *** [100524]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 09 Mei 2024

Pagi FGD Photovoice Tahap 2 Di Krebet Senggrong, Siangnya Di Sumberejo

Setelah selesai FGD Photovoice Tahap 2 di Ruang Kerja Kepala Desa Krebet Senggrong, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC), atau yang di Indonesia dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur, dari Yayasan Percik Salatiga (YPS) bersama fasilitator NIHR bergerak menuju ke Kecamatan Pagak, pada Rabu (08/05).

Karena siangnya juga ada pelaksanaan FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Sumberejo yang berada di Jalan Lapangan Rajawali Dusun Bandarangin RT 17 RW 05 Desa Sumberejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang. Jarak Balai Desa Sumberejo dari Balai Desa Krebet Senggrong adalah sejauh 30 kilometer.

Peserta FGD Photovoice Tahap 2 dari Desa Gampingan dan Sumberejo mengajak berpose dengan YPS

Dalam perjalanannya, Tim Penelitian NIHR dari YPS dan fasilitator NIHR sempat berhenti sebentar di Warung Pojok Desa Gampingan untuk sekadar membekali perut agar bugar dalam melaksanakan FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Sumberejo nantinya.

Tiba di Balai Desa Sumberejo sekitar pukul 13.03 WIB. Di situ sudah terlihat hadir 3 kader dari Desa Gampingan, yakni Nurul Mila, Ninik Farida dan Yayuk Wijayanti. Sementara, 2 kader lainnya – Siti Aminah dan Dianawati - tidak bisa hadir. Siti Aminah ada keperluan berkenaan dengan sekolahnya, sedangkan Dianawati sedang dalam pemulihan tipesnya.

Begitu memasuki Ruang Pertemuan Balai Desa Sumberejo, ternyata Sekretaris Desa (Sekdes) Lutfi Asy’ari telah memfasilitasi dengan LCD Epson beserta layarnya dan microphone serta kursinya telah diset sedemikian rupa untuk pelaksanaan FGD Photovoice Tahap 2 ini.

Sambutan dari Kepala Desa Sumberejo

Sambil menunggu kader dari Desa Sumberejo – Nurwahyuni, Umy Umamah, Wiwik Ermawati, Qudsiyah, Anis Ardiana - ada yang masih mengikuti pertemuan ranting Muslimat, Tim Penelitian NIHR dari YPS dan fasilitator NIHR menyiapkan perlengkapan untuk mengadakan FGD Photovoice, seperti file gambar/foto, daftar hadir, buku notulensi, dan recorder.

FGD Photovoice Tahap 2 yang diikuti kader dari Desa Gampingan dan Sumberejo ini dimulai pada pukul 13.30 WIB. Acara diawali terlebih dahulu dengan sambutan dari Kepala Desa Sumberejo H. Amsori. Kemudian disambung dengan sambutan dari Wakil Direktur YPS Damar Waskitojati, S.Kom, M.Si.

Begitu selesai sambutan-sambutan, langsung dilanjutkan dengan FGD Photovoice Tahap 2 yang dipandu oleh Christina Arief T. Mumpuni dari YPS dengan notulis dari fasilitator NIHR. Sama dengan pelaksanaan FGD Photovoice Tahap 2 pagi tadi di Balai Desa Krebet Senggrong, Christina akan menampilkan gambar/foto yang telah dikirimkan kepadanya untuk diceriterakan mengenai lokasinya, mengapa mengambil gamar/foto tersebut, dan alasan menarik apa yang menyebabkan peserta FGD Photovoice memotret hal tersebut.

Sambutan dari Wakil Direktur YPS

Setiap peserta wajib mempresentasikan gambar/foto melalui bahasa sehari-hari dalam ceriteranya. Ceritanya ini kemudian didiskusikan dengan peserta lainnya. Ini yang menyebabkan diskusi berkelompok menjadi interaktif.

Tim Penelitian NIHR dari YPS terkadang memantiknya jika peserta mengalami kebingungan atau pun merasa sulit untuk berceritera. Sehingga, suasana diskusi kelompok menjadi tidak sepi dan pasif tetapi menjadi lebih gayeng.

Dari diskusi kelompok yang di antara peserta, Tim Penelitian NIHR YPS dan fasilitator NIHR bisa menangkap perspektif dari sudut pandang mereka terhadap fenomena-fenomena keseharian mereka dalam topik yang terkait mengenai pengelolaan sampah plastik, polusi udara, dan penyakit tidak menular (PTM), seperti di antaranya bahwa limbah plastik dari PT Ekamas Fortuna sebenarnya memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat Desa Gampingan dan Desa Sumberejo.

Suasana FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Sumberejo

Karena setelah melalui pemilahan oleh anggota rumah tangga yang ada di kedua desa tersebut bisa menghasilkan rupiah bagi orang tua yang berada di rumah. Mereka umumnya memilah kardus dengan plastik. Ceceran kardusnya kembali dijual ke PT Ekamas Fortuna untuk menjadi bahan daur ulang produksinya, sedangkan plastiknya umumnya dikasihkan secara gratis, agar supaya halaman rumah tangga pemilah tersebut bisa mendatangkan sampah dari PT Ekamas Fortuna lagi untuk diambil ceceran kardusnya.

YPS bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang dengan dukungan National Institute for Health and Care Research (NIHR) sedang melakukan penelitian partisipatif untuk mengidentifikasi kumpulan solusi alternatif pengatasan dampak pembakaran sampah plastik terhadap kesehatan masyarakat.

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program SMARThealth yang ingin diperluas dengan melihat dampak polusi udara terhadap PTM, seperti paru-paru dan penyakit jantung. Di bawah koordinasi UB, YPS berperan untuk mengembangkan penguatan jaringan di masyarakat, atau yang dikenal dengan istilah CEI (Community engagement and involvement) agar penelitian ini secara partisipatif masyarakat terlihat di dalam berbagai tahapannya. 

Peserta dari 2 desa berdiskusi kelompok dengan menampilkan gambar/foto hasil jempretannya dulu, dan kemudian ada yang mengomentarinya

Berbagai pengetahuan dan pengalaman masyarakat dalam mengelola sampah plastik terkait dengan kesehatan di mana selama ini masyarakat hidup di sekitar lokasi pembakaran sampah plastik menjadi penting untuk upaya mengembangkan kebijakan pengelolaan lingkungan dan kesehatan.

FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Sumberejo ini selesai pada pukul 15.36 WIB. Selesai itu, kemudian Christina Arief T. Mumpuni diajak berpose oleh peserta di depan pintu utama masuk ke Balai Desa Sumberejo, dan setelahnya, Tim Penelitian NIHR YPS dan fasilitator NIHR berpamitan dengan seluruh peserta maupun dengan Kepala Desa dan Sekretaris Desa Sumberejo. *** [090524]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 02 Mei 2024

Siang Hari, FGD Photovoice di Balai Desa Sumberejo

“Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.” Pepatah ini barangkali yang menggambarkan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan di Balai Desa Sumberejo yang beralamatkan di Jalan Ganjaran, Dusun Bandarangin RT 17 RW 05 Desa Sumberejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Hari ini, Kamis (02/05), Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC), atau yang di Indonesia dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur” melaksanakan dua FGD di Ruang Pertemuan sementara Balai Desa Sumberejo.

Paginya, Tim Penelitian NIHR dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) menggelar FGD dengan anggota komunitas, yang terdiri dari 2 orang perangkat desa, 3 orang tokoh masyarakat, dan 2 orang pasien yang penyakit tidak menular (PTM), seperti hipertensi, diabetes mellitus, atau Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kemudian, siangnya gantian Tim Penelitian NIHR dari Yayasan Percik Salatiga (YPS) mengadakan FGD Photovoice bersama 5 orang kader (Posbindu, Posyandu Balita, Posyandu Lansia, Muslimat, dan Ketua PKK Desa Sumberejo).

Suasana FGD Photovoice di Balai Desa Sumberejo

Kalau Tim Penelitian NIHR FKUB berdiskusi kelompok terkait aksesbilitas layanan kesehatan, ketersediaan layanan kesehatan secara umum, ketersediaan layanan kesehatan terkait polusi udara, teknologi digital kesehatan, pemanfaatan layanan kesehatan, kualitas layanannya, perubahan iklim dan penyakit tidak menular, serta saran-saran dari peserta FGD. Sementara itu, Tim Penelitian YPS melakukan FGD berkenaan dengan photovoice.

Dilihat dari target sasaran peserta FGD dan fokus bahasannya yang berbeda inilah yang dilustrasikan dalam pepatah tersebut. YPS (Yayasan Percik Salatiga) bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang dengan dukungan National Institute for Health and Care Research (NIHR) sedang melakukan penelitian partisipatif untuk mengidentifikasi kumpulan solusi alternatif pengatasan dampak pembakaran sampah plastik terhadap kesehatan masyarakat.

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari SMARThealth yang ingin diperluas dengan melihat dampak polusi udara terhadap penyakit tidak menular (PTM), seperti misalnya paru-paru dan jantung. Dalam proposal penelitian, hal ini merupakan pengembangan inovasi SMARThealth untuk menurunkan risiko PPOK dan penyakit jantung yang disebabkan oleh polusi udara akibat pembakaran sampah di Kabupaten Malang.

Moderator menyimak secara seksama dalam FGD

Sebagai sebuah metode atau alat, photovoice merupakan pendekatan yang tepat untuk dipratekkan guna meningkatkan partisipasi masyarakat. Photovoice adalah proses teknik fotografi yang dapat membantu individu mengidentifikasi, mengekspresikan dan meningkatkan komunitas melalui gambar/foto. 

Photovoice adalah foto yang memiliki makna yang dapat menceritakan potret fotografer, menceritakan komunitas tertentu atau menggambarkan suatu fenomena. Banyak peneliti telah menggunakan photovoice dalam penelitian yang berkaitan dengan peningkatan kesadaran dan perhatian terhadap masalah yang berkaitan erat dengan kehidupan.

Komponen utama dari photovoice adalah berbagi foto untuk memulai dialog bersama secara kritis (ada proses berbicara dan mendengarkan) yang diharapkan mampu membawa perubahan sosial di lingkungan. Photovoice memprioritaskan interpretasi foto, bukan sekadar mengambil gambar. Penekanannya dalam photovoice adalah pada isi foto dan makna yang diilustrasikan oleh fotografer, bukan kualitas foto yang diambil.

Notulis membantu mendokumentasikan prosesi FGD Photovoice

Dalam photovoice ini, ada lima tahapan dalam kegiatan yang diikuti oleh para kader tersebut. Tahap pertama adalah tahap pengenalan topik dan teknik photovoice. Tahap kedua menyangkut tahapan pengambilan gambar/foto yang dilakukan oleh para kader. Tahapan ketiga merupakan tahap sharing foto dan ceritera. Tahapan keempat adalah tahap diseminasi, dan tahapan kelima adalah tahap refleksi.

Pada pertemuan pada tahapan pertama ini, Christina Arief T. Mumpuni dari YPS yang dibantu notulensi oleh fasilitator NIHR ini mengadakan FGD Photovoice dengan memantik permasalahan dengan topik persampahan plastik dan polusi udara.

Begitu para peserta (partisipan) mulai berdiskusi kelompok di antara mereka berdasarkan pandangan maupun pengalamannya, Christina dan fasilitator NIHR mendengarkan dengan serius apa yang didiskusikan tersebut.

FGD Photovoice yang berlangsung dari pukul 12.16 WIB dan berakhir pada pukul 13.08 WIB dan disaksikan perawat Desa Sumberejo Hari Purnomo, S.Kep.Ners itu, diakhiri dengan diskusi pemilihan waktu pertemuan berikutnya yang akan diselenggarakan bersamaan dengan peserta FGD dari Desa Gampingan nantinya dengan memasuki pada tahapan berikutnya, yaitu sharing foto dan ceritera. Oleh karena itu, sepulang dari FGD Photovoice ini, partisipan mendapat tugas memotret dari hasil apa yang didiskusikan tadi. Setiap peserta maskimal mengirim lima gambar/foto. *** [020524]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Rabu, 01 Mei 2024

FGD Photovoice di Pustu Gampingan

Suasana FGD Photovoice di Pustu Gampingan, Kecamatan Pagak

Usai melakukan Focus Group Discussion (FGD) Photovoice di Balai Desa Bakalan pagi hari (Selasa, 30/04), siang harinya Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K dari Yayasan Percik Salatiga (YPS) bersama fasilitator NIHR langsung menuju ke Pustu Gampingan.

Di Pustu Gampingan, Christina dan fasilitator NIHR juga menyelenggarakan FGD Photovoice. FGD ini diikuti oleh lima orang partisipan dari kader, seperti kader PKK, Posbindu PTM, dan Muslimat. Selain itu, tampak hadir pula perawat Desa Gampingan Tyas Pratiwi, A.Md.Kep yang menyaksikan jalannya FGD Photovoice ini.

YPS (Yayasan Percik Salatiga) bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang, melakukan penelitian partisipatif untuk mengidentifikasi kumpulan solusi alternatif pengatasan dampak pembakaran sampah plastik terhadap kesehatan masyarakat. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari SMARThealth yang ingin diperluas dengan melihat dampak polusi udara terhadap Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti jantung dan paru-paru.

Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Enviromental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) atau yang di Indonesia dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur ini, dilaksanakan oleh beberapa tim (termasuk YPS) di bawah koordinasi UB dengan beberapa metode, seperti antara lain survey dan studi kualitatif. 

YPS berperan untuk mengembangkan penguatan jaringan di masyarakat (CEI/Community engagement and involvement) agar penelitian ini secara partisipatif masyarakat terlibat di dalam berbagai tahapannya. Berbagai pengetahuan dan pengalaman masyarakat dalam mengelola sampah plastik terkait dengan kesehatan di mana selama ini masyarakat di sekitar lokasi pembakaran sampah plastik menjadi penting untuk mengembangkan kebijakan pengelolaan lingkungan dan kesehatan.

FGD ini dimulai pada pukul 12.54 WIB. Mula-mula, Christina memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada partisipan. Kemudian ia pun menjelaskan latar belakang FGD Photovoice mengenai pengelolaan sampah plastik dan kesehatan masyarakat di Kabupaten Malang.

Setelah itu, Christina menerangkan apa itu photovoice. Melalui photovoice, partisipan mengidentifikasi, mendokumentasikan, serta menampilkan kekuatan dan kekhawatiran komunitas dari perspektif anggota komunitas sendiri melalui penggunaan teknologi fotografi/mengambil foto.

Photovoice menggunakan metode penelitian partisipatif dan mendorong peserta untuk mengarahkan proses penelitian. Melalui produk foto diharapkan mewakili dan menceriterakan pengalaman sehari-hari masyarakat. Komponen utama dari photovoice adalah berbagi foto untuk memulai dialog bersama secara kritis (ada proses berbicara dan mendengarkan) yang diharapkan mampu membawa perubahan sosial di lingkungan. Photovoice memprioritaskan interpretasi foto, bukan sekadar mengambil gambar saja. Penekanan dalam photovoice adalah pada isi foto dan makna yang diilustrasikan oleh fotografer, bukan kualitas foto yang diambil.

Manfaat dari photovoice adalah dapat (1) memberikan rekomendasi kepada instansi pemerintah terkait polusi udara dan dampaknya terhadap kesehatan; (2) melakukan perubahan internal di dalam komunitas yang bermanfaat bagi masyarakat; (3) mendorong penyelenggaraan acara di tingkat lokal secara bersama; dan (4) meningkatkan kesadaran tentang dampak polusi udara dari pembakaran sampah terutama sampah plastik dan mengupayakan solusi bersama berdasarkan pengalaman hidup di masyarakat.

Sehabis itu, Christina menguraikan tahapan-tahapan dalam photovoice. Tahap pertama adalah pengenalan topik dan teknik photovoice; tahap kedua pengambilan gambar; tahap ketiga sharing foto dan cerita; tahap keempat diseminasi; dan tahap kelima adalah refleksi.

Pada pertemuan pertama FGD Photovoice di Pustu Gampingan ini adalah pengenalan topik dam teknik photovoice. Setelah peserta (partisipan) FGD Photovoice Desa Gampingan mendengarkan pengenalan topik dan teknik photovoice dari Christina, kemudian dipersilakan untuk membaca informed consent dan bila bersedia dengan suka rela, mereka lanjut menandatanganinya sebagai bukti kesediaan mereka mengikuti photovoice ini.

Lalu, selepas itu, Christina berusaha memantik diskusi kelompok di antara partisipan untuk mengemukan pandangan dan pengalaman mereka dalam pengelolaan sampah plastik dan kesehatan masyarakat.

Setelah dipantik, Christina pun mendengarkan diskusi mereka. Proses FGD Photovoice ini juga dinotulensi oleh fasilitator NIHR, didokumentasikan dalam foto, dan direkam dengan tape recoreder digital sebagai bukti bahwa YPS telah melakukan FGD Photovoice di Desa Gampingan yang bertempat di Pustu Gampingan.

FGD Photovoice di Pustu Gampingan ini selesai pada pukul 13.46 WIB, dan akan bertemu lagi dalam pertemuan tahap berikutnya seminggu yang akan datang setelah partisipan mengirimkan lima foto per peserta untuk kemudian sharing dan bercerita. *** [010524]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Selasa, 30 April 2024

Dua Desa Ikuti FGD Photovoice di Balai Desa Bakalan

Sabtu (30/04) pagi, awan terlihat cerah di Desa Bakalan. Empat orang partisipan tampak sudah ada yang datang dan duduk-duduk di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan yang terletak di Jalan Raya Bakalan Dusun Bakalan 01 RT 01 RW 02 Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

Sambil menunggu yang lainnya, mereka bercengkerama dengan Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K, salah seorang anggota Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Enviromental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) atau yang di Indonesia dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur, asal Yayasan Percik Salatiga (YPS).

YPS (Yayasan Percik Salatiga) bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang melakukan penelitian partisipatif untuk mengidentifikasi kumpulan solusi alternatif pengatasan dampak pembakaran sampah plastik terhadap kesehatan masyarakat. Kegiatan ini sesungguhnya merupakan kelanjutan dari SMARThealth yang ingin diperluas dengan melihat dampak polusi udara terhadap Penyakit Tidak Menular (PTM), seperti paru-paru dan jantung.

Partisipan dari Desa Bakalan dan Krebetsenggrong ikuti FGD Photovoice di Balai Desa Bakalan

Mereka hadir di Balai Desa Bakalan ini dalam rangka mengikuti Focus Group Discussion (FGD) Photovoice yang diselenggarakan oleh YPS dengan dibantu fasilitator NIHR dalam notulensinya. Sebagai sebuah metode atau alat, photovoice merupakan pendekatan yang tepat untuk dipratekkan guna meningkatkan partisipasi masyarakat. 

Photovoice adalah proses teknik fotografi yang dapat membantu individu mengidentifikasi, mengekspresikan dan meningkatkan komunitas melalui gambar/foto. Melalui produk foto diharapkan mewakili dan menceriterakan pengalaman sehari-hari masyarakat. Komponen utama dari photovoice adalah berbagi foto untuk memulai bersama secara kritis (ada proses berbicara dan mendengarkan) yang diharapkan mampu membawa perubahan sosial di lingkungan.

Photovoice memprioritaskan interpretasi foto, bukan sekadar ambil gambar saja. Penekanannya dalam photovoice adalah pada isi foto dan makna yang diilustrasikan oleh fotografer, bukan kualitas foto yang diambil.

Ruang Kasun Balai Desa Bakalan yang ber-AC jadi tempat melaksanakan FGD Photovoice

Photovoice ini memiliki manfaat: (1) Memberikan rekomendasi kepada instansi pemerintah terkait polusi udara dan dampaknya terhadap kesehatan; (2) Melakukan perubahan informal di dalam komunitas yang bermanfaat bagi masyarakat; (3) Mendorong penyelenggaraan acara di tingkat lokal secara bersama; dan (4) Meningkatkan kesadaran tentang dampak polusi udara dari pembakaran sampah terutama sampah plastik dan mengupayakan solusi bersama berdasarkan pengalaman hidup dari masyarakat.

FGD Photovoice ini diikuti oleh dua desa yang terdapat dalam wilayah administatif Kecamatan Bululawang, yaitu Desa Bakalan dan Desa Krebetsenggrong. Setiap desa diharapkan mengirimkan lima orang partisipan dalam FGD tersebut, yang umumnya terdiri dari para kader.

FGD yang dilaksanakan di Ruang Kasun Balai Desa Bakalan itu dimulai pada pukul 09.30 WIB, dan kebetulan ada salah seorang partisipan dari Desa Krebetsenggrong tidak bisa hadir, sehingga esok harinya akan diajak diskusi dalam waktu tersendiri di rumahnya.

Partisipan sedang membaca informed consent terkait FGD Photovoice

Dalam FGD Photovoice ini, Christina memandu jalannya pelaksanaan. Mula-mula ia memberikan daftar hadir untuk diisi oleh partisipan yang terdiri dari 9 orang, satu di antaranya adalah perangkat Desa Bakalan dan berjenis kelamin laki-laki.

Setelah mengisi daftar hadir, partisipan dipersilakan membaca informed consent sebagai syarat bahwa keikutsertaan mereka dalam FGD Photovoice ini atas kerelaannya sendiri. Kemudian Christina memberikan prolog singkat mengenai latar belakang penyelenggaraan FGD Photovoice mengenai pengelolaan sampah plastik dan kesehatan masyarakat di Kabupaten Malang, terus menjelaskan apa itu photovoice, dan terakhir adalah alur tahapan photovoice yang dilalui dalam lima kali pertemuan: tahap pengenalan topik dan teknik  photovoice, tahap pengambilan gambar, tahap sharing foto dan cerita, tahap diseminasi, dan tahap refleksi.

Pertemuan pertama ini, FGD berfokus pada diskusi terkait pengelolaan sampah plastik dan kesehatan masyarakat dan teknik photovoice. Pada kesempatan ini, Christina memantik topik tersebut dihadapan para partisipan untuk mengemukan pengalamannya dari perspektif mereka masing-masing.

Suasana FGD Photovoice di Ruang Kasun Balai Desa Bakalan

Begitu dipantik, suasana pun menjadi hidup. Mereka saling memberikan cerita, pengalaman, maupun pandangannya terhadap pengelolaan sampah plastik dan kesehatan masyarakat terutama terkait dengan masalah polusi udara yang ada di lingkungan sekitar mereka.

FGD Photovoice ini awalnya juga disaksikan oleh perawat Desa Bakalan Dian Pramono, A.Md.Kep yang turut hadir dalam diskusi kelompok tersebut, namun kemudian ia minta izin untuk meninggalkan tempat guna berkegiatan dalam Posyandu Lansia di Desa Bakalan.

Selain didokumentasikan dalam foto, kegiatan FGD Photovoice ini juga direkam dengan tape recorder digital serta notulensi guna analisa data nantinya. Proses FGD ini memakan waktu satu jam lebih.

Christina dan fasilitator NIHR berpamitan dan meninggalkan tempat penyelenggaraan FGD Photovoice di Desa Bakalan pada pukul 11.43 WIB guna melanjutkan perjalanan menuju Pustu Gampingan, di mana di sana juga dijadwalkan penyelenggaraan FGD Photovoice bagi partisipan Desa Gampingan siang hari ini. *** [300424]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Minggu, 28 April 2024

Jadwal Terbaik adalah Jadwal yang Beradaptasi dengan Perubahan

The best schedule is one that is adapting to change.” Ujaran (quote) Tamerlan Kuzgov, seorang penulis The Mixed Martial Art Combines Ineffective Techniques (2021) asal Rusia ini terlihat sederhana, “Jadwal terbaik adalah jadwal yang beradaptasi dengan perubahan.”

Namun dibalik kesederhanaannya, ujaran tersebut memiliki implementasi yang kompleks. Kompleks adalah suatu kesatuan yang terdiri dari sejumlah bagian, khususnya yang memiliki bagian yang saling berhubungan dan saling tergantung.

Berdiskusi dengan perawat Desa Bakalan di Puskesmas Bululawang

Fasilitator dan salah seorang Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC), atau yang dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur, asal Yayasan Percik Salatiga (YPS) – Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K – pun menyadari implisit ujaran Kuzgov tersebut.

Di tengah padatnya jadwal turun lapangan dari Tim Penelitian NIHR yang terdiri dari beberapa institusi (2 dari Fakultas di Universitas Brawijaya (Kedokteran dan Pertanian) dan juga ada 2 civil society yang salah satunya adalah YPS), fasilitator dan YPS berusaha mematangkan jadwal dalam rangka menyelenggarakan FGD (Focus Group Discussion) Photovoice terkait persampahan dan polusi udara.

Menurut Dawson, Manderson & Tallo dalam A Manual for the Use of Focus Groups (Boston: INFDC, 1993), salah satu perencanaan penyelenggaraan operasional untuk FGD adalah merencanakan waktu dan tempat penyelenggaraannya serta mengatur tempat yang memungkinkan terjadinya interaksi yang santai, aman dan nyaman.

Berdiskusi dengan perawat Desa Krebetsenggrong di Puskesmas Bululawang

Ini merupakan hal krusial dan tidak gampang. Mengingat hal ini diikuti oleh beberapa orang dengan berbagai karakteristiknya, dan sekaligus bersinggungan dengan pihak-pihak lainnya. Oleh karena itu, fasilitator dan anggota Tim Penelitian NIHR YPS berusaha berkomunikasi dengan perawat desa masing-masing yang nota bene termasuk individu yang mengenal karakteristik partisipan dan sekaligus geografisnya.

Dua hari fasilitator NIHR melakukan in-depth interview bersama Tim Penelitian NIHR dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) di Puskesmas Bululawang, mengajak anggota Tim Penelitian NIHR YPS agar segera terhubung dengan perawat Desa Bakalan dan Krebetsenggrong.

Hari pertama in-depth interview di Puskesmas Bululawang pada Kamis (25/04), anggota Tim Penelitian NIHR YPS bisa berkomunikasi dengan perawat Desa Bakalan Dian Pramono, A.Md.Kep saat mengantar kader kesehatan Desa Bakalan yang mengikuti in-depth interview di Puskesmas Bululawang.

Berdiskusi dengan perawat Desa Gampingan di Pustu Gampingan

Hari kedua in-depth interview Tim Penelitian NIHR FKUB di Puskesmas Bululawang pada Jumat (26/04), anggota Tim Penelitian NIHR YPS bersua dengan perawat Desa Krebetsenggrong Citra Sulistyo Wardini, A.Md.Kep yang kebetulan mengikuti in-depth interview di Puskesmas Bululawang.

Lalu, pada hari Sabtu (27/04), fasilitator NIHR mengajak anggota Tim Penelitian NIHR YPS untuk bertemu dengan perawat Desa Gampingan dan Sumberejo. Kedua desa tersebut berada di wilayah administratif Kecamatan Pagak dan sekaligus masuk dalam wilayah kerja Puskesmas Pagak.

Pukul 08.25 WIB, fasilitator dan anggota Tim Penelitian NIHR YPS berjumpa dengan perawat Desa Gampingan Tyas Pratiwi, A.Md.Kep di Pustu Gampingan yang beralamatkan di Jalan Raya Gampingan Dusun Krajan RT 04 RW 01 Desa Gampingan, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Berdiskusi dengan perawat Desa Sumberejo di Puskesmas Pagak

Di Pustu Gampingan, kita mediskusikan penyelenggaran FGD Photovoice di Desa Gampingan di tengah jadwal pengumpulan data yang padat merayap dari FKUB. Begitu pula, ketika bersua dengan perawat Desa Sumberejo Hari Purnomo, S.Kep. Ners di Puskesmas Pagak pada pukul 09.03 WIB, juga membahas seperti apa yang dilakukan bersama perawat Desa Gampingan.

Dari empat pertemuan dengan keempat perawat desa tersebut, akhirnya bisa mengagendakan pelaksanaan FGD Photovoice terkait persampahan dan polusi udara setelah melalui diskusi yang intens. Pernah mengalami sejumlah perubahan, entah itu waktunya, entah itu harinya. Namun akhirnya terjadi titik temu dalam jadwal secara sambung-menyambung. Paginya di desa ini, siang/sorenya di desa lainnya.

Setelah disepakati, masalah tidak berhenti di situ saja. Fasilitator segera menghubungi admin penelitian NIHR Hilda Irawati untuk membantu menyiapkan surat pinjam pakai salah satu ruangan di balai desa tempat diselenggarakannya FGD Photovoice kepada Pemerintah Desa setempat, dan sekaligus mengundang kader yang telah terpilih dari desanya masing-masing, mengingat kader sesungguhnya adalah milik desa. *** [280424]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Risk Checker

Risk Checker

Indeks Massa Tubuh

Supplied by BMI Calculator Canada

Statistik Blog

Sahabat eKader

Label

Arsip Blog