Tampilkan postingan dengan label Pengelolaan Sampah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pengelolaan Sampah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 Juli 2024

Implementasi Circle Conversation di Desa Krebet Senggrong

“Tidak ada kekuatan untuk melakukan perubahan yang lebih besar daripada komunitas yang menemukan apa yang mereka pedulikan.” – Margaret J.Wheatley


Sepuluh orang warga – 6 perempuan dan 4 laki-laki – dari 3 dusun yang ada di Desa Krebet Senggrong, mengikuti circle conversation yang diadakan di gedung PKK yang berada di Jalan Dusun Krpayak Jaya No. 1 Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, pada Kamis (11/07).

Circle conversation adalah proses terstruktur yang memungkinkan peserta berbagi cerita dan pengalaman melalui komunikasi tatap muka dengan cara duduk melingkar. Circle conversation dianggap sebagai alat untuk memfasilitasi pembicaraan, mendengarkan, dan mendukung kesetaraan suara sehingga semua suara dapat didengar, dihargai, dan dihormati.

Circle conversation yang dilokalkan dengan sebutan rembug warga itu yang digelar oleh Tim CEI (Community engagement and involvement) merupakan bagian dari penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Enviromental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC).

Kades Krebet Senggrong berpose dengan peserta circle conversation

Penyelenggaraan ini dibantu oleh para kader peserta photovoice (Lydia Mas'udah, Nadzirotun Khasanah, Yeni, Mariana, Nur Rohma, Sanik) sebagai organizing committee (OC) dalam implementasi rembug warga atau circle conversation. Mereka berbagi peran sendiri, ada yang menjadi master of ceremony (MC), notulis, dan lain-lain.

Tak hanya itu, terlihat pula salah seorang anggota Tim CEI Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. yang membantu notulensi dengan laptop. Selain itu, juga terdapat fasilitator NIHR yang membantu dalam mendokumentasikan kegiatan ini.

Kegiatan yang dimulai pukul 09.27 WIB dipandu langsung oleh Koordinator Tim CEI Haryani Saptaningtyas, S.P., M.Sc., Ph.D. Selain sebagai Koordinator Tim CEI, ia juga merupakan Direktur Yayasan Percik Salatiga (YPS), staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dan penulis buku "This is our belief around here": Purification in Islamic Thought and Pollution of Citarum River in West Java” (LIT Verlag Münster, 2021).

Perpaduan antara pengalamannya yang malang melintang di lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan mengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) memperlihatkan kepiawaiannya dalam memandu circle conversation dengan tema utama pada pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat.

Sambutan Kades dalam circle conversation

Sebelum circle conversation dimulai terlebih dahulu diisi dengan sambutan dari Kepala Desa (Kades) Krebet Senggrong Slamet Efendi, S.E. Dalam sambutannya, Kades Krebet Senggrong mengapresiasi kegiatan yang terkait masalah persampahan, dan harapannya nanti juga ada pendampingan dalam hal pengelolaan sampah.

Setelah sambutan dari Kades Krebet Senggrong, dilanjutkan dengan sambutan dari Koordinator Tim CEI yang diisi dengan perkenalan dan menjelaskan kegiatan circle conversation dalam kerangka penelitian NIHR. Setelah itu, langsung disambung dengan implementasi circle conversation.

Mula-mula, Haryani menjelaskan informed consent sebagai bentuk persetujuan atas kerelaan peserta mengikuti kegiatan circle conversation secara suka rela. Kemudian, ia pun menjelaskan tema pengelolaan sampah dalam circle conversation.

Kemudian mempersilakan peserta circle conversation untuk memperkenalkan diri dan bercerita tentang penanganan sampah yang dilakukan dalam kesehariannya. Waktunya dibatasi hingga 2 menit, tidak boleh lebih. Jadi, dalam circle conversation ini, semua perserta harus berbicara.

Peserta circle conversation dilihat dari pintu masuk gedung PKK Desa Krebet Senggrong

Dari cerita-cerita itu mengemuka bahwa penanganan sampah di Desa Krebet Senggrong dalam pengelolaannya terlihat beragam. Ada yang berlangganan untuk diambil petugas pengangkut sampah, ada yang dibuang di lahan belakang rumah terus dibakar, dan ada yang dibuang di lahan kosong dekat musholla.

Terkait pembakaran sampah, umumnya dilakukan mereka yang memiliki lahan luas dan rumah tidak berdempetan. Mereka juga sebagian ada yang mengetahui bahwa pembakaran sampah itu berpengaruh pada kesehatan, terutama masalah pernapasan.

Setelah mereka selesai berbicara masing-masing dulu terus mendengarkan yang lainnya, Haryani pun berusaha mencatat segala pengelolaan sampah dari perspektif mereka, dan kemudian pada kesempatan itu, ia juga memberikan wawasan dalam bahayanya pembakaran sampah.

Mengutip dari data yang dibacanya, Haryani berusaha menjelaskan bahwa asap dari pembakaran sampah mengandung hidrokarbon benzopirena. Gas tersebut 350 kali lebih berbahaya dari pada asap rokok.

Peserta circle conversation dari dalam

Kemudian pembakaran sampah plastik bisa membuat lapisan ozon menipis. Saat lapisan ozon menipis, suhu bumi akan semakin panas. Membakar sampah plastik sama saja menambah racun ke udara. Karena zat kimia beracun yang dibakar keluar sehingga bercampur dengan udara. Sampah plastik yang dibakar akan menghasilkan zat-zat berbahaya seperti dioksin. Zat tersebut bisa meningkatkan risiko munculnya kanker.

Memang sebuah dilemma. Mengutip dari Laporan Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup Indonesia, Haryani menyebutkan bahwa 53% masyarakat Indonesia masih membakar sampah dengan alasan praktis dan cepat bersih. Namun dibalik itu, membakar sampah dapat memberikan dampak berbahaya baik bagi kesehatan maupun lingkungan.

Oleh karena itu, circle conversation dapat berguna untuk menangkap perspektif dari warga masyarakat, dan perspektif tersebut terkadang bisa menjadi perspektif dalam memberikan solusi penanganannya, yang pada akhirnya melahirkan sebuah kepedulian.

Kata Margaret J. Wheatley, seorang penulis, guru, pembicara, dan konsultan manajemen Amerika yang bekerja untuk menciptakan organisasi dan komunitas yang layak huni manusia, "There is no power for change greater than a community discovering what it cares about" (Tidak ada kekuatan untuk melakukan perubahan yang lebih besar daripada komunitas yang menemukan apa yang mereka pedulikan). *** [110724]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 04 Juli 2024

Kepedulian Kades Krebet Senggrong dalam Kebersihan Lingkungan

“Anda dapat mulai mengubah dunia menjadi lebih baik setiap hari – tidak peduli seberapa kecil tindakannya.” –Neslon Mandela

Topi flatcap warna krem yang dikenakannya memiliki keunikan tersendiri, terkesan santai, dewasa dan sangat bergaya. Bagi yang belum mengenalnya, pria paruh baya berkaca mata itu terlihat ala pelukis. Namun kalau sudah mengobrol dengan pemilik nama lengkap Slamet Efendi, S.E., begitu luas wawasannya.

Slamet Efendi dikenal sebagai Kepala Desa (Kades) Krebet Senggrong, salah satu desa yang berada di wilayah administratif Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Ia berpembawaan halus, sopan,  dan semanak.

Berbincang-bincang dengan Kades Krebet Senggrong

Kamis (04/07) pagi, fasilitator NIHR dan Tim CEI (Community engagement and involvement) dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) berbincang-bincang dengan Kades Krebet Senggrong terkait pengelolaan sampah selama ini.

Kehidupan manusia tidak terlepas dari produksi sampah terutama dalam kehidupan sekarang ini. Setiap hari, kita menghasilkan berbagai jenis sampah, mulai dari sampah organik seperti sisa makanan, hingga sampah anorganik atau non-organik seperti plastik, kertas, logam, dan lain-lain. Sampah-sampah ini berasal dari aktivitas sehari-hari dari sisa makanan yang dikonsumsi masyarakat dan barang, pengemasan produk, serta proses industri.

Produksi sampah yang tinggi menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan sosial. Sampah dapat mencemari air dan udara, merusak ekosistem alami, serta membahayakan kesehatan manusia dan hewan.

TPS Krapyak Jaya, Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang

Fenomena ini dimengerti betul oleh Kades Krebet Senggrong Slamet Efendi. Oleh karena itu, di awal masa jabatannya (tahun 2019), kebersihan lingkungan menjadi visi utama sang kades. Ia pun berusaha menganggarkan untuk kebersihan lingkungan utamanya yang berkaitan dengan pengelolaan sampah, seperti pengadaan bak sampah yang terbuat dari ban yang diambilkan dari Alokasi Dana Desa (ADD), dan gerobak sampah.

“Meski porsinya tidak besar,” kata Kades Krebet Senggrong, “Namun hal itu untuk mewujudkan visinya dalam menjalankan kebersihan lingkungan secara berkelanjutan.”

Setahun menjabat sebagai Kades, Slamet Efendi menginisiasi pembangunan Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) yang berlokasi di Dusun Krapyak Jaya RT 14 RW 03 Desa Krebet Senggrong, berada di dekat Saluran Irigasi Kedungkandang, yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan Kali Anyar.

TPS Krapyak Jaya dilihat dari jembatan lori yang melintang di atas Kali Anyar

Bangunan berukuran 10 x 10 meter itu didirikan di atas tanah irisan tanah bengkok, dan pembiayaan pembangunannya mendapat bantuan corporate social responsibility (CSR) dari Pabrik Gula (PG) Krebet Baru.

Kemudian setelah bangunan TPS berdiri, Kades Slamet Efendi berusahan membangun insinerator. Insinerator merupakan alat yang digunakan untuk membakar limbah padat dan dioperasikan dengan memanfaatkan teknologi pembakaran pada suhu tertentu.

Insinerator yang didirikan dari Dana Desa (DD) tersebut sebenarnya digadang-gadang sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi timbunan limbah. Namun baru sekali dipakai, mendapat larangan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) karena dikawatirkan menimbulkan pencemaran udara. Sejak itu, insinerator tidak dioperasikan lagi.

Cerobong insinerator di TPS Krapyak Jaya yang sudah tidak dioperasikan lagi

Setelah prasarana dan sarana TPS ada, pengelolaan sampah diserahkan kepada BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). BUMDes sendiri merupakan usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa, dan berbadan hukum.

Pengelolaan sampah di TPS Krapyak Jaya tersebut tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Terkadang menemui sejumlah kendala dan pasang surut. Persoalannya bisa internal maupun eksternal.

Masalah internalnya biasanya terjadi pada komunikasi di antara sumber daya manusia yang ada dalam tata kelola sampah. Sedangkan persoalan eksternal bisa terjadi bila ada keterlambatan pengangkutan sampah dari TPS Krapyak Jaya menuju Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung, Kepanjen, seperti keterlambatan pengambilan sampah karena sesuatu hal, seperti container mengalami kerusakan, dan lain-lain. Hal ini akan menyebabkan masyarakat kembali ke cara tradisional, yaitu dengan membakar sampah yang menimbulkan polusi udara dan berdampak bagi kesehatan masyarakat.

Tumpukan sampah dan gerobak sampah
 
Permasalahan yang dijumpai itu, diakui oleh Kades Slamet Efendi masih perlu pembenahan di sana-sini, seperti perlunya pendampingan dalam pengelolaan sampah yang baik, pemilahan sampah, pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, dan edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan dan dampak negatif sampah bila tidak dikelola dengan baik.

Kendati demikian, kepedulian Kades Krebet Senggrong terhadap kebersihan lingkungannya patut diapresiasi. Seperti ujaran (quote) Nelson Rolihlahla Mandela (1918-2013) yang pernah menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan sejak 1994 sampai 1999, “You can start changing the world for the better daily - no matter how small the action" (Anda dapat mulai mengubah dunia menjadi lebih baik setiap hari – tidak peduli seberapa kecil tindakannya). *** [040724]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Jumat, 10 Mei 2024

Ngangsu Kawruh Di TPST 3R Mulyoagung

Jika Anda menyatukan keseluruhan gambarannya, mendaur ulang adalah hal yang benar untuk dilakukan.”

– Pam Shoemaker, Author

Sedianya Senin (06/05) kemarin, fasilitator NIHR dengan 2 staf PTM dan Kesehatan Jiwa (Keswa) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang (Imam Ghozali, S.Kep. Ners dan Gatot Sujono, S.ST, M.Pd) serta Wakil Direktur (Wadir) Yayasan Percik Salatiga (Damar Waskitojati, S.Kom, M.Si) ingin beraudiensi dan rescheduling jadwal Focus Group Discussion (FGD) Anggota Komunitas dengan Kepala Desa (Kades) Gampingan, namun tak berjumpa lantaran Kades sedang ada pertemuan di Pendopo Agung Kabupaten Malang.

Berpose dengan Kabid PSLB3 DLH Kabupaten Malang dan Wakil Ketua KSM TPST 3R Mulyoagung

Akhirnya, 2 staf PTM dan Keswa kembali ke tempatnya masing-masing, dan fasilitator NIHR diajak Wadir Yayasan Percik Salatiga (YPS) untuk menjumpai Kepala Bidang (Kabid) Pengelolaan Sampah dan LB3 (PSLB3) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Malang Ir. Renung Rubiyatadji, MM.

Janjian pun ditetapkan untuk menemuinya di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Reduce, Reuse, Recycle (3R) Mulyoagung yang beralamatkan di Jalan TPST No. 1 Dusun Jetak Lor, Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.

Pintu masuk TPST 3R Mulyoagung

Wadir YPS dan fasilitator NIHR diterima dengan ramah di Ruang KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) pada pukul 12.48 WIB. Kemudian Wadir YPS pun mengutarakan maksud dan tujuan dari penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC), atau yang di Indonesia dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur,” dan ingin ngangsu kawruh (menimba ilmu) di TPST 3R Mulyoagung.

Usai mendengar maksud dan tujuannya, Kabid PSLB3 yang didampingi Wakil Ketua Nugraha Wijayanto berceritera dengan semangat mengenai TPST 3R Mulyoagung, yang merupakan salah satu TPS di Kabupaten Malang yang menampung berbagai macam sampah dari masyarakat di sekitar Kecamatan Dau sebelum diangkut ke Tempat Penampungan Akhir (TPA) Talangagung Kepanjen.

Beraudiensi dengan Kabid PSLB3 DLH Kabupaten Malang

Keberadaan TPST 3R ini berhasil menuntaskan persoalan lingkungan di Desa Mulyoagung khususnya dan Kecamatan Dau pada umumnya. Saat ini, TPST 3R ini telah menjadi TPST percontohan yang sering menjadi referensi bagi daerah lain. Bahkan, beberapa pengunjung TPST ini datang dari luar negeri.

TPST 3R Mulyoagung dirintis sejak tahun 2005 oleh KSM yang peduli terhadap kelestarian lingkungan sejak program kali bersih (prokasih) berusaha untuk menciptakan solusi dari permasalahan sampah ini.

Bagan kerja TPST 3R Mulyoagung

Dari solusi yang ditawarkan oleh KSM Desa Mulyoagung maka keluarlah ide untuk membangung TPST sebagai solusi akhir dari permasalahan sampah yang sebelumnya dibuang di daerah aliran sungai Brantas.

TPST 3R Mulyoagung mulai beroperasi pada 2011 untuk menangani masalah sampah di daerah tersebut dengan menerapkan proses 3R (Reduce, Reuse, Recycle), mengelompokkan sampah menjadi organik, non-organik dan residu.

Mobil pengangkut sampah menurunkan sampah di zona 1 (pemilahan sampah)

Setiap harinya TPST 3 R Mulyoagung menerima puluhan ton lebih sampah. Komposisi sampah yang masuk ke TPST 3R Mulyoagung terdiri dari sampah basah, sampah plastik, sampah kertas, diaspers, kayu, kabel, Styrofoam, sampah B3, kain/tekstil, kaca, karet, kaleng, logam dan kulit.

Kesemua sampah tersebut begitu masuk ke TPST 3R Mulyoagung akan dipilah-pilah sesuai zona komposisinya. Pemilahan dilakukan oleh 58 orang yang diperkerjakan di TPST tersebut. Mereka seperti sudah terspesialisasi dalam bagian zona yang ditanganinya.

Aktivitas pemilahan sampah di zona 2

Pengolahan sampah menghasilkan produk berupa kompos, hasil pemilahan limbah nasi, sampah kering. Dedaunan dan kayu tebangan pohon diolah menjadi kompos; limbah nasi dijual ke peternak, sampah plastik diambil pengepul untuk dijual ke pabrik daur ulang. Selain itu, dari hasil limbah sampah plastik (kresek) juga dibuat tas rajutan, dan ada juga limbah sampah yang dibuat sabun cair, serta mulai mengembangkan maggot. Sedangkan, yang dirasa tidak memiliki nilai ekonomi, dikirim ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

“Sebenarnya sampah kalau dikelola dengan baik tidak menjadi masalah,” jelas Kabid PSLB3. “Dan, kebetulan KSM di sini mengelolanya dengan 3R, jadinya mazhabnya recycle buka bakar-bakaran (insinerator),” selorohnya.

Petugas sedang mengepres limbah sampah styrofoam dengan alat pres

Dalam tata kelola TPST 3R Mulyoagung ini, setiap rumah tangga dikenai iuran 20 ribu per bulan. Setiap bulannya bisa terkumpul 250 juta untuk biaya operasional TPST 3R Mulyoagung. Sedangkan, untuk sarana dan prasarana dibantu oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang. Sekitar 0,2% dianggarkan bagi pengelolaan sampah dari APBD Pemkab Malang.

Setelah berdialog dan berdiskusi cukup lama dengan Kabid PSLB3 dan Wakil Ketua KSM TPST 3R Mulyoagung, Wadir YPS dan fasilitator NIHR diajak berkeliling lokasi yang memiliki zona yang lengkap termasuk bengkel untuk memperbaiki kursi-kursi yang dibuang ke TPST 3R Mulyoagung untuk diperbaiki dan digunakan lagi.

Zona 4 untuk pembuatan sabun cair atau ecoenzym

Setelah itu, Wadir YPS dan fasilitator NIHR diajak foto bersama di depan papan penanda TPST 3R Mulyoagung yang cukup besar tepat di samping pintu masuk yang bertuliskan Pusat Edukasi Pengembangan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. 

TPST 3R Mulyoagung merupakan inovasi yang perlu dikembangkan terus. Dengan motto: “Edu Sampah Cipta Kerja” berharap TPST 3R Mulyoagung dapat mengedukasi pengelolaan sampah untuk menciptakan lapangan kerja. *** [100524]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Risk Checker

Risk Checker

Indeks Massa Tubuh

Supplied by BMI Calculator Canada

Statistik Blog

Sahabat eKader

Label

Arsip Blog