Tampilkan postingan dengan label NIHR. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label NIHR. Tampilkan semua postingan

Rabu, 17 Juli 2024

Lima Tempat di Kabupaten Gresik Dikunjungi Tim Penelitian NIHR

Hari kedua (Selasa, 16/07) bertugas di Kabupaten Gresik, tiga anggota Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) – Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked.Trop., Meutia Fildzah Sharfina, SKM, MPH, dan saya – mengunjungi lima tempat.

Kelima tempat tersebut yakni Kantor Kepala Desa Roomo, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kamar Dagang dan Industri (Kadin), dan Kantor Kepala Desa Sukomulyo.

Kunjungan di hari kedua ini sama dengan kunjungan di hari pertama, yaitu silaturahmi dan mengagendakan pengumpulan data kualitatif dalam rangka penelitian NIHR di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) dan desa yang ada di Kabupaten Gresik.

Silaturahmi dengan Kades Roomo, dan menjadwalkan agenda NIHR

Kunjungan pertama dimulai dengan sowan ke Kantor Kepala Desa Roomo yang beralamatkan di Jalan Sumur Giwang No. 44 RT 05 RW 01 Desa Roomo, Kecamatan Manyar. Di Kantor Kepala Desa, Tim Penelitian NIHR diterima oleh Rudi (staf Desa) dan kemudian dipertemukan dengan Kepala Desa (Kades) Roomo Taqwa Zainuddin ruang kerjanya.

Di ruang kerja tersebut, Tim Penelitian NIHR diterima dengan ramah oleh Kades dan 2 stafnya. Mereka meresponnya dengan baik, dan menjadwalkan pada Jumat (19/07) untuk melakukan Focus Group Discussion (FGD) dalam 4 kategori secara paralel mengingat hari itu merupakan hari pendek.

Dari Kantor Kepala Desa Roomo, Tim Penelitian NIHR bergerak menuju ke Kantor DLH yang berada di Jalan K.H. Wachid Hasyim No. 17 Kelurahan Bedilan, Kecamatan Gresik, yang berjarak sekitar 5 kilometer.

Silaturahmi ke Kantor DLH Kab. Gresik

Kantor DLH berada di lantai 2 dari gedung yang diperuntukkan bagi Kantor Dinas Sosial (Dinsos), DLH, dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), yang lokasinya tepat berada di sebelah utara alun-alun Kabupaten Gresik.

Di resepsionis DLH, tamu dipersilakan mengisi Buku E-Tamu dengan cara melakukan scan barcode, lalu mengisinya. Setelah mengisi buku tamu elektronik tersebut, Tim Penelitian NIHR dipersilakan menuju ke ruang Bidang PPKLH (Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup), dan diterima dengan baik oleh staf bidang tersebut bernama Toni serta akan disampaikan ke Kepala Bidang (Kabid) untuk menjadwalkan wawancara.

Usai dari Kantor DLH, Tim Penelitian NIHR bergerak menuju ke Kantor DPRD yang berjarak sekitar 73 meter sebelah barat Kantor DLH. Di Kantor DPRD, Tim Penelitian NIHR diterima oleh bagian Humas Leni.

Bertemu dengan staf Humas DPRD Kab. Gresik

Atas saran bagian Humas, disuruh menunggu surat izin penelitian edisi revisi yang dikeluarkan dari pihak terkait di Kabupaten Gresik. Setelah itu, suratnya dimasukkan ke Kantor DPRD dan langsung akan diproses untuk mendapatkan disposisi dari Ketua DPRD dan kemudian barulah wawancara.

Selesai di Kantor DPRD, Tim Penelitian NIHR bergerak menuju ke Kantor Kadin yang berada di Jalan Panglima Sudirman, yang jaraknya sekitar 1,6 kilometer dari Kantor DPRD. Tiba di di Kantor Kadin tutup, karena personilnya sedang ada pelatihan di tempat lain, dan yang dilakukan kemudian berkontak lewat whatsapp (WA) dan dijanjikan untuk wawancara pada hari Senin (22/07) oleh Ketua Kadin Rizal.

Usai dari Kantor Kadin sebenarnya Tim Penelitian NIHR ingin langsung ke Kantor Kepala Desa Sukomulyo namun dapat kabar, baru bisa ditemui pada pukul 13.30 WIB. Mengisi kekosongan waktu, akhirnya digunakan oleh Tim Penelitian NIHR untuk makan siang di Koromi Café & Resto yang diresmikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI pada 18 Desember 2022. Makan di Koromi ini tujuannya agar mendapat bill (tagihan pengeluaran) yang ada nama usaha dagangnya dan stempelnya.

Silaturahmi di Kantor Desa Sukomulyo, dan menjadwalkan NIHR

Selesai makan, Tim Penelitian NIHR kembali ke basecamp dulu, yakni di Front One Hotel untuk merampungkan tugas-tugas lainnya, dan pada pukul 13.00 WIB lebih sedikit, Tim Penelitian NIHR meluncur menuju ke Kantor Kepala Desa Sukomulyo yang beralamatkan di Jalan K.H. A. Bisri II No. 26 RT 10 A RW 03 Desa Sukomulyo, Kecamatan Manyar.

Di Kantor Desa Sukomulyo, Tim Penelitian NIHR diterima dengan ramah oleh staf Desa Lilik di Ruang Perpustakaan yang berada di lantai 2, dan dijadwalkan untuk FGD pada hari Jumat (19/07). Mundur sehari dari jadwal karena pada hari Kamis (18/07) karena hari itu di Kantor Desa ada acara kegiatan Sekolah Orangtua Hebat (SOTH).

Selesai dari Kantor Desa Sukomulyo, Tim Penelitian NIHR kembali ke basecamp karena ada anggota Tim Penelitian NIHR yang akan melakukan meeting secara zoom. *** [170724]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 11 Juli 2024

Implementasi Circle Conversation di Desa Krebet Senggrong

“Tidak ada kekuatan untuk melakukan perubahan yang lebih besar daripada komunitas yang menemukan apa yang mereka pedulikan.” – Margaret J.Wheatley


Sepuluh orang warga – 6 perempuan dan 4 laki-laki – dari 3 dusun yang ada di Desa Krebet Senggrong, mengikuti circle conversation yang diadakan di gedung PKK yang berada di Jalan Dusun Krpayak Jaya No. 1 Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, pada Kamis (11/07).

Circle conversation adalah proses terstruktur yang memungkinkan peserta berbagi cerita dan pengalaman melalui komunikasi tatap muka dengan cara duduk melingkar. Circle conversation dianggap sebagai alat untuk memfasilitasi pembicaraan, mendengarkan, dan mendukung kesetaraan suara sehingga semua suara dapat didengar, dihargai, dan dihormati.

Circle conversation yang dilokalkan dengan sebutan rembug warga itu yang digelar oleh Tim CEI (Community engagement and involvement) merupakan bagian dari penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Enviromental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC).

Kades Krebet Senggrong berpose dengan peserta circle conversation

Penyelenggaraan ini dibantu oleh para kader peserta photovoice (Lydia Mas'udah, Nadzirotun Khasanah, Yeni, Mariana, Nur Rohma, Sanik) sebagai organizing committee (OC) dalam implementasi rembug warga atau circle conversation. Mereka berbagi peran sendiri, ada yang menjadi master of ceremony (MC), notulis, dan lain-lain.

Tak hanya itu, terlihat pula salah seorang anggota Tim CEI Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. yang membantu notulensi dengan laptop. Selain itu, juga terdapat fasilitator NIHR yang membantu dalam mendokumentasikan kegiatan ini.

Kegiatan yang dimulai pukul 09.27 WIB dipandu langsung oleh Koordinator Tim CEI Haryani Saptaningtyas, S.P., M.Sc., Ph.D. Selain sebagai Koordinator Tim CEI, ia juga merupakan Direktur Yayasan Percik Salatiga (YPS), staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dan penulis buku "This is our belief around here": Purification in Islamic Thought and Pollution of Citarum River in West Java” (LIT Verlag Münster, 2021).

Perpaduan antara pengalamannya yang malang melintang di lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan mengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) memperlihatkan kepiawaiannya dalam memandu circle conversation dengan tema utama pada pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat.

Sambutan Kades dalam circle conversation

Sebelum circle conversation dimulai terlebih dahulu diisi dengan sambutan dari Kepala Desa (Kades) Krebet Senggrong Slamet Efendi, S.E. Dalam sambutannya, Kades Krebet Senggrong mengapresiasi kegiatan yang terkait masalah persampahan, dan harapannya nanti juga ada pendampingan dalam hal pengelolaan sampah.

Setelah sambutan dari Kades Krebet Senggrong, dilanjutkan dengan sambutan dari Koordinator Tim CEI yang diisi dengan perkenalan dan menjelaskan kegiatan circle conversation dalam kerangka penelitian NIHR. Setelah itu, langsung disambung dengan implementasi circle conversation.

Mula-mula, Haryani menjelaskan informed consent sebagai bentuk persetujuan atas kerelaan peserta mengikuti kegiatan circle conversation secara suka rela. Kemudian, ia pun menjelaskan tema pengelolaan sampah dalam circle conversation.

Kemudian mempersilakan peserta circle conversation untuk memperkenalkan diri dan bercerita tentang penanganan sampah yang dilakukan dalam kesehariannya. Waktunya dibatasi hingga 2 menit, tidak boleh lebih. Jadi, dalam circle conversation ini, semua perserta harus berbicara.

Peserta circle conversation dilihat dari pintu masuk gedung PKK Desa Krebet Senggrong

Dari cerita-cerita itu mengemuka bahwa penanganan sampah di Desa Krebet Senggrong dalam pengelolaannya terlihat beragam. Ada yang berlangganan untuk diambil petugas pengangkut sampah, ada yang dibuang di lahan belakang rumah terus dibakar, dan ada yang dibuang di lahan kosong dekat musholla.

Terkait pembakaran sampah, umumnya dilakukan mereka yang memiliki lahan luas dan rumah tidak berdempetan. Mereka juga sebagian ada yang mengetahui bahwa pembakaran sampah itu berpengaruh pada kesehatan, terutama masalah pernapasan.

Setelah mereka selesai berbicara masing-masing dulu terus mendengarkan yang lainnya, Haryani pun berusaha mencatat segala pengelolaan sampah dari perspektif mereka, dan kemudian pada kesempatan itu, ia juga memberikan wawasan dalam bahayanya pembakaran sampah.

Mengutip dari data yang dibacanya, Haryani berusaha menjelaskan bahwa asap dari pembakaran sampah mengandung hidrokarbon benzopirena. Gas tersebut 350 kali lebih berbahaya dari pada asap rokok.

Peserta circle conversation dari dalam

Kemudian pembakaran sampah plastik bisa membuat lapisan ozon menipis. Saat lapisan ozon menipis, suhu bumi akan semakin panas. Membakar sampah plastik sama saja menambah racun ke udara. Karena zat kimia beracun yang dibakar keluar sehingga bercampur dengan udara. Sampah plastik yang dibakar akan menghasilkan zat-zat berbahaya seperti dioksin. Zat tersebut bisa meningkatkan risiko munculnya kanker.

Memang sebuah dilemma. Mengutip dari Laporan Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup Indonesia, Haryani menyebutkan bahwa 53% masyarakat Indonesia masih membakar sampah dengan alasan praktis dan cepat bersih. Namun dibalik itu, membakar sampah dapat memberikan dampak berbahaya baik bagi kesehatan maupun lingkungan.

Oleh karena itu, circle conversation dapat berguna untuk menangkap perspektif dari warga masyarakat, dan perspektif tersebut terkadang bisa menjadi perspektif dalam memberikan solusi penanganannya, yang pada akhirnya melahirkan sebuah kepedulian.

Kata Margaret J. Wheatley, seorang penulis, guru, pembicara, dan konsultan manajemen Amerika yang bekerja untuk menciptakan organisasi dan komunitas yang layak huni manusia, "There is no power for change greater than a community discovering what it cares about" (Tidak ada kekuatan untuk melakukan perubahan yang lebih besar daripada komunitas yang menemukan apa yang mereka pedulikan). *** [110724]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Senin, 01 Juli 2024

Peduli Lingkungan, Ketua TP PKK Tlogorejo Ajak Kader Kesehatan Bersihkan Sampah Plastik di Waduk Karangkates

Plastic pollution is a global issue: killing wildlife, contaminating our oceans and waters, and lasting far longer than it is used.”

– Leonardo DiCaprio, actor and environmental activist.

Sampah plastik adalah persoalan yang membutuhkan perhatian dan tindakan bersama dari seluruh masyarakat. Peduli terhadap lingkungan terkait sampah plastik sangat penting untuk menjaga keberlanjutan bumi kita.

Inisiatif yang sangat baik untuk peduli lingkungan muncul di Desa Tlogorejo. Desa Tlogorejo terletak di wilayah Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang dengan posisi dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga: di sebelah utara berbatasan dengan Sungai Brantas (Waduk Karangkates) dan Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung; di sebelah barat berbatasan dengan Desa Sumberpetung, Kecamatan Kalipare; di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pagak dan Desa Sempol, Kecamatan Pagak; dan di sebelah timur berbatasan dengan Desa Gampingan, Kecamatan Pagak.

Ketua TP PKK, bidan Pustu Tlogorejo, dan kader kesehatan yang mengajak fasilitator NIHR berpose bersama usai bersih-bersih sampah plastik di pinggiran Waduk Karangkates

Di penghujung bulan Juni 2024, Ahad (30/06) pagi yang cerah, Ketua Tim Penggerak PKK (TP PKK) Sulis Nurhayati Eko Wahyudi atau yang akrab disapa Lis Eko Wahyudi mengajak kader kesehatan membersihkan sampah di pinggiran Waduk Karangkates, tepatnya di Kali Pang yang berada di perbatasan antara Dusun Dadapan (RT 25 RW 06) dan Dusun Druju (RT 26 RW 07).

Pukul 07.00 WIB Ketua TP PKK Desa Tlogorejo dan bidan Desa Sulianil bersama 18 kader kesehatan dengan dibantu Ketua RT 25, Ketua RT 14, dan Ketua RW 06 serta lima orang bapak-bapak bergotong-royong membersihkan sampah yang mengapung di pinggiran Waduk Karangkates. Totalnya ada 28 orang, dan dihadiri oleh fasilitator NIHR yang sekaligus anggota Tim SMARThealth Universitas Brawijaya (UB) serta anggota Tim Penelitian NIHR (Tim CEI).

Ketua TP PKK Desa Tlogorejo berbincang dengan Tim CEI di tengah-tengah bersih-bersih sampah plastik

Membersihkan sampah yang umumnya didominasi sampah plastik di Waduk Karangkates bisa sangat bermanfaat untuk menjaga lingkungan air tetap sehat dan aman bagi satwa dan manusia. “Lingkungan jadi bersih, sehat, dan sedap dipandang,” seloroh Ketua TP PKK, yang juga istri Kepala Desa (Kades) Tlogorejo Eko Wahyudi.

Sampah plastik yang diangkat ke permukaan tanah oleh Ketua TP PKK, kader kesehatan dan masyarakat, umumnya terdiri dari diaspers, kantung plastik, dan sejumlah botol aqua. Diaspers merupakan alat yang berupa popok sekali pakai berdaya serap tinggi yang terbuat dari plastik dan campuran bahan kimia untuk menampung sisa-sia metabolisme seperti air seni, feses maupun darah haid.

Kader kesehatan sedang mengangkat sampah plastik

Dikutip dari situs berita depok, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok, Zakiah mengatakan, bahan dasar popok sekali pakai 55 persen terbuat dari material plastik yang butuh waktu hingga ratusan tahun untuk terurai alami. Bahan popok juga mengandung 42 persen senyawa kimia Super Absorbent Polimer (SAP). 

Zat-zat tersebut menyumbang dalam pencemaran bila dibuang secara sembarangan, dan tentunya akan berpengaruh bagi kesehatan masyarakat Desa Tlogorejo. Dalam jangka panjangnya, seperti apa yang dikatakan oleh seorang antropolog budaya Amerika Margaret Mead (1901-1978), “We won’t have a society if we destroy the environment” (Kita tidak akan memiliki masyarakat jika kita merusak lingkungan).

Fasilitator NIHR bersama bapak-bapak berpartisipasi bersih-bersih sampah plastik dari atas perahu

Oleh karena itu, gerakan aksi dari Ketua TP PKK dan bidan Desa Tlogorejo bersama dengan kader kesehatan berseragam oranye dan masyarakat umum patut diacungi jempol! Partisipasi mereka dalam membersihkan sampah plastik di pinggiran Waduk Karangkates adalah contoh nyata dari kepedulian warga terhadap lingkungan mereka.

Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya memahami pentingnya menjaga kebersihan lingkungan secara umum, tetapi juga aktif berkontribusi dalam upaya nyata untuk meningkatkan kondisi lingkungan di sekitar mereka.

Aksi Ketua RT yang nyemplung ke Waduk Karangkates untuk membantu membabat tanaman yang tumbuh agar aliran air lancar

Partisipasi mereka tentunya berguna dalam memberikan contoh sikap dan perilaku positif; mendorong kesadaran dan pendidikan; meningkatkan kebersihan dan kualitas hidup; peningkatan hubungan sosial dan solidaritas; dan berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan.

Partisipasi mereka dalam kegiatan lingkungan seperti ini tidak hanya memberikan manfaat praktis langsung, tetapi juga mempromosikan sikap dan tindakan yang positif dalam menjaga keberlanjutan lingkungan di tingkat lokal maupun global. *** [010724]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Jumat, 28 Juni 2024

14 Nakes Puskesmas Bululawang Ikut FGD Fase 1 NIHR

Setelah dilakukan Focus Group Discussion (FGD) Fase 1 terkait sampah plastik di Desa Krebet Senggrong dan Desa Bakalan bagi kader kesehatan, wakil masyarakat terdampak polusi (pria), wakil masyarakat terdampak polusi (wanita), dan tokoh masyarakat terdampak polusi, hari ini (Jumat, 28/06) giliran Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) mengadakan FGD Fase 1 dengan perawat dan staf terkait lainnya dari Ponkesdes dan Puskesmas.

FGD yang mengambil tempat di Ruang Akreditasi Puskesmas Bululawang tersebut, diikuti oleh 14 tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di lingkungan Puskesmas Bululawang, yang terbagi dalam 2 sesi FGD Fase 1.

Sesi 1 diikuti oleh 7 perawat, yaitu Dian Pramono (perawat Desa Bakalan), Nur Hasanah (perawat Desa Kasembon), Rahmad Teguh P. (perawat Desa Pringu), Ristyawati (perawat Desa Kuwolu), Anis Indah S. (perawat Desa Kasri), Dwi Putri (perawat Desa Sudimoro), dan Eka Ilham Adi W. ( perawat Desa Krebet).

Penjelasan informed consent sebelum FGD dimulai

Sedangkan, sesi 2 diikuti oleh 7 nakes, yakni Khilmi Ainun N. (perawat Desa Sukonolo), Nur Azizah (perawat Desa Bululawang), Cici Kusuma Pratiwi (perawat Desa Wandanpuro), Yudi N.R. (perawat induk Puskesmas Bululawang), Intati (bidan Desa Kuwolu dan Penanggung jawan PTM Puskesmas Bululawang), Lia Febriati (perawat Desa Gading), dan Citra Sulistyo W. (perawat Desa Krebet Senggrong).

Sementara itu, Tim Penelitian NIHR terlihat hadir dalam FGD Fase 1 adalah Meutia Fildzah Sharfina, SKM, MPH (informed consent); Hilda Irawati, S.Stat. (notulis); Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked.Trop. (notulis); Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si (CEI), dan saya (moderator). Selain itu, hadir juga staf PTM dan Keswa Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, Wildan Adi Yatma, S.Psi.

FGD Fase 1 dengan perawat dan staf terkait lainnya dari Ponkesdes dan Puskesmas dimulai pada pukul 08.15 WIB untuk sesi 1. Sebelum moderator memulai prosesi FGD Fase 1, terlebih dahulu mempersilakan petugas informed consent untuk menjelaskan kepada partisipan.

FGD Fase 1 bersama nakes sessi 1

Setelah informed consent ditandatangani, barulah moderator memulai melakukan FGD Fase 1 dengan perawat dan staf terkait lainnya dari Ponkesdes dan Puskesmas. Ada 16 panduan FGD yang berjumlah 16 pertanyaan, namun dalam prosesinya bisa berkembang manakala moderator menemukan hal-hal yang khas dari paparan sejumlah partisipan.

Usai implementasi sesi 1, terus dilanjutkan dengan pelaksanaan FGD Fase 1 sesi 2. Prosesinya sama dengan pelaksanaan sesi 1. Yang membedakannya hanya pesertanya dan waktu pelaksanaannya saja.

Dari 2 sesi FGD tersebut terangkum hasil bahwa perlakuan sampah plastik dan yang lainnya umumnya ada yang diangkut petugas namun ada juga yang dibakar. Pembakaran sampah plastik itu dilakukan bagi yang masih memiliki lahan yang luas atau alasan tertentu seperti terkadang petugas pengangkut sampah terlambat mengambil. Umumnya masyarakat beralasan dengan kepraktisan saja dan agar cepat bersih.

Sampah plastik dari rumah tangga, dari tangkapan FGD cukup mendominasi di 14 desa yang ada di dalam wilayah kerja Puskesmas Bululawang, seperti sampah dari dapur rumah tangga. Hambatan utamanya dalam mengatasi pembakaran sampah adalah masalah kesadaran dari para individunya dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah desa terkait bahayanya bagi kesehatan masyarakat.

FGD Fase 1 bersama nakes di sesi 2

Menurut salah seorang nakes di Puskesmas Bululawang, sebenarnya regulasi tentang larangan pembakaran sampah itu sudah ada. Hanya saja kemungkinan masih kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat secara luas.

Selain itu, peran nakes dalam pembakaran sampah plastik sebenarnya juga sudah dilakukan lewat pertemuan-pertemuan yang ada di desa. Namun seiring waktu sering berlalu begitu saja, dan nakes juga belum melihat dampak kesehatan yang ada di masyarakat karena selama ini belum ada yang melaporkan sakit di Ponkesdes.

FGD Fase 1 dengan perawat dan staf terkait lainnya dari Ponkesdes dan Puskesmas ini berakhir pada  pukul 10.41 WIB seiring tahrim keluar melalui speaker horn dari Masjid Besar Sabilit Taqwa yang berada di selatan Pasar Bululawang atau samping Kantor Camat Bululawang. *** [280624]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Rabu, 26 Juni 2024

FGD Fase 1 Terkait Sampah Plastik di Desa Bakalan

Tim Penelitian NIHR Theme 2: Air Pollution and Plastic Combustion kembali melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) terkait sampah plastik. Kalau sebelumnya diadakan di Balai Desa Krebet Senggrong, kali ini pada Kamis (13/06) Tim Penelitian NIHR melakukan FGD di Balai Desa Bakalan.

Tim Penelitian NIHR Theme 2 ini terdiri dari personil multidisplin, yaitu Sujarwoto, S.IP, M.Si, MPA Ph.D, Dr. Rizka Amalia, S.K.Pm., M.Si, Hilda Irawati, S.Stat., Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked. Trop., Tanjung Prameswari, S.Tr.P., Supyandi, dan saya.

FGD Fase 1 terkait sampah plastik dilaksanakan secara paralel di Desa Bakalan dan dimulai pada pukul 09.21 WIB. Paralel adalah sesuatu yang berjalan atau berlangsung bersamaan. Jadi, pada pelaksanaan FGD di Desa Bakalan itu ada dua tempat untuk mengadakan FGD yang berjalan dalam waktu yang sama.

FGD dengan kader kesehatan (laki-laki atau perempuan) di ruang Kasun, Balai Desa Bakalan

Untuk sesi pertama ada dua FGD. Di ruang  ruang Kepala Dusun (Kasun) yang ada di Balai Desa Bakalan digelar FGD dengan kader kesehatan (laki-laki atau perempuan) sebanyak 6 orang yang dimoderatori oleh Dr. Rizka Amalia dan dibantu oleh Tanjung Prameswari dan Supyandi.

Kemudian yang bertempat di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan dilaksanakan FGD bersama wakil masyarakat terdampak polusi udara (pria) dan saya menjadi moderatornya, yang dibantu oleh Hilda Irawati dan Serius Miliyani.

Lalu, pada sesi kedua juga ada dua FGD. Di ruang Kasun, Dr. Rizka Amalia mengadakan FGD dengan wakil masyarakat terdampak polusi (wanita) sebanyak 6 orang dengan dibantu oleh Tanjung Prameswari dan Supyandi.

Terus yang bertempat di Pendopo Sasana Manggala Praja, Dr. Sujarwoto menggelar FGD bersama tokoh masyarakat terdampak polusi sebanyak 6 orang, yang dibantu oleh Hilda Irawati dan Serius Miliyani.

FGD bersama wakil masyarakat terdampak polusi udara (pria) di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan

Dari 4 FGD tersebut terangkum gambaran pengelolaan sampah yang telah berjalan di Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Secara umum, pengelolaan sampah di Desa Bakalan sudah berjalan.

Pengelolaan sampah di sana termanifestasikan dalam 3 bentuk: membayar iuran, ditimbun/dibakar di halaman belakang rumah, dan di buang ke tempat lain. Yang membayar iuran umumnya yang berada di kawasan padat penduduk dengan lahan pekarangan yang terbatas, akan tetapi ada juga yang memiliki lahan masih luas ikut membayar iuran.

Kemudian bagi yang masih memiliki pekarangan yang luas, umumnya mereka menimbun sampah sayuran dan dedaunan dengan ditimbun dan limbah plastik rumah tangga dengan cara dibakar di halaman belakang tersebut.

Sedangkan, bagi warga yang kurang mampu dengan lahan sempit dan tak mampu iuran, umumnya memilih membuang di tempat lain, seperti di ladang tebu maupun sungai. Tapi ini jumlahnya tidak banyak, hanya beberapa orang saja.

FGD dengan wakil masyarakat terdampak polusi (wanita) di ruang Kasun, Balai Desa Bakalan

Pada FGD tersebut juga terdengar bahwa Bank Sampah yang dikelola oleh warga sejoli yang bermukim di Desa Bakalan. Mereka umumnya mengumpulkan sampah anorganik yang masih mempunyai nilai jual untuk didaur ulang di pabrik.

Kemudian Pemerintah Desa (Pemdes) Bakalan sebenarnya juga sudah memiliki road map untuk mendirikan TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara). Pemdes telah menyiapkan lahan namun masih belum terdukung infrastruktur lainnya, seperti container, gerobak dan mobil pengangkut sampah yang memadai.

Dari FGD itu juga mengemuka masalah pembakaran daduk (daun tebu yang kering) di Desa Bakalan. Setiap antara bulan Juni hingga November adalah musim panen tebu. Panen tebu ini menggembirakan bagi pemilik lahan karena komoditas tebunya akan dijual dan mendatangkan uang, akan tetapi di sisi lain, daduknya akan dibakar agar supaya lahan tebu kembali bersih dan dicangkul kembali terus ditanami tebu lagi.

FGD bersama tokoh masyarakat terdampak polusi di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan

Pembakaran daduk ini umumnya dilakukan sore maupun malam hari. Perlu diketahui, bahwa di Desa Bakalan ini, 60% lahannya berupa ladang tebu, 30% lahan sawah dan sisanya untuk palawija maupun yang lainnya.

“Dulu, waktu di Desa Bakalan masih ada pabrik pakan ternak, hampir tak ada pembakaran daduk,” kata sejumlah peserta FGD dengan wakil masyarakat terdampak polusi udara (pria). “Karena begitu panen, daun tebu yang belum mengering akan dikirim ke pabrik tersebut.”

FGD Fase 1 terkait sampah plastik di Desa Bakalan berakhir menjelang kumandang suara adzan bergema dari menara menjulang milik Masjid Jami’ Al Muhajirin yang berjarak sekitar 130 meter dari Balai Desa Bakalan tersebut. *** [140624]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Rabu, 12 Juni 2024

Pondok Gurame Nagarema: Saksi Refleksi Photovoice Kader dari Krebet Senggrong dan Bakalan

Sekali-kali mencari tempat sedikit berbeda dalam berkegiatan, asyik juga ternyata! Seperti yang dilakukan dalam pelaksanaan photovoice tahap 4 ini, yang diadakan di Pondok Gurame Nagarema (PGN) yang beralamatkan di Jalan Raya Kuwolu, Dusun Maqbul RT 08 RW 03 Desa Kuwolu, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

Lokasinya yang “mewah” (mepet sawah) memberikan kesan tersendiri. Sebelum-sebelumnya kegiatannya berkutat di ruang kerja Kepala Desa Krebet Senggrong maupun ruang kerja Kepala Dusun di Bakalan yang semuanya ber-AC (Air Conditioner).

Pada tahap 4 ini, gantian digelar di PGN pada Rabu (12/06). Bertempat di Balai Plontho, pojok belakang dari halaman PGN, yang dikelilingi gazebo-gazebo lesehan dengan gemericik air di kolam ikan yang berada di sisi selatan, memberikan nuansa tersendiri. Belum lagi, hamparan tanaman padi di sebelah utaranya terasa meneduhkan pikiran dengan iringan semilir angin sepoi-sepoi.

Kader Krebet Senggrong dan Bakalan berpose bersama di Pondok Gurame Nagarema

Suasana lokasi pilihan para kader ini memang cocok untuk kegiatan refleksi dalam photovoice. Refleksi adalah sesuatu yang sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini melibatkan pemikiran tentang pengalaman, emosi, dan tindakan kita serta mempertimbangkan pengaruhnya terhadap kita dan orang-orang di sekitar kita.

Photovoice yang diawali dengan mengabadikan pemandangan lingkungan sekitar dengan tema persampahan, kader mengumpulkannya dan memilih di antara foto-foto tersebut. Untuk setiap foto yang dipilih, mereka memberikan keterangan atau deskripsi naratif sesuai teknik penulisan storytelling yang telah diajarkan: Seperti apa komunitas Anda? Apa harapan dan impian Anda untuk masyarakat? Foto ini menjadi titik awal untuk membantu mereka mengartikulasikan perjuangan dan tantangan serta kemungkinan perubahan. Yang paling penting, melalui foto dan deskripsi narasi, mereka berupaya mengekspresikan diri mereka, apa yang penting bagi mereka dan alasannya.

Dari situ, kader dapat merefleksikan pengalamannya. Karena, refleksi diyakini mempunyai manfaat, yang salah satunya dapat memberikan perubahan sosial dalam komunitasnya, berupa tindakan yang datang menjadi lebih baik.

Suasana menjelang refleksi photovoice

Peneliti Women Empowerement and Gender mainstreaming in policy and research Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. dari Yayasan Percik Salatiga (YPS) yang tergabung dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) yang dinakhodai oleh Universitas Brawijaya (UB) bersama fasilitator NIHR, mengadakan refleksi dalam photovoice bersama 5 orang kader dari Desa Krebet Senggrong dan 5 orang kader dari Desa Bakalan. Kedua desa tersebut berada di wilayah administratif Kecamatan Bululawang.

Lima orang kader dari Desa Krebet Senggrong terdiri dari Nur Rohma, Lidya Mas’udah, Sanik, Yeni Mariana, dan Nadzirotun Khasanah. Sedangkan, 5 orang kader dari Desa Bakalan meiputi Sandi Cahyadi, Indah Astutik, Ana Sholicha, Mahmudah, dan Lilik Nur Aini.

Selain itu, tampak hadir pula seorang kader peninjau (observer) dari Desa Gampingan, Siti Aminah, S.Pd., M.H. dalam kegiatan tahap 4 photovoice, yakni refleksi pengalaman. Meskipun mereka datang dari lokasi yang jauh dengan berkendara motor matic dan sepuh tapi semangat ngangsu kawruhnya (belajarnya) sangat tinggi.

Prosesi refleksi pengalaman kader dalam photovoice

Dalam refleksi pengalaman itu, peneliti YPS dan fasilitator NIHR berusaha mendengarkan pengalaman-pengalaman reflektifnya selama mengikuti photovoice. Kedua belas kader itu berusaha membicarakan pengalaman-pengalamannya selama mengikuti kegiatan photovoice secara bergantian.

Pada kegiatan refleksi itu, terangkum hasil yang mengemuka. Mereka umumnya merasa senang mengikuti photovoice karena mendapatkan ilmu dan pengetahuan baru, yang sebelumnya belum pernah ada.

Kesan kebanyakan peserta photovoice dapat mempelajari proses pengambilan foto, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dari peneliti YPS, serta pelatihan menulis storytelling dari fasilitator NIHR untuk para kader dari dua desa tersebut.

Suasana Pondok Gurame Nagarema menyatu dengan alam

Di samping itu, setelah mengikuti rangkaian tahapan photovoice, para kader merasa timbul kepercayaan untuk sharing pengalamannya terkait pengelolaan sampah ke depannya. “Wis entuk ilmu, pengalaman, kenalan, lan disangoni!,” kata salah seorang peserta lainnya yang mengundang tawa teman-teman lainnya.

Kata para kader, secara umum pelaksanaan photovoice ini bagus dan bermanfaat, bahkan kader peninjau juga mengapresiasinya. Dulu kita tidak tahu banyak tentang dampak pembakaran sampah terhadap kesehatan masyarakat, kini menjadi tahu sehingga sebagai kader bisa turut menyosialisasikan pengalamannya dalam mengikuti photovoice ini. Tak lupa, mereka juga mengapresiasi peneliti YPS dan fasilitator NIHR yang bisa membaur dengan para kader sehingga dalam penyampaiannya bisa diterima dengan baik. "Santai tapi serius," katanya.

Acara kegiatan tahap 4 refleksi dalam photovoice yang dimulai dari pukul 08.35 WIB, berakhir pada pukul 12.37 WIB. Kemudian peneliti YPS dan fasilitator NIHR meninggalkan Pondok Gurame Nagarema yang menjadi saksi kegiatan refleksi photovoice ini, dan pulangnya singgah di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Malang di Kepanjen untuk melakukan audiensi namun belum bisa hari ini. Menunggu suratnya di-approval dulu. *** [120624]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Selasa, 11 Juni 2024

FGD Fase 1 Terkait Sampah Plastik Di Desa Krebet Senggrong

Focus Group Discussion (FGD) telah dilakukan beberapa kali di Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, dalam rangka NIHR Global Health Research Centre for Non Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHR NCDs & EC).

Yayasan Percik Salatiga (YPS) mengawali dengan FGD Photovoice bersama dengan 5 orang kader. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya mengadakan FGD Anggota Komunitas dengan 6 peserta yang terdiri dari perangkat desa, tokoh masyarakat, dan pasien yang memiliki riwayat penyakit tidak menular (PTM).

Senin (10/06), gantian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) menggelar FGD Fase 1 terkait Sampah Plastik dan kebijakan pembakaran sampah di Krebet Senggrong sebanyak 4 kali secara bergantian.

FGD bersama wakil masyarakat yang terdampak polusi udara untuk laki-laki

Tim Penelitian NIHR yang hadir dalam FGD Fase 1 ini multidisiplin. Ada 5 orang yang diinisiasi oleh Dr. Rizka Amalia, S.K.Pm., M.Si, yang terdiri dari 5 orang anggota Tim lainnya: Sujarwoto, S.IP, M.Si, MPA, Ph.D (FIA UB), Hilda Irawati, S.Stat. (administrasi NIHR), Tanjung Prameswari, S.Tr. P (mahasiswi S2 FP UB), Supyandi (mahasiswa FIA UB), dan fasilitator NIHR.

Bertempat di ruang kerja Kepala Desa (Kades) Krebet Senggrong, Slamet Efendi, S.E., acara FGD ini dimulai pada pukul 09.14 WIB. Di awali dengan FGD bersama wakil masyarakat yang terdampak polusi udara untuk laki-laki ( 6 orang), lanjut ke FGD dengan wakil masyarakat yang terdampak polusi udara untuk perempuan (6 orang), terus FGD bersama kader (tenaga kesehatan masyarakat), dan sesi terakhir FGD bareng tokoh masyarakat yang berisiko tinggi terpapar polusi udara.

Pada waktu FGD dengan kader kesehatan, 6 orang peserta berseragam kompak dengan kaos warna biru muda lengan panjang dan jilbab warna abu-abu, serta bawahan warna gelap.

FGD dengan wakil masyarakat yang terdampak polusi udara untuk perempuan

Sebelum memasuki sesi terakhir, Tim Penelitian NIHR break sesaat karena Sekretaris Desa Krebet Senggrong M. Darussalam yang membantu mempersiapkan peserta FGD itu, memintanya untuk mencicipi hidangan makan siang yang telah disiapkan oleh pihak desa di Gedung PKK yang berada di sebelah utara ruang kerja Kepala Desa.

Kemudian Tim Penelitian NIHR bersama Kades mengecap (merasai) hidangan yang telah disiapkan. Nasinya yang putih pulen dengan aneka lauk, seperti kotokan belut, gulai ayam, oseng-oseng pare, dan balado teri, terasa nikmat.

Usai menikmati santap makan siang bersama Kades Krebet Senggrong, acara pun kemudian dilanjutkan dengan FGD bareng tokoh masyarakat yang berisiko tinggi terpapar polusi udara. 

FGD bersama kader (tenaga kesehatan masyarakat)

Dari FGD itu teringkas hasilnya bahwa pengelolaan sampah di Desa Krebet Senggrong sebenarnya sudah berjalan. Hanya saja terkadang menjumpai beberapa kendala, seperti misalnya ketika petugas pengangkut sampah tidak mengambil sampah dari rumah ke rumah warga karena keterbatasan armada gerobak dan petugasnya, maka akan menimbulkan penumpukan sampah yang menyebabkan masyarakat kembali ke cara tradisional dengan membakarnya di halaman belakang rumah. 

“Praktis, ekonomis, cepet entek,” kata salah seorang kader kesehatan asal Dusun Trunajaya, Desa Krebet Senggrong. “Dan, bisa untuk mengusir nyamuk.”

Selain itu, muncul juga keterbatasan container tempat penampungan sampah di TPS (Tempat Pembuangan Sampah) di Dusun Krapyak Jaya, Desa Krebet Senggrong. Lalu, polusi udara akan muncul secara masif ketika Pabrik Gula (PG) Krebet mulai melakukan proses giling.

FGD bareng tokoh masyarakat yang berisiko tinggi terpapar polusi udara

Dusun Demang Jaya yang letaknya berada di sebelah utara PG Krebet kerap mendapatkan kiriman langes (jelaga dari hasil proses pembuatan gula) menempel di dinding-dinding yang bikin mata terasa pedih.

Bank sampah sebenarnya juga sudah pernah beraktivitas di RT 07, namun sekarang sepertinya telah mati suri. Hal ini, menurut sejumlah peserta FGD dari berbagai sesi diketahui, disebabkan oleh pihak pengepul yang mengambil hasil pengumpulan dari warga tidak rutin. Ini menyebabkan keengganan pengelola bank sampah mengingat keterbatasan lahan pengumpulan sampah anorganik dari warga.

Acara FGD Fase 1 4 sesi ini berakhir pada pukul 13.11 WIB. Kemudian Tim Penelitian NIHR berpamitan dengan perangkat desa. Lima orang dengan berkendara mobil kembali ke Kampus UB, dan fasilitator NIHR yang berkendara motor kembali ke Sekretariat SMARThealth untuk bersua dengan Tim Peneliti NIHR dari YPS guna mendiskusikan persiapan agenda untuk menggelar circle communication tingkat Kabupaten. *** [110624]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Senin, 03 Juni 2024

Sempat Tertunda, Akhirnya FGD Anggota Komunitas di Desa Krebet Senggrong Bisa Terlaksana

Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) atau yang di Indonesia dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronis dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur” mengagendakan Focus Group Discussion (FGD) dengan anggota komunitas di empat desa yang menjadi pilot project.

Pelaksanaan FGD Anggota Komunitas di Desa Krebet Senggrong sempat tertunda dikarenakan pada tanggal 14 Mei 2024 ada orangtua kader kesehatan yang meninggal. Kebetulan peserta FGD tersebut harus membantu dalam penguburan jenazahnya, sehingga pelaksanaan FGD harus dipending dulu.

Kemudian implementasinya direschedule, dan pada hari Senin (03/06) ini akhirnya pelaksanaan FGD Anggota Komunitas di Desa Krebet Senggrong bisa terlaksana di ruang kerja Kepala Desa (Kades) Krebet Senggrong yang beralamatkan di Jalan Krebet Senggrong No. 1 Dusun Krapyak Jaya RT 17 RW 04 Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

FGD Anggota Komunitas Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang

Terlihat ada lima Tim Penelitian NIHR, yakni Meutia Fildzah Sharfina, SKM, MPH;, Hilda Irawati, S.Stat., Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked.Trop., Eko Teguh Purwito Adi, S.Si., M.Si., dan saya serta Supyandi (enumerator). Mereka berbagi peran dalam kegiatan data collecting di Desa Krebet Senggrong yang belum selesai atau pun tertunda.

Dalam FGD Anggota Komunitas, saya menjadi moderator dalam jalannya pelaksanaan FGD yang didampingi oleh Meutia Fildzah Sharfina (administrator), Hilda Irawati (rekaman/dokumentasi), dan Serius Miliyani (notulis). Sedangkan, Eko Teguh Purwito dan Supyandi merampungkan pengamatan langsung (direct observation) yang didampingi dua perangkat desa yaitu Sueb dan Supriyadi.

Acara ini dimulai pada pukul 09.42 WIB, dan diikuti oleh enam orang yang terdiri dari Kades, Kepala Dusun (Kasun), Ketua BPD dan anggota BPD serta dua orang kader Posyandu Lansia. Sebelum dimulai, moderator memperkenalkan diri dan anggota Tim Penelitian NIHR terlebih dahulu kepada peserta FGD. Setelah itu, barulah dimulai dengan proses FGD Anggota Komunitas dan meminta izin kepada peserta untuk direkam.

Kader Lansia juga bercerita pengalaman dalam FGD Anggota Komunitas

FGD Anggota Komunitas ini mendiskusikan persoalan terkait aksesibilitas layanan kesehatan, ketersediaan layanan kesehatan, ketersediaan layanan terkait polusi udara, teknologi layanan terkait polusi udara, pemanfaatan layanan kesehatan, kualitas layanan kesehatan, perubahan iklim dan penyakit tidak menular, dan saran-saran dari peserta terkait layanan kesehatan yang ada selama ini.

Pada kesempatan itu, moderator berusaha memantik peserta agar bercerita mengenai layanan dan kondisi kesehatan masyarakat secara umum yang ada di Desa Krebet Senggrong. FGD ini berlangsung sekitar satu jam lebih, dan umumnya mereka tidak asing dengan layanan kesehatan yang ada di desanya maupun sekitarnya, mengingat dua dari enam peserta secara rutin melakukan kontrol layanan kesehatan karena komorbit yang dimilikinya.

Prosesi FGD Anggota Komunitas selesai pada pukul 10.50 WIB. Kemudian Tim Penelitian NIHR yang lain sambil merampungkan administrasi peserta, saya pun keluar dari ruang kerja Kades Krebet Senggrong dan ingin berjumpa dengan Sekretaris Desa (Sekdes) Krebet Senggrong M. Darussalam di ruang kerjanya untu membahas agenda FGD yang akan dijalankan peneliti NIHR dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) namun ternyata Sekdes baru sebentar sebentar.

Pengukuran kualitas udara dengan alat portable di Dusun Krapyak Jaya yang didampingi oleh perangkat desa

Akhirnya, saya pun menuju ke Gedung PKK Desa Krebet Senggrong yang berada di sebelah utara Kantor Desa Krebet Senggrong untuk menyapa para kader yang sedang melaksanakan giat Pos Gizi DASHAT (Dapur Sehat Atasi Stunting).

Selesai diajak makan bersama 12 kader yang bertugas dalam Pos Gizi Dashat bersama Ketua Tim Penggerak PKK Desa Krebet Senggrong Ratna Wulan, yang tak lain juga istri Kades Krebet Senggrong, saya pun bisa bertemu dengan Sekdes dan mendiskusikan gelaran FGD berikutnya.

Selesai dari Balai Desa Krebet Senggrong, saya lanjut menuju Balai Desa Bakalan untuk bertemu dengan Sekdes guna mendiskusikan gelaran FGD yang sama untuk dijadwalkan di Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. *** [030624]  

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Sabtu, 11 Mei 2024

Wawancara Annexure 2 dan In-Depth Interview dengan Annexure 4 di Puskesmas Bululawang

Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Disease and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC), atau yang di Indonesia dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur”, kembali berkunjung ke Puskesmas Bululawang pada Sabtu (11/05) pagi.

Kunjungan kali ini ingin melakukan in-depth interview dengan dokter fungsional Puskesmas Bululawang, karena pada saat bertandang sebelumnya, yaitu pada tanggal 25 dan 26 April 2024, dokter fungsional sedang mengikuti pelatihan “Global Health Research Group on Sustainable Care for Depression & Anxiety in Indonesia (NIHR-GHRC STAND) tentang Perawatan Berkelanjutan untuk Depresi dan Gangguan Kecemasan di Indonesia”, kolaborasi riset antara Universitas Indonesia (UI) dengan University of Manchester dan Machester Metropolitan Universitu di Golden Tulip Holland Resort Batu selama seminggu.

Tim Penelitian NIHR berpose dengan Kapus Bululawang beserta jajarannya di ruang pertemuan

Tim Penelitian NIHR yang terdiri dari Meutia Fildzah Sharfina, SKM, MPH; Hilda Irawati, S.Stat., dan saya beserta dua enumerator, yakni Tanjung Prameswari, S.Tr.P dan Supyandi, tiba di Puskesmas Bululawang pada pukul 08.17 WIB dan diterima dengan ramah oleh Kepala Puskesmas (Kapus) Bululawang drg. Lely Kumalasari. Kemudian dipersilakan untuk melakukan in-depth interview maupun wawancara.

Tim Penelitian NIHR dan enumerator berbagi peran untuk melakukan wawancara. Untuk dokter fungsional Puskesmas Bululawang dr. Hidayatulloh Arief diwawancarai dengan instrumen Annexure 2 dan in-depth interview dengan instrumen Annexure 4 di ruang pertemuan Puskesmas Bululawang sebelah barat.

Wawancara Annexure 2 dengan perawat Desa Krebet Senggrong

Lalu, Meutia mewawancarai perawat Desa Krebet Senggrong Citra Sulistyo Wardini, A.Md.Kep dengan instrumen Annexure 2 di ruang tamu lantai 2, dan saya kebagian melakukan wawancara dengan Penanggung jawab (Pj) PTM Puskesmas Bululawang Intati, A.Md.Keb dengan meminjam ruang kerja Kapus.

Sementara itu, Tanjung Prameswari mewawancarai apoteker Puskesmas Bululawang apt. Aqsanur, S.Farm di ruang kerja yang besebelahan dengan ruang kerja Kapus. Sedangkan, Supyandi melakukan wawancara dengan perawat Desa Bakalan Dian Pramono, A.Md.Kep di ruang pertemuan sebelah timur.

Wawancara Annexure 2 dengan Pj PTM Puskesmas Bululawang

Perlu diketahui, instrumen Annexure 2 menyangkut alat penilaian ketersediaan dan kesiapan layanan fasilitas kesehatan, sementara itu intrumen Annexure 4 merupakan panduan wawancancara mendalam untuk petugas kesehatan masyarakat (tenaga kesehatan Puskesmas, Ponkesdes maupun kader kesehatan).

Modul dalam Annexure 2 meliputi informasi umum, aksesibilitas layanan, nutrisi dan layanan terkait, risiko kesehatan iklim, aplikasi kesehatan digital, layanan yang tersedia, dan catatan kesimpulan pewawancara.

Wawancara Annexure 2 dengan apoteker Puskesmas Bululawang

Sedangkan, pada modul dalam Annexure 4 berisi panduan in-depth interview untuk tata kelola yang dijalankan perawat desa, perawat kesehatan primer yang komprehensif, pelatihan, platform digital, insentif, retensi, dan lain-lainnya.

Kendati instrumen Annexure 2 merupakan wawancara dengan kuesioner terstruktur, namun karena variabel yang ditanyakan cukup banyak akhirnya lamanya juga tak kalah dengan in-depth inteview Annexure 4. Hanya saja, yang membedakannya adalah pada intrumen Annexure 4 perlu dilakukan perekaman dalam proses in-depth interview.

Wawancara Annexure 2 dan in-depth interview Annexure 4 bersama dokter fungsional Puskesmas Bululawang, dan wawancara Annexure 2 dengan perawat Desa Bakalan

Prosesi wawancara dengan instrumen Annexure 2 dan in-depth interview dengan instrumen Annexure 4 ini berakhir pada pukul 10.47 WIB. Yang terlama adalah yang dilakukan oleh Hilda Irawati, karena ia melakukan wawancara Annexure 2 dan sekaligus in-depth interview Annexure 4.

Namun sebelum berpamitan dengan Kapus Bululawang, dilakukan foto bersama dengan Kapus Bululawang di ruang pertemuan Puskesmas Bululawang yang berada di lantai 2 dan menghadap ke Pasar Bululawang. *** [110524]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 09 Mei 2024

Pagi FGD Photovoice Tahap 2 Di Krebet Senggrong, Siangnya Di Sumberejo

Setelah selesai FGD Photovoice Tahap 2 di Ruang Kerja Kepala Desa Krebet Senggrong, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC), atau yang di Indonesia dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur, dari Yayasan Percik Salatiga (YPS) bersama fasilitator NIHR bergerak menuju ke Kecamatan Pagak, pada Rabu (08/05).

Karena siangnya juga ada pelaksanaan FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Sumberejo yang berada di Jalan Lapangan Rajawali Dusun Bandarangin RT 17 RW 05 Desa Sumberejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang. Jarak Balai Desa Sumberejo dari Balai Desa Krebet Senggrong adalah sejauh 30 kilometer.

Peserta FGD Photovoice Tahap 2 dari Desa Gampingan dan Sumberejo mengajak berpose dengan YPS

Dalam perjalanannya, Tim Penelitian NIHR dari YPS dan fasilitator NIHR sempat berhenti sebentar di Warung Pojok Desa Gampingan untuk sekadar membekali perut agar bugar dalam melaksanakan FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Sumberejo nantinya.

Tiba di Balai Desa Sumberejo sekitar pukul 13.03 WIB. Di situ sudah terlihat hadir 3 kader dari Desa Gampingan, yakni Nurul Mila, Ninik Farida dan Yayuk Wijayanti. Sementara, 2 kader lainnya – Siti Aminah dan Dianawati - tidak bisa hadir. Siti Aminah ada keperluan berkenaan dengan sekolahnya, sedangkan Dianawati sedang dalam pemulihan tipesnya.

Begitu memasuki Ruang Pertemuan Balai Desa Sumberejo, ternyata Sekretaris Desa (Sekdes) Lutfi Asy’ari telah memfasilitasi dengan LCD Epson beserta layarnya dan microphone serta kursinya telah diset sedemikian rupa untuk pelaksanaan FGD Photovoice Tahap 2 ini.

Sambutan dari Kepala Desa Sumberejo

Sambil menunggu kader dari Desa Sumberejo – Nurwahyuni, Umy Umamah, Wiwik Ermawati, Qudsiyah, Anis Ardiana - ada yang masih mengikuti pertemuan ranting Muslimat, Tim Penelitian NIHR dari YPS dan fasilitator NIHR menyiapkan perlengkapan untuk mengadakan FGD Photovoice, seperti file gambar/foto, daftar hadir, buku notulensi, dan recorder.

FGD Photovoice Tahap 2 yang diikuti kader dari Desa Gampingan dan Sumberejo ini dimulai pada pukul 13.30 WIB. Acara diawali terlebih dahulu dengan sambutan dari Kepala Desa Sumberejo H. Amsori. Kemudian disambung dengan sambutan dari Wakil Direktur YPS Damar Waskitojati, S.Kom, M.Si.

Begitu selesai sambutan-sambutan, langsung dilanjutkan dengan FGD Photovoice Tahap 2 yang dipandu oleh Christina Arief T. Mumpuni dari YPS dengan notulis dari fasilitator NIHR. Sama dengan pelaksanaan FGD Photovoice Tahap 2 pagi tadi di Balai Desa Krebet Senggrong, Christina akan menampilkan gambar/foto yang telah dikirimkan kepadanya untuk diceriterakan mengenai lokasinya, mengapa mengambil gamar/foto tersebut, dan alasan menarik apa yang menyebabkan peserta FGD Photovoice memotret hal tersebut.

Sambutan dari Wakil Direktur YPS

Setiap peserta wajib mempresentasikan gambar/foto melalui bahasa sehari-hari dalam ceriteranya. Ceritanya ini kemudian didiskusikan dengan peserta lainnya. Ini yang menyebabkan diskusi berkelompok menjadi interaktif.

Tim Penelitian NIHR dari YPS terkadang memantiknya jika peserta mengalami kebingungan atau pun merasa sulit untuk berceritera. Sehingga, suasana diskusi kelompok menjadi tidak sepi dan pasif tetapi menjadi lebih gayeng.

Dari diskusi kelompok yang di antara peserta, Tim Penelitian NIHR YPS dan fasilitator NIHR bisa menangkap perspektif dari sudut pandang mereka terhadap fenomena-fenomena keseharian mereka dalam topik yang terkait mengenai pengelolaan sampah plastik, polusi udara, dan penyakit tidak menular (PTM), seperti di antaranya bahwa limbah plastik dari PT Ekamas Fortuna sebenarnya memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat Desa Gampingan dan Desa Sumberejo.

Suasana FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Sumberejo

Karena setelah melalui pemilahan oleh anggota rumah tangga yang ada di kedua desa tersebut bisa menghasilkan rupiah bagi orang tua yang berada di rumah. Mereka umumnya memilah kardus dengan plastik. Ceceran kardusnya kembali dijual ke PT Ekamas Fortuna untuk menjadi bahan daur ulang produksinya, sedangkan plastiknya umumnya dikasihkan secara gratis, agar supaya halaman rumah tangga pemilah tersebut bisa mendatangkan sampah dari PT Ekamas Fortuna lagi untuk diambil ceceran kardusnya.

YPS bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang dengan dukungan National Institute for Health and Care Research (NIHR) sedang melakukan penelitian partisipatif untuk mengidentifikasi kumpulan solusi alternatif pengatasan dampak pembakaran sampah plastik terhadap kesehatan masyarakat.

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program SMARThealth yang ingin diperluas dengan melihat dampak polusi udara terhadap PTM, seperti paru-paru dan penyakit jantung. Di bawah koordinasi UB, YPS berperan untuk mengembangkan penguatan jaringan di masyarakat, atau yang dikenal dengan istilah CEI (Community engagement and involvement) agar penelitian ini secara partisipatif masyarakat terlihat di dalam berbagai tahapannya. 

Peserta dari 2 desa berdiskusi kelompok dengan menampilkan gambar/foto hasil jempretannya dulu, dan kemudian ada yang mengomentarinya

Berbagai pengetahuan dan pengalaman masyarakat dalam mengelola sampah plastik terkait dengan kesehatan di mana selama ini masyarakat hidup di sekitar lokasi pembakaran sampah plastik menjadi penting untuk upaya mengembangkan kebijakan pengelolaan lingkungan dan kesehatan.

FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Sumberejo ini selesai pada pukul 15.36 WIB. Selesai itu, kemudian Christina Arief T. Mumpuni diajak berpose oleh peserta di depan pintu utama masuk ke Balai Desa Sumberejo, dan setelahnya, Tim Penelitian NIHR YPS dan fasilitator NIHR berpamitan dengan seluruh peserta maupun dengan Kepala Desa dan Sekretaris Desa Sumberejo. *** [090524]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Risk Checker

Risk Checker

Indeks Massa Tubuh

Supplied by BMI Calculator Canada

Statistik Blog

Sahabat eKader

Label

Arsip Blog