Tampilkan postingan dengan label Community engagement and involvement. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Community engagement and involvement. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 September 2024

FGD Pengembangan Pengelolaan Sampah dan Peningkatan Kesehatan Masyarakat di Warung Pak Untung Bululawang

“Pengetahuan ada dalam kelompok — bukan individu.” - Larry Prusak

Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terfokus sering digunakan sebagai pendekatan kualitatif untuk memperoleh pemahaman mendalam tentang isu-isu sosial. Metode ini bertujuan untuk memperoleh data dari sekelompok orang yang dipilih secara sengaja, bukan dari sampel yang mewakili populasi yang lebih luas secara statistik (Ocheng et. al., 2018).

Menurut Lehoux dan kawan-kawan (2006), FGD merupakan ruang sosial tempat para peserta bersama-sama membangun “pandangan stakeholder” dengan cara berbagi, berdebat, dan memperoleh pengetahuan.

Peserta FGD berpose bersama Camat Bululawang

Pengertian stakeholder di sini adalah semua pihak di dalam masyarakat, baik individu, komunitas atau kelompok masyarakat yang memiliki sebuah hubungan dan kepentingan terhadap organisasi atau permasalahan yang sedang dibahas.

Sehingga, pendekatan FGD ini memungkinkan untuk memperoleh wawasan mendalam tentang sikap dan pendapat peserta mengenai permasalahan yang dibahas atau dibicarakan dalam kegiatan tersebut.

Kamis (19/09) siang hingga sore, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Theme 3: People Empowerment and Community menggelar FGD Pengembangan Pengelolaan Sampah dan Peningkatan Kesehatan Masyarakat.

Sambutan Camat Bululawang

Bertempat di ruang pertemuan semi-outdoor Warung Pak Untung Bululawang yang beralamatkan di Jalan Mayjen Sungkono, Dusun Sidomulyo, Desa Sempalwadak, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, FGD yang diikuti oleh tiga desa – Bakalan, Krebet Senggrong, dan Krebet – itu berlangsung.

Pesertanya terdiri dari Kepala Desa (Kades), Ketua TP-PKK, BPD, Tenaga Kesehatan Ponkesdes, Tokoh Masyarakat (termasuk Tokoh Agama), Kader Kesehatan, Karang Taruna, Pengelola Sampah, dan lain-lain.

Kendati undangannya mulai pukul 13.00 WIB, namun tampak beberapa orang telah datang duluan. Ada 4 orang yang tiba di tempat penyelenggaran FGD ini pada pukul 12.50 WIB, yaitu Kades Krebet Senggrong Slamet Efendi, S.E., dan Arifin (LPMD Krebet Senggrong) serta Bambang dan Yayuk, sejoli pengelola sampah di Desa Bakalan.

Storyteller dari Desa Krebet Senggrong

Begitu mengisi daftar hadir, petugas yang among tamu mempersilakan mereka untuk makan siang yang telah disediakan di meja panjang yang di tata di belakang tempat duduk peserta dengan jarak satu meter.

Setelah itu, peserta yang diundang pun ndlidir berdatangan, termasuk di antaranya terlihat Nyai Hj. Lilis Masfufah, seorang pengasuh Ponpes Annur Al Hidayah Krebet Sengrong. Perlu diketahui, selain 2 orang dari Yayasan Percik Salatiga – Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si dan Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K – yang tergabung dalam Tim Penelitian NIHR Theme 3 tersebut, juga ada fasilitator NIHR Universitas Brawijaya (UB) dengan dibantu kepanitiaannya oleh 6 orang kader kesehatan, yang terdiri dari 2 orang kader dari Desa Bakalan (Sandi Cahyadi dan Endah Susanti), 2 orang kader Desa Krebet Senggrong (Lidya Mas’udah dan Yeni Mariana) serta 2 orang kader dari Desa Krebet (Lilik Ati dan Siti Khodijah).

Acara FGD ini dimulai pada pukul 13.51 WIB dengan diawali salam pembuka dari Master of Ceremony (MC) Lidya Mas’udah, da pembacaan susunan acaranya. Setelah itu dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dipandu oleh dirijen Yeni Mariana, dan setelahnya langsung disambung dengan doa yang dipimpin oleh seorang tokoh agama Desa Krebet Senggrong Mis Mulyadi.

Storyteller dari Desa Bakalan

Usai doa, acara diteruskan dengan sambutan dari Camat Bululawang Sunardi, S.Sos. Dalam sambutannya, Camat Sunardi mengatakan bahwa masalah penanganan sampah di wilayah Kecamatan Bululawang, di desa-desa tertentu memang sudah menjadi permasalahan yang sering dikeluhkan oleh masyarakat, salah satunya yang paling dekat dengan lingkungan Kantor Kecamatan Bululawang, yaitu penanganan sampah di lingkungan Pasar Bululawang.

Lebih lanjut, Camat Sunardi menjelaskan bahwa ini sering menjadi keluhan, terutama ketika sampah ini tidak terambil atau terangkut seusai jadwal. Sehingga kemudian terjadi penumpukan sampah dan dampaknya, salah satunya adalah polusi udara, polusi bau.

“Di samping bau juga menyebabkan lalat berdatangan dan muncul belatung-belatung. Hal ini tentunya akan memberikan dampak bagi kesehatan masyarakat yang ada di sekitarnya,” tegas Camat Bululawang.

FGD Desa Bakalan

Selesai sambutan dari Camat Bululawang, acara berikutnya adalah sambutan dari Wakil Direktur (Wadir) YPS Damar Waskitojati. Pada kesempatan itu, Damar menerangkan bahwa isu sampah ini tidak hanya persoalan kebersihan saja, tetapi itu kemudian dihubungkan dengan kesehatan. Barangkali, hal ini yang melandasi penelitian NIHR yang diinisiasi oleh Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) Malang.

Lebih lanjut, Damar menjelaskan bahwa Tim Penelitian NIHR sudah melakukan FGD-FGD di desa maupun tingkat masyarakat. Pada kegiatan ini masihlah dalam rangkaian hal itu. Di sini, kita juga akan melengkapi data-data sebelumnya. 

“Kita juga berharap dari kegiatan ini sama-sama mendiskusikan ide/gagasan terkait pengelolaan sampah dan peningkatan kesehatan masyarakat. Karena, desa-desa tentu punya karakteristik sendiri dan punya tantangan serta potensi sendiri-sendiri. Sehingga berpikir bahwa kekayaan ide yang dilatarbelakangi oleh konteks wilayah masing-masing yang akan memperkaya penelitian ini,” terang Damar.

FGD Desa Krebet Senggrong

Selesai sambutan dari Wadir YPS, Camat Bululawang pun berpamitan untuk melanjutkan tugas dinas ke tempat pertemuan yang digelar oleh Desa Krebet, dan acara kemudian diisi oleh Damar mengenai pengatar FGD Tantangan Pengelolaan Sampah dan Peningkatan Kesehatan Masyarakat. Di sela-sela itu, Damar pun menampilkan 2 karya storytelling terbaik dari hasil mengikuti Photovoice, yaitu “Bakar sampah rame-rame atau bakar sakit rame-rame?” (Yeni Mariana, kader Krebet Senggrong) dan “Pengelolaan Sampah yang Baik Supaya Tidak Terjadi Polusi dan PTM (Penyakit Tidak Menular)” (Sandi Cahyadi dari Desa Bakalan).

Kedua orang tersebut dipersilakan untuk mempresentasikan storytelling dihadapan peserta FGD Pengembangan Pengelolaan Sampah dan Peningkatan Kesehatan Masyarakat yang diadakan di ruang pertemuan Warung Pak Untung Bululawang.

Usai pengantar FGD, mulailah peserta dibagi tiga untuk mengikuti FGD. Pertanyaan diskusinya: “Tantangan apa saja yang Anda hadapi dalam pengelolaan sampah dan peningkatan kesehatan masyarakat di desa masing-masing”, dan “Alternatif solusi apa yang dirasa baik untuk mengatasi tantangan-tantangan yang Anda hadapi tersebut.”

FGD Desa Krebet

FGD Desa Bakalan dipandu oleh fasilitator NIHR UB dengan dibantu 2 kader dari Desa Bakalan. FGD Desa Krebet Senggrong dimoderatori oleh Christina dari YPS dengan dibantu 2 orang kader dari Desa Krebet Senggrong, dan FGD Desa Krebet dipandu oleh Damar dengan dibantu oleh 2 kader dari Desa Krebet.

Hasil FGD dari ketiga desa tersebut kemudian dituangkan dalam kertas plano dan ditempelkan di tembok depan, dan kemudian dipresentasikan dan didiskusikan. Presentasi pertama datang dari Desa Krebet yang diwakili oleh Yeni Astuti, seorang Ketua Fatayat Ranting Blambangan/Guru MA Al-Ikhsan Blambangan yang menjadi peserta FGD).

Kemudian presentasi kedua berasal dari Desa Krebet Senggrong yang diwakili oleh Arifin, Ketua LPMD yang konon berprofesi sebagai pengacara yang mengikuti FGD ini), dan presentasi yang ketiga atau yang terakhir adalah dari Desa Bakalan yang diwakili oleh Tutik Murhendari, sekretaris PKK Desa Bakalan).

Evaluasi implementasi FGD

Hasil presntasi ini kemudian dikomentari hasilnya oleh Wadir YPS Damar untuk diambil intinya dari hasil FGD dalam pleno yang kemudian dikumpulkan itu. Setelah itu, ada penanya dari Desa Krebet Senggrong mengenai RTL (Rencana Tindak Lanjut) dari kegiatan ini, dan itu kemudian dijawab oleh Wadir YPS.

Acara FGD ini selesai pada pukul 16.26 WIB, Begitu para peserta sudah meninggalkan tempat, semua panitia berkumpul untuk membahas evaluasi dari FGD ini. Mereka umumnya merasa senang, karena menurutnya, baru kali ini mereka mengikuti pertemuan membahas permasalahan yang ada di desa dan melibatkan aktif para pesertanya. Tidak ada pembedaan, semua dilibatkan mulai dari perencanaan, diskusi, dan harapan ke depan yang bisa dilaksanakan.

Proses ini seperti apa yang digambarkan oleh Laurence Prusak atau yang akrab dengan nama panggilan Larry Prusak (1944-2023), seorang Advisor in Knowledge and Learning di Columbia University, dengan ujaran yang simpel, “Knowledge is in groups — not individuals” (Pengetahuan ada dalam kelompok — bukan individu). *** [200924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Sabtu, 13 Juli 2024

Dari Café, Jadi Paham CEI

“Dan gagasan untuk berjalan-jalan ke kafe dengan buku catatan dan menulis dan melihat ke mana hal itu membawa saya untuk sementara adalah suatu kebahagiaan.” – J.K. Rowling


Café adalah tempat bersantai dan berbincang-bincang sambil menikmati minuman dan makanan ringan dalam suasana rileks dan nyaman yang diiringi alunan musik. Café berbeda dari restoran karena lebih menitikberatkan pada kenyamanan pengunjung daripada menu makanan utama. Sejarah kafe berasal dari tradisi berkumpul untuk minum kopi di Perancis, yang istilahnya berasal dari bahasa Turki kahwe, yang berarti kopi.

Seiring perkembangan zaman, café terus berkembang menjadi lembaga sosial yang penting di berbagai belahan dunia. Fenomena café mempunyai banyak segi, mempengaruhi dinamika sosial, tren ekonomi, dan ekspresi budaya. Sebagai ruang untuk koneksi, kreativitas, dan komunitas, keduanya terus berkembang dan berdampak pada kehidupan kita sehari-hari. Sehingga, café lebih dari sekedar tempat untuk menikmati minuman, ia juga menjadi tempat penting untuk koneksi dan percakapan.

Sharing kegiatan penelitian kualitatif CEI bersama Koordinator Penelitian di Bidang CEI

Banyak orang menggunakan café untuk pertemuan atau diskusi informal, memberikan suasana santai dibandingkan kantor pada umumnya atau kampus. Suasananya sering kali mendorong kreativitas dan bertukar pikiran, menjadikannya tempat populer bagi penulis, seniman, dan pemikir, termasuk enam orang dari Tim Penelitian NIHR ini.

Enam orang dari pelbagai peran dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) bertemu di Amstirdam Coffee Kepanjen yang beralamatkan di Jalan Ahmad Yani No. 4 Ruko Business B8-B9, Kelurahan Ardirejo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, pada Jumat (12/07).

Keenam orang itu adalah Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked.Trop (manajer program); Meutia Fildzah Sharfina, SKM, MPH (asisten peneliti); Hilda Irawati, S.Stat (administrasi); Supyandi (enumerator); dan saya (fasilitator NIHR).

Mereka berkumpul di Amstirdam Coffee Kepanjen, dalam rangka ikut kegiatan sharing pengetahuan penelitian kualitatif CEI (Community engagement and involvement) yang disampaikan oleh Koordinator Penelitian dalam Bidang CEI, Haryani Saptaningtyas, S.P., M.Sc., Ph.D.

Suasana diskusi di cafe (Diambil dari sisi selatan)

Kebetulan ia sedang bertugas di Kabupaten Malang untuk memimpin implementasi circle conversation di Desa Krebet Senggrong dan Desa Bakalan, yang kedua desa tersebut berada di wilayah administratif Kecamatan Bululawang.

Di sela-sela kesibukannya, Haryani masih berkesempatan untuk memberikan pengalaman dan keilmuannya kepada enam orang anggota Tim Penelitian NIHR berkenaan dengan CEI. Menurut Haryani, CEI merupakan instrumen penting dalam penelitian NIHR ini. Dengan NIHR, peneliti dapat melihat bagaimana CEI dapat membangun hubungan dengan masyarakat dan memasukkan pandangan mereka yang paling terkena dampak.

Lebih lanjut, Haryani menerangkan bahwa CEI dapat membangun hubungan. Berinteraksi dengan masyarakat membantu untuk lebih memahami budaya, norma masyarakat, dan persepsi mereka tentang kesehatan dan penelitian ini.

Haryani yang juga seorang Direktur Yayasan Percik Salatiga (YPS), staf pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) serta penulis buku “This is our belief around here”: Purification in Islamic Thought and Pollution of Citarum River in West Java (LIT Verlag Münster, 2021) itu juga menjelaskan background CEI dalam penelitian NIHR, principles and enables of the WHO Framework, CEI ethic, impact of CEI, implementation hingga evaluation.

Suasana diskusi di cafe (Diambil dari sisi utara)

Meski sharing ilmu ini masih dalam tingkat dasar (basic), namun dari penguasaan keilmuannya, Haryani yang juga mumpuni dalam critical discourse analysis ini mampu meletakkan filosofis dari CEI kepada enam orang anggota Tim Penelitian NIHR dengan gamblangnya.

“CEI,” kata Haryani, “Dapat mendorong perubahan paradigma, dengan meletakkan paradigma beragam ke dalam satu wadah.”

Sehingga, CEI berperan penting dalam mengembangkan kolaborasi. Pengertian sederhananya kolaborasi, menurut Haryani, adalah terlibat dan paham!

Fasilitator NIHR yang diikutkan dalam sharing keilmuan bersama Koordinator Penelitian di Bidang CEI ini merasa senang sekali. Sebuah kesempatan langka yang diterima selama ini, benar-benar dicatat oleh fasilitator NIHR karena dapat memberikan wawasan keilmuan.

Diajak ke café, ditraktir, dan diajak berdiskusi keilmuan benar-benar: dari café, jadi paham CEI. Amstirdam Coffee Kepanjen memainkan peran penting dalam mendorong partisipasi dan keterlibatan enam orang anggota Tim Penelitian NIHR dengan menciptakan ruang yang nyaman untuk terhubung, berdikusi, dan berkolaborasi! *** [130724]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Risk Checker

Risk Checker

Indeks Massa Tubuh

Supplied by BMI Calculator Canada

Statistik Blog

Sahabat eKader

Label

Arsip Blog