Tampilkan postingan dengan label Photovoice. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Photovoice. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Maret 2024

Berceritera dengan Foto di Desa Sepanjang

Selama seminggu, staf peneliti Yayasan Percik Salatiga (YPS) Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. menyelenggarakan uji coba Photovoice bersama 10 kader kesehatan di Desa Sepanjang, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang.

Uji coba Photovoice ini merupakan bagian dari CEI (Community engagement and involvement) yang dikerjakan YPS dalam kerangka penelitian bertitel “Pengembangan Inovasi SMARThealth untuk Menurunkan Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung yang Disebabkan oleh Polusi Udara Akibat Pembakaran Sampah di Kabupaten Malang, Jawa Timur,” yang berlangsung mulai tanggal 21 hingga 28 Maret 2024.

Dikutip dari Budig et. al. (2018), Photovoice adalah metodologi penelitian visual –dikembangkan oleh Caroline Wang dan Mary Ann Burris - yang menempatkan kamera di tangan partisipan untuk membantu mereka mendokumentasikan, merefleksikan, dan mengomunikasikan isu-isu yang menjadi perhatian, sekaligus merangsang perubahan sosial.

Kamis (28/03) ini, saatnya 10 kader kesehatan – Lilik Kusmiati, Masito, Usfatul Ulumiyah, Siti Aisyah, Yuli Andari, Lina Lestari, Humairoh, Eny Yuliati, Istinah, Ifa Lutfiyah - yang sebelumnya telah melakukan sesi diskusi kelompok kecil (small group discussion), berkumpul lagi untuk storytelling with photographs (berceritera dengan foto) yang telah dilakukan oleh kader kesehatan Desa Sepanjang terkait pengelolaan sampah di lingkungan sekitarnya.

Partisipan Photovoice mengajak foto bersama staf peneliti YPS usai storytelling with photographs

A picture is worth a thousand words,” demikian kata Badanta et. al. (2021) untuk mengilustrasikan apa yang dilakukan oleh kader kesehatan dalam berceritera dengan foto. “Sebuah gambar dapat mewakili ribuan kata.”

Storytelling with photographs yang diinisiasi oleh staf peneliti YPS dan dinotulensi serta didokumentasikan oleh fasilitator NIHR, diselenggarakan di Ponkendes Sepanjang yang beralamatkan di Jalan Basuki Rahmat No. 111 Dusun Krajan RT 01 RW 02 Desa Sepanjang.

Sebelumnya pada pertemuan awal, 10 kader kesehatan telah mendapat pekerjaan rumah (PR) untuk memotret 5 foto dengan identifikasi topik perihal sampah yang ada di lingkungan sekitar rumah kader kesehatan yang telah diskusikan dalam small group discussion.

Hari ini, 10 kader kesehatan yang telah didukung untuk membuat serangkaian foto dan keterangan sebagai respons permintaan tersebut dan mengekspresikan kendali mereka atas foto mana yang ingin mereka bagikan kepada khalayak.

Staf peneliti YPS mencatat narasi dari foto-foto yang telah dikirimkan partisipan

Prosesnya, mula-mula staf peneliti YPS menanyakan kepada 10 kader kesehatan secara one by one. Mereka diminta untuk menarasikan foto-foto yang telah dikirim sebelumnya yang terkait dengan pembakaran sampah di lingkungan sekitarnya.

Setelah mereka menarasikan, staf peneliti YPS akan meminta kepada setiap kader kesehatan untuk memilih 1 foto saja dari foto-foto yang telah dikirim dan dinarasikan. Pilihan foto tersebut kemudian diceriterakan kepada kader-kader yang lain untuk mendapatkan tanggapan. Kenapa mereka memilih lokasinya, kenapa tertarik mengambil foto tersebut, dan lain sebagainya.

Dari storytelling with photographs dalam small group discussion, staf peneliti YPS ingin melihat pengalaman dan perspektif kader kesehatan dalam mengelola sampah di lingkungan sekitarnya. Ada yang dibakar, ada yang ditimbun, ada yang didaur ulang, ada juga yang  dijual terutama untuk sampah dari botol, kardus dan kertas.

Sepanjang diskusi ini, peserta didorong untuk mempertimbangkan bagaimana foto-foto dapat digunakan sebagai alat komunikasi, dan peserta sekaligus dapat menafsirkan dengan cara mereka sendiri. Kesadaran juga muncul dari kader kesehatan dalam mengelola sampah dari diskusi yang mereka jalankan sendiri.

Staf peneliti YPS meminta partisipan untuk memilih 1 foto dari foto-foto yang dikirimkan, terus memberikan narasi dan mendiskusikannya kepada partisipan lainnya untuk mendapatkan tanggapan

Langkah-langkah yang telah dijalankan kader kesehatan Desa Sepanjang dalam Photovoice tersebut, menurut Lorenz & Chilingerian (2011), telah mengikuti alur Photovoice. Proses Photovoice sering kali melibatkan sekelompok peserta dan fasilitator yang bekerja sama untuk merepresentasikan kehidupan dan sudut pandang menggunakan foto dan keterangan (alias narasi).

Alur Photovoice itu meliputi mempelajari tentang Photovoice; mengambil foto untuk mewakili pengalaman, pikiran, dan perasaan; mendiskusikan foto-foto bersama dengan kelompok;memilih beberapa untuk dipamerkan dan menulis keterangan untukmya; dan mengembangkan pameran untuk memberi informasi kepada komunitas lainnya yang kemudian pada akhirnya akan mendorong perubahan.

Antusiasme kader kesehatan dalam Photovoice itu menghasilkan puluhan foto yang dibagikan di antara peserta dan didiskusikannya. Uji coba Photovoice dengan kader kesehatan Desa Sepanjang terkait pengelolaan sampah memberikan pengalaman tersendiri. 

Peserta mempelajari cara-cara baru dalam menceritakan kisah mereka, dan mereka merasa telah mempelajari keterampilan baru yang dapat mereka gunakan di masa depan. *** [280324]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 21 Maret 2024

Ngobrol Bareng Kader Kesehatan Desa Sepanjang: Langkah Menuju Photovoice

Sepuluh kader kesehatan Desa Sepanjang – Masito, Istinah, Ifa Lutfiyah, Usfatul Ulumiyah, Eni Yuliati, Lina Lestari, Lilik Kusmiati, Siti Aisyah, Yuli Andari, Humairoh – berkumpul di ruangan bernuansa teras milik kader SMARThealth, Masito, pada Rabu (20/03). Mereka dengan berdandan rapi dan cantik-cantik menghadiri pertemuan untuk ngobrol bareng bersama staf peneliti dan advokasi Yayasan Percik Salatiga (YPS) Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K., dalam suasana Ramadhan.

Tujuannya mendiskusikan secara santai, tidak formal banget mengenai persampahan (waste) yang ada di lingkungan keluarga mereka masing-masing maupun yang ada di Desa Sepanjang. Suasananya mirip focus group discussion (FGD) tapi yang menjalankan kader kesehatan semua, mulai dari moderatornya hingga proses diskusinya.

Staf peneliti YPS dan fasilitator NIHR Global Health Research Center on Non-Communicable Disease and Environment Change (NIHR-GHRC NCD & EC) hanya berperan sebagai pemantik dalam diskusi yang dilakukan oleh kader tersebut.

Acara dimulai pada pukul 11.36 WIB dengan diawali prakata dari fasilitator NIHR dan sekaligus memperkenalkan staf peneliti YPS serta peranan YPS dalam NIHR ke depannya. Setelah itu, fasilitator menyerahkan sepenuhnya waktu kepada staf peneliti YPS untuk memperkenalkan diri secara langsung serta eksistensi YPS dalam kancah penelitian.

Kader kesehatan Desa Sepanjang berpose dengan staf peneliti Yayasan Percik Salatiga

Usai perkenalan, staf peneliti YPS langsung membentuk formasi duduk mereka, dan memberikan tema bahasan terkait persampahan dalam diskusi yang akan dilakukan oleh 10 kader kesehatan tersebut. Prosesnya diserahkan sepenuhnya kepada kader. 

Staf peneliti YPS dan fasilitator NIHR lebih banyak berperan menjadi pendengar saja dalam diskusi tersebut. Jika ada pertanyaan dari kader, barulah memantiknya. Pengertian memantik di sini adalah merangsang minat dan perhatian kader dalam mendiskusikan sampah yang ada di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakatnya.

Dalam pertemuan pertama ini, kader kesehatan umumnya bertestimoni mengenai dirinya dalam menangani sampah-sampah yang ada di dalam keluarga mereka masing-masing terlebih dahulu. Dari ceritera-ceritera yang ditangkap fasilitator dalam testimoni kader terdapat pendapat-pendapat yang berbeda di antara mereka.

Ada yang bilang, sampah keluarga dikumpulkan dulu dan nanti kalau sudah banyak dibakar di belakang rumahnya, kecuali air hasil cucian beras umumnya ditampung dalam tong besar berwarna biru untuk digunakan menjadi pupuk.

Prakata fasilitator NIHR dalam diskusi photovoice di Desa Sepanjang, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang

Ada yang berkata, sampah sayur ditaruh di pot dan sampah plastik akan dibakar, seperti tas plastik maupun sachet bumbu masak dan lain-lain, kecuali yang dalam bentuk botol. Mereka akan menjualnya ke pengumpul barang bekas yang berkeliling di desanya.

Terus ada juga, kader yang tidak punya halaman luas berlangganan kepada pengepul sampah dari desa lain, yaitu Putat Kidul. Sampah akan diambil 2 kali dalam seminggu. Kader tersebut akan membayar jasa tersebut secara bulanan. Per bulannya ditarik 25ribu.

Sedangkan, yang memiliki lahan luas di belakang rumah, sampah yang dihasilkan keluarganya akan dibuang di belakang rumah dalam lubang terus nanti ditimbun. Seperti rumah tangga yang dulunya pernah membuat batu bata, beka galiannya yang cukup dalam digunakan untuk menimbun sampah dalam jangka panjang.

Ada juga yang berceritera bahwa di rumahnya masih mempunyai dapur kayu dan belakang rumahnya terdapat bekas lubang pembuatan batu bata. Sampah plastik seperti tas plastik (kresek) dan sachet bumbu masak akan dibakar di tungku berbahan kayu bakar setelah selesai memasak; sampah kertas untuk menyalakan kayu bakar dalam tungkunya; dan sampah basahnya dibuang di bekas lubang pembuatan batu bata. Kalau sudah kering akan dibakar bersama rerontokkan daun bambu yang cukup banyak di halaman belakang rumahnya.

Suasana diskusi sampah rumah tangga dan sampah lingkungan sekitar

Usai mereka bertestimoni, mereka terus berdiskusi dengan obrolan sampah dalam lingkungan masyarakat. Kader yang hadir dalam obrolan ini mengakui bahwa di Desa Sepanjang telah ada bank sampah. Namun dalam 3 tahun ini tidak jalan lagi karena respon dari masyarakat kurang. Hal ini menurut mereka, petugas yang mengambil sampah tidak tentu datangnya dan yang diambil hanya yang laku dijual saja sehingga masyarakat menjadi malas. Pengepulnya juga kerap berganti-ganti personil dan gemar pilih-pilih, petugas bank sampahnya menjadi bingung dan akhirnya mutung (ngambek) dan terus dibunag di belakang halaman rumah dan dibakar. Mereka tak mau ribet, hanya ingin perlu yang praktis saja.

Diakui oleh kader, sebenarnya di Desa Sepanjang telah dilakukan edukasi terkait bahaya sampah yang dibakar, tapi mengingat kendala yang dihadapi seperti dalam pengelolaan bank sampah di atas, terus mereka tidak tahu harus bagaimana lagi.

Di samping itu, kader juga mengemukaan bahwa kader di Desa Sepanjang juga pernah mendapatkan pelatihan sabun ecoenzym, akan tetapi karena kebiasaan masyarakat di Desa Sepanjang gemar menggunakan sabun yang berbusa, produk sabun ecoenzym kurang diminati lantaran tidak berbusa.

Kegaliban lain yang masih dijumpai di Desa Sepanjang, setiap panen raya terlihat pemandangan pembakaran jerami, bonggol jagung maupun sisa panenan tebu. Setiap orang yang melintas di antara persawahan yang sedang panen, akan terlihat asap mengepul dari pembakaran jerami di sawah.

Suasana kader merencanakan pertemuan berikutnya untuk membahas foto-foto yang akan dikirimkan kader

Tak hanya itu, masih adanya “dhiyangan”, sebuah tradisi pengasapan di depan rumah yang sedang memiliki bayi hingga umur selapan dengan membakar agar keluar asap yang mengepul. Konon, asap tersebut dipercaya dapat mengusir jin agar tak mengganggu bayinya. Orangtua akan membakar sepet (sabut kelapa) setiap hari dalam selapan hari.

Usai diskusi dengan suasana yang mengalir, sepuluh kader tersebut mendapatkan tugas untuk memotret apa yang telah diceriterakan dan didiskusikan tadi. Setiap kader diminta untuk memotret sebanyak 5 buah yang berbeda, dan dikirimkan ke staf peneliti YPS atau dalam group yang telah dibuat kader. Kemudian hasil fotonya nanti akan didiskusikan dalam pertemuan berikutnya, yang rencananya akan dilakukan sebanyak 5 kali dalam 5 minggu ke depannya.

Pada taraf itu, kader telah memasuki apa yang dikenal dengan photovoice. Photovoice adalah proses di mana orang dapat mengidentifikasi, mewakili, dan meningkatkan komunitas mereka melalui teknik fotografi tertentu (Wang & Burris, 1997). 

Bagi Wang & Burris, dalam photovoice itu, foto mengandung arti, yang di dalamnya menceriterakan potret atau diri sang pengambil foto, menceriterakan komunitas tertentu, atau mendeskripsikan sebuah fenomena. Photovoice menciptakan peluang representasi diri kader kesehatan melalui fotografi. Dari situ akan terlihat tindakan partisipasif kader kesehatan dalam persampahan. *** [210324]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Risk Checker

Risk Checker

Indeks Massa Tubuh

Supplied by BMI Calculator Canada

Statistik Blog

Sahabat eKader

Label

Arsip Blog