Tampilkan postingan dengan label Photovoice. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Photovoice. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 Oktober 2024

Sepuluh Kader Kesehatan Desa Krebet Ikuti Photovoice Di Pendopo Ponkesdes

Pagi itu, di hari Kamis (10/10), mentari bersinar cerah. Cahayanya menyinari pendopo Ponkesdes Krebet yang menjadi tempat pertemuan photovoice. Berada di pertigaan, yang masih terlihat sawah menghijau, masyarakat setempat menyebutnya dengan sawung, yang artinya berada di tengah-tengah persawahan yang luas.

Bangunan yang berdiri kokoh di Jalan Tugu Ireng, Dusun Krajan RT 15 RW 05 Desa Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, dengan pemandangan areal persawahan, yang didekatnya dikelilingi kebun kubis, tomat, dan jagung itu terasa semilir angin sepoi-sepoi. 

Di belakangnya terlihat cerobong asap Pabrik Gula (PG) Krebet menjulang dengan asap mengepul tebal, dan di kejauhan terlihat juga dua gunung membiru, yaitu Gunung Kawi dan Gunung Arjuno. Orang akan betah bila duduk-duduk di pendopo Ponkesdes tersebut.

Ponkesdes Krebet, lokasi pertemuan photovoice yang pertama di Desa Krebet, dengan latar belakang PG Krebet yang terus mengeluarkan asap

Sepuluh kader kesehatan – Cuplik Sri Wahyuni, Anik Mufidah, Winarti Anisah, Erlina Wati, Siti Khodijah, Ita Khusnul Marifah, Nurhayati, Lilik Ati, Sunarti, Rodiya – akan mengikuti photovoice dalam rangka penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB).

Photovoice adalah metode unik yang mampu menangkap cerita, pengalaman, dan fenomena sosial melalui lensa fotografi. Photovoice lebih dari sekadar foto; ini adalah cara partisipatif dalam riset kualitatif, di mana komunitas dan individu dapat mengekspresikan diri, menggambarkan realitas mereka, meningkatkan kesadaran sosial melalui gambar.

Acara photovoice ini dimulai pada pukul 09.26 WIB. Pembawa acara Siti Khodijah, salah seorang kader yang turut menjadi peserta itu, mengucapkan terima kasih atas kedatangan mereka dalam kegiatan ini.

Photovoice keeper memberikan pengantar terlebih dahulu

Kemudian setelah itu, acara dilanjutkan dengan sambutan dari perawat Desa Krebet Eka Ilham Adi Waluyo, A.Md.Kep. Dalam sambutannya, perawat Ilham mengatakan bahwa pertemuan ini akan berlanjut hingga 4 kali pertemuan. Sehingga, ia berharap kader ini bisa mengikuti hingga 4 tahapan tersebut. “Jangan ada yang tertinggal di antara kita,” tegas perawat Ilham.

Lebih lanjut, perawat Ilham berharap ilmu yang diterima nantinya bisa diterapkan kepada masyarakat, dan setelah itu, ia memandu berdoa bagi kelancaran kegiatan ini.

Usai sambutan perawat Desa Krebet, pembawa acara menyerahkan waktu sepenuhnya kepada Tim Penelitian NIHR Theme 3: People empowerment and community yang digawangi oleh Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. yang didampingi fasilitator NIHR dan hadir juga Sekar Aqila Salsabila, S.AP., M.AP., mahasiswa S3 di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UB yang fokus pada Kebijakan Manajemen Sampah Plastik di Indonesia.

Partisipan photovoice dipersilakan membaca informed consent

Mula-mula Christina memperkenalkan terlebih dahulu. Lalu, barulah ia menjelaskan perihal photovoice: apa itu photovoice, proses informed consent hingga isu etik terkait kamera dalam pengambilan gambar, terutama yang ada orangnya.

Setelah itu, Christina mempersilakan fasilitator memperkenalkan diri juga kepada peserta photovoice. Begitu juga dengan Sekar Aqila yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Usai perkenalan dan penjelasan, Christina menjelaskan sebentar perihal pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat kepada peserta pertemuan photovoice di sawung ini. Kemudian barulah Christina yang memandu photovoice ini meminta untuk bertestimoni terkait tema yang dibicarakan tadi, yakni pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat. Semua diminta satu persatu untuk bercerita mengenai pengolaan sampah yang telah dilakukan oleh peserta selama ini di lingkungan mereka masing-masing.

Perawat Desa Krebet turut menyaksikan jalannya photovoice di Ponkesdes

Dari testimoni mereka terangkum bahwa, pengelolaan sampah di Desa Krebet beragam. Peserta yang tinggal di perumahan, umumnya sampah diangkut oleh petugas dan dikelola oleh RW. Kemudian yang tinggal di perbatasan antara Desa Krebet dengan Krebet Senggrong di sisi selatan PG Krebet, pengelolaan sampah ada yang masih dibakar di pekarangan belakang rumah yang umumnya masih luas dan ada juga yang diangkut seminggu 3 kali dengan membayar Rp 20 ribu per bulan. Yang mengangkut sampah ikut Desa Krebet Senggrong.

Lalu, warga yang tinggal di sepanjang Kali Anyar, sebutan saluran irigasi Kedungkandang yang membelah Desa Krebet, umumnya ada yang dibuang di saluran tersebut atau dibakar di pinggir kali tersebut. Maka menjadi pemandangan umum bahwa sampah sering menumpuk di pintu air yang  berada di Desa Gading. Warga setempat menyebut pintu air saluran tersebut dengan istilah swereg.

Namun demikian, dari ketiga dusun yang ada di Desa Krebet telah mempunyai pengetahuan dalam memilah sampah. Sampah plastik yang memiliki nilai jual akan dikumpulkan kemudian diloakkan atau dijual ke rombeng.

Suguhan makan siangnya adalah nasi tahu telor

Sebelum acara photovoice yang pertama di Desa Krebet ini berakhir, Christina memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada peserta photovoice untuk mengirimkan foto yang bisa menceritakan apa yang telah dibicarakan dalam pertemuan ini. Setiap peserta diminta untuk mengirimkan foto sebanyak 3 buah dengan dikasih keterangan ke group Photovoice krebet.

Setelah itu juga diminta untuk mendiskusikan sendiri terkait pertemuan berikutnya, yakni di hari apa, tanggal berapa, dan di mana lokasinya. Semuanya harus datang dari peserta itu sendiri. Mereka sudah mulai diajari melakukan perencanaan sendiri.

Sebelum acara ditutup, peserta dipersilakan untuk mencicipi aneka kudapan yang disajikan di meja memanjang tempat pertemuan, dan juga nasi tahu telor yang khas. Setelah itu, acara pertemuan photovoice baru ditutup pada pukul 11.09 WIB oleh pembawa acara menjelang suara adzan Dhuhur berkumandang. *** [121024]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Minggu, 22 September 2024

Ahad Pagi, Kader Kesehatan Desa Tlogorejo Ikuti Photovoice Yang Pertama

 “Fotografi yang hebat adalah tentang kedalaman perasaan, bukan kedalaman bidang.” – Peter Adams

Jumat kemarin, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Theme 3: People Empowerment and Community atau yang kondang dengan Tim CEI (Community Engagement and Involvement) telah mengadakan photovoice yang pertama di Desa Pagak.

Dan, Ahad (22/09) pagi ini, jadwalnya Tim CEI melaksanakan photovoice di Desa Tlogorejo untuk yang pertama kalinya. Tempatnya dipusatkan di Pendopo Balai Desa Tlogorejo yang beralamatkan di Dusun Dadapan RT 16 RW 06 Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Senyum para peserta photovoice di Pendopo Balai Desa Tlogorejo

Pukul 09.03 WIB, 9 kader kesehatan telah berkumpul di Pendopo Balai Desa Tlogorejo. Mereka disambut oleh Tim CEI yang terdiri dari 2 orang personil Yayasan Percik Salatiga (YPS) – Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si dan Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. serta fasilitator NIHR Universitas Brawijaya (UB).

Selang 7 menit, kader kesehatan peserta photovoice terakhir tiba di Pendopo Balai Desa Tlogorejo, dan acara pun segera dimulai. Mula-mula, pembawa acara kader kesehatan Sutarmi atau yang beken dipanggil Bu Yut itu mengawali dengan ucapan selamat datang kepada seluruh peserta photovoice, dan kemudian memandu dengan doa demi kelancaran kegiatan ini.

Setelah itu, dilanjutkan dengan sambutan dari bidan Desa Tlogorejo Sulianik, A.Md.Keb. Dalam sambutannya, bidan Anik mengucapkan terima kasih atas kedatangannya di Pendopo Balai Desa Tlogorejo untuk mengikuti photovoice, dan sekaligus memberi tahu kepada peserta bahwa kegiatan ini nanti akan dipandu oleh Damar Waskitojati dan Christina.

Namun sebelum itu, Wakil Direktur (Wadir) YPS Damar Waskitojati memberikan pengantar terlebih dahulu kepada peserta. Pada kesempatan itu, Damar menjelaskan bahwa yang ingin dilakukan pagi ini sedikit berbeda dengan Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terfokus pada umumnya.

Fasilitator photovoice dari Tim CEI

“Metode photovoice bercerita melalui gambar dalam hubungannya dengan pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat,” tegas Damar dihadapan kader kesehatan yang duduk mengelilingi meja panjang tersebut.

Untuk mengawali photovoice ini, Damar ingin mengajak ngobrol santai dulu mengenai pengelolaan sampah yang biasanya dilakukan di Desa Tlogorejo atau di rumah tangganya sendiri seperti apa? Namun demikian sebelum ngobrol santai itu, peserta dipersilakan untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu agar supaya dikenal oleh peserta yang lainnya.

Perkenalan dimulai dari peserta yang duduk di dekat bidan Anik depan Wadir YPS, yakni Iit Nurhaifah. Kemudian perkenalannya diurutkan di sebelahnya yang duduk di sebelah utaranya. Mulai dari Nia Ernawati, Suriyani, Sutarmi, Suli’ami, Arlik, Yunita, Mufida, Sukarni, dan Sri Widiyowati.

Usai perkenalan, Damar pun kemudian memantik dengan pertanyaan tentang pengelolaan sampah yang dilakukan oleh peserta. Kalau pada perkenalan dimulai dari Iit, dan untuk bercerita terkait pengelolaan sampah diawal dari Sri Widiyowati dan terus urut melingkar hingga sampai ke Iit.

Suasana photovoice diambil dari sisi barat

Dari pertanyaan pemantik tersebut diketahui bahwa di Desa Tlogorejo umumnya warga sudah melakukan pemilahan sampah rumah tangganya. Botol dan kardus yang memiliki nilai jual akan disendirikan untuk dijual ke pengepul. Namun demikian, ada juga yang dikasihkan kepada tetangganya begitu saja.

Sedangkan, sampah sayur akan dicacah bagi warga yang memiliki ternak seperti ayam, bebek maupun kambing. Sementara, sisa sampah lainnya akan dibakar, seperti sachet-sachet kecap, royco atau masako, dan sampah plastik lainnya yang tidak laku dijual.

Mereka akan membakar sisa sampah tersebut di juglangan (lubang sampah) yang ada di pekarangan belakang rumah. Sedangkan, yang tidak mempunyai pekarangan rumah, akan dibawa ke ladang untuk dibakar di sana.

Mereka umumnya melakukan cara tradisional dengan membakar sampah karena di Desa Tlogorejo tidak ada penampungan sampah sementara maupun jasa pemungutan sampah dari rumah ke rumah. Sehingga, warga biasanya memilih dibakar agar supaya tempatnya lekas bersih dari tumpukan sampah.

Suasana photovoice diambil dari sisi timur

Diakui oleh peserta, bahwa kebiasan ini belum ada keluhan yang dirasakan. Karena menurutnya, setiap hari bakarnya sedikit-sedikit. Tetapi kalau pembakaran daduk (daun tebu hasil panen yang kering) memang bikin rumah yang ada di sekitar lahan tebu kerap kotor karena langesnya dan bikin sesak napas.

Selesai FGD pengantar dari Damar, acara berikutnya dilanjutkan dengan penjelasan photovoice dari Christina kepada peserta yang akan dijalankan pada pertemuan berikutnya. Sebelum panjang lebar, Christina memantik dengan pertanyaan, “Yang ngurusi sampah-sampah itu, Bapak-bapak atau Ibu-ibu?”

Mereka serentak mengatakan bahwa biasanya ibu-ibu yang mengurusi sampah, namun yang menghadiri sosialisasi itu kebanyakan bapak-bapak. “Berarti ibu-ibu umumnya tidak punya kesempatan untuk bersuara,” kata Christina. “Metode yang diikuti ibu-ibu ini mudah untuk menyuarakannnya melalui photovoice.

Kemudian, Christina masuk kepada rule of game dari photovoice terlebih bila pengambilan gambarnya ada orang lain. Foto-foto yang akan diambil nantinya berkenaan dengan pengelolaan sampah dan pengaruh ke kesehatan.

Fasilitator NIHR menyimak dan mencatat

Dengan tujuan untuk mendorong perubahan sosial, photovoice dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat, meningkatkan kesadaran akan sumber daya masyarakat, dan menumbuhkan kemandirian. Caroline Wang dan Mary Ann Burris (1997) mengembangkan photovoice, dengan tujuan akhir 1). untuk memungkinkan orang merekam dan mencerminkan kekuatan dan perhatian komunitas mereka, 2). untuk mempromosikan dialog kritis dan pengetahuan tentang isu-isu penting melalui diskusi kelompok kecil tentang foto-foto, dan 3). untuk menjangkau para pembuat kebijakan. Ini adalah elemen-elemen utama pemberdayaan, sebuah konsep yang terkait erat dengan metodologi photovoice dari dasar konseptual aslinya hingga implementasinya (Kirsten Budig et. al., 2018).

Dari tujuan yang dikemukan pencetusnya itu, dapat dimengerti bahwa yang utama bukan fotonya belaka akan tetapi apa yang terkandung pemaknaan dibalik pemotretan tersebut. Kutipan Peter Adams memperjelas hakikatnya, “Great photography is about depth of feeling, not depth of field” (Fotografi yang hebat adalah tentang kedalaman perasaan, bukan kedalaman bidang).

Kutipan (quote) dari Peter Adams, seorang fotografer dan penulis A Few Of The Legends, sekaligus menepis ketidakpedean akan kamera handphone yang akan digunakan dalam tugas photovoice untuk pertemuan berikutnya kelak. *** [220924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Sabtu, 21 September 2024

Mengawali Photovoice di Desa Pagak: ‘Sebuah gambar bernilai seribu kata’

Caroline Wang dan Mary Ann Burris mengembangkan metodologi photovoice sebagai sarana dan pemantik penelitian partisipatif dalam rangka memberdayakan kelompok marginal. Melalui photovoice, partisipan mengidentifikasi, mendokumentasikan, serta menampilkan kekuatan dan kekhawatiran komunitas dari perspektif anggota komunitas sendiri melalui penggunaan teknologi fotografi.

Sebagai praktik yang berbasis pada produksi pengetahuan, photovoice memiliki tiga tujuan utama: (1) untuk memungkinkan orang merekam dan mencerminkan kekuatan dan perhatian komunitas mereka, (2) untuk mempromosikan dialog kritis dan pengetahuan tentang isu-isu penting melalui diskusi foto dalam kelompok besar dan kecil, dan (3) untuk menjangkau para pembuat kebijakan (Wang & Burris, 1997).

Jumat (20/09) kemarin, 10 orang kader kesehatan (4 kader Balita, 2 kader Lansia dan 4 kader PTM) mengikuti kegiatan photovoice di Ponkesdes Pagak yang beralamatkan di Dusun Tempur RT 06 RW 12 Desa Pagak, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Peserta dan fasilitator photovoice berpose bersama perawat Ponkesdes Pagak

Acara dimulai pada pukul 10.39 WIB. Pembawa acara Purwiantiwi mengucapkan selamat datang di Ponkesdes Pagak untuk mengikuti photovoice. Kemudian ia memandu doa demi kelancaran kegiatan yang diikuti oleh sejumlah kader kesehatan Desa Pagak.

Setelah itu, acara diisi dengan sambutan dari perawat Ponkesdes Pagak Sri Hidayati, S.Kep.Ners. Dalam sambutannya, perawat Sri mengucapkan terima kasih kepada personil dari Yayasan Percik Salatiga (YPS) yang tergabung dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) dan fasilitator NIHR Universitas Brwijaya (UB) kedatangannya di Ponkesdes Pagak serta kader-kader yang menjadi peserta dalam pertemuan ini.

Lebih lanjut, perawat Sri menginformasikan kepada peserta bahwa kegiatan photovoice ini akan berlangsung dalam beberapa tahap, mulai dari tahap 1 hingga 4 atau 6 tahap. Ia berharap semua kader ini agar bisa mengikuti sampai tuntas setiap tahapan agar mendapatkan mendapatkan bekal ketrampilan baru, dan hari ini baru tahap 1.

Usai sambutan dari perawat Ponkesdes Pagak, acara diteruskan dengan perkenalan dari para peserta terlebih dahulu. Dimulai dari Nuryl Nindya, Cicik Krisdianti, Dyah Anggun Sasmita, Dwi Mayasari, Della Apryanagustin, Istiawati, Sri Wahyuni, Priyatin, Purwiantiwi hingga Viska Pratiska.

Bangunan Ponkesdes Pagak yang dikelilingi lahan tebu

Rampung acara perkenalan peserta, Wakil Direktur YPS Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si mengawali dengan Focus Group Discussion (FGD) sebentar terkait pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat.

“Kami ingin mendengar cerita pengelolaan sampah di Desa Pagak. Kebiasaan di rumah tangga yang ada di Desa Pagak dalam pengelolaan sampah,” kata pembuka Damar dalam memandu FGD sebagai pengantar untuk masuk ke dalam photovoice.

Dari hasil FGD pengantar itu, diketahui bahwa umumnya sampah rumah tangga dibuang ke lubang sampah di belakang rumah. Ada juga yang dibuatkan jedingan, sebuah bangunan semen seperti kolah (bak air).

Di Desa Pagak, diakui oleh peserta, memang belum ada jasa pengangkutan sampah kecuali hanya di daerah sekitar Pasar Pagak saja. Karena inilah, tak ada jalan lain kecuali lebih menyukai dengan cara dibakar. Mereka umumnya membakar di sore atau malam hari agar jemuran tidak sangit. Bau sangit itu melekat.

“Daripada menumpuk mendingan dibakar, cepat menjadi bersih tempatnya,” kata salah seorang peserta.

Suasana photovoice di Ponkesdes Pagak

Namun demikian, kendati terbiasa dengan pembakaran sampah, mereka juga mengakui melakukan pemilahan sampah terlebih dahulu. Sampah plastik yang masih memiliki nilai jual, seperti botol airminum, botol minyak goreng, dan lain-lain, akan disendirikan untuk dijual ke pengepul yang secara rutin berkeliling. Kebetulan ada dua pengepul dari desanya yang cukup dikenal warga, yang senantiasa berkeliling untuk membelinya.

Peserta yang umumnya kader kesehatan ini juga mengakui bahwa asap dari pembakaran tersebut sering membikin sesak napas dan panas hidung (pengar). Oleh karena itu, mereka umumnya menyiasati dengan cara menghindari asap.

Selain itu, kalau ada kelahiran masih dijumpai tradisi diyang selama selapan atau 35 hari dengan cara membakar kayu atau sepet di depan rumah yang sedang memiliki bayi. “Diyang itu kalau menengok bayi, biar gak membawa balak,” jelas seorang peserta.

“Dari medis, tangan yang diasapkan dulu agar waktu memegang bayinya nanti steril,” imbuh perawat Sri yang senantiasa menyimak dalam pertemuan ini.

Fasilitator photovoice dan sebagian peserta bersandar tembok di sisi selatan

Selain diyang, pembakaran daduk (daun tebu yang kering) juga mengeluarkan asap yang kerap mengganggu. Gangguannya berupa langes yang masuk ke rumah yang berdekatan dengan lokasi pembakaran daduk.

Pukul 11.23 WIB, Christina Arief T. Mumpuni dari YPS melanjutkan dengan penjelasan photovoice kepada peserta. Peserta mendapatkan penjelasan dan gambaran dari photovoice. Kemudian diinformasikan pula rule of game pengambilan gambar nantinya. Jika menyangkut gambar yang diambil juga perlu izin kepada orangnya.

Sepuluh peserta diharapkan untuk pertemuan berikutnya sudah mengumpulkan foto melalui handphone, menggunakannya untuk menceritakan kisah yang difoto dengan kata-kata mereka sendiri, dan membagikannya dengan fasilitator photovoice untuk digunakan sebagai informasi guna menginformasikan dan mengadaptasi program mereka.

Foto-foto mengartikulasikan apa yang penting bagi fotografer. Keindahan dan kekuatan photovoice adalah bahwa teknik ini memberi izin kepada peserta untuk mengekspresikan suara hati mereka. Dengan mentransfer kekuatan kepada individu, memungkinkan mereka untuk memutuskan apa yang penting, dan cerita apa yang akan diceritakan, fasilitator photovoice akan memperoleh perspektif refleksi langsung tentang bagaimana pengelolaan sampah di desanya memengaruhi kehidupan mereka.

Peserta photovoice yang bersandar di tembok sisi utara

Sehingga, mengawali photovoice di Desa Pagak sebagai sebuah langkah yang dalam bahasanya Bárbara Badanta et. al. (2021), ‘A picture is worth a thousand words’ (Sebuah gambar bernilai seribu kata).

‘Sebuah gambar bernilai seribu kata’ adalah sebuah pepatah dalam berbagai bahasa yang berarti bahwa ide-ide yang kompleks dan terkadang beragam dapat disampaikan oleh satu gambar diam, yang menyampaikan makna atau esensinya secara lebih efektif daripada sekadar deskripsi verbal.

Pepatah ini diperkirakan muncul dalam iklan surat kabar pada tahun 1913 namun sudah mengalami modifikasi kata, dan pepatah itu sendiri sering dihubungkan dengan ungkapan Konfusius, ‘Bǎi wén bùrú yī jiàn’ (Mendengar sesuatu seratus kali tidak lebih baik daripada melihatnya sekali). *** [210924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 09 Mei 2024

Pagi FGD Photovoice Tahap 2 Di Krebet Senggrong, Siangnya Di Sumberejo

Setelah selesai FGD Photovoice Tahap 2 di Ruang Kerja Kepala Desa Krebet Senggrong, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC), atau yang di Indonesia dikenal dengan penelitian “Dampak Polusi Udara terhadap Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung di Kabupaten Malang, Jawa Timur, dari Yayasan Percik Salatiga (YPS) bersama fasilitator NIHR bergerak menuju ke Kecamatan Pagak, pada Rabu (08/05).

Karena siangnya juga ada pelaksanaan FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Sumberejo yang berada di Jalan Lapangan Rajawali Dusun Bandarangin RT 17 RW 05 Desa Sumberejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang. Jarak Balai Desa Sumberejo dari Balai Desa Krebet Senggrong adalah sejauh 30 kilometer.

Peserta FGD Photovoice Tahap 2 dari Desa Gampingan dan Sumberejo mengajak berpose dengan YPS

Dalam perjalanannya, Tim Penelitian NIHR dari YPS dan fasilitator NIHR sempat berhenti sebentar di Warung Pojok Desa Gampingan untuk sekadar membekali perut agar bugar dalam melaksanakan FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Sumberejo nantinya.

Tiba di Balai Desa Sumberejo sekitar pukul 13.03 WIB. Di situ sudah terlihat hadir 3 kader dari Desa Gampingan, yakni Nurul Mila, Ninik Farida dan Yayuk Wijayanti. Sementara, 2 kader lainnya – Siti Aminah dan Dianawati - tidak bisa hadir. Siti Aminah ada keperluan berkenaan dengan sekolahnya, sedangkan Dianawati sedang dalam pemulihan tipesnya.

Begitu memasuki Ruang Pertemuan Balai Desa Sumberejo, ternyata Sekretaris Desa (Sekdes) Lutfi Asy’ari telah memfasilitasi dengan LCD Epson beserta layarnya dan microphone serta kursinya telah diset sedemikian rupa untuk pelaksanaan FGD Photovoice Tahap 2 ini.

Sambutan dari Kepala Desa Sumberejo

Sambil menunggu kader dari Desa Sumberejo – Nurwahyuni, Umy Umamah, Wiwik Ermawati, Qudsiyah, Anis Ardiana - ada yang masih mengikuti pertemuan ranting Muslimat, Tim Penelitian NIHR dari YPS dan fasilitator NIHR menyiapkan perlengkapan untuk mengadakan FGD Photovoice, seperti file gambar/foto, daftar hadir, buku notulensi, dan recorder.

FGD Photovoice Tahap 2 yang diikuti kader dari Desa Gampingan dan Sumberejo ini dimulai pada pukul 13.30 WIB. Acara diawali terlebih dahulu dengan sambutan dari Kepala Desa Sumberejo H. Amsori. Kemudian disambung dengan sambutan dari Wakil Direktur YPS Damar Waskitojati, S.Kom, M.Si.

Begitu selesai sambutan-sambutan, langsung dilanjutkan dengan FGD Photovoice Tahap 2 yang dipandu oleh Christina Arief T. Mumpuni dari YPS dengan notulis dari fasilitator NIHR. Sama dengan pelaksanaan FGD Photovoice Tahap 2 pagi tadi di Balai Desa Krebet Senggrong, Christina akan menampilkan gambar/foto yang telah dikirimkan kepadanya untuk diceriterakan mengenai lokasinya, mengapa mengambil gamar/foto tersebut, dan alasan menarik apa yang menyebabkan peserta FGD Photovoice memotret hal tersebut.

Sambutan dari Wakil Direktur YPS

Setiap peserta wajib mempresentasikan gambar/foto melalui bahasa sehari-hari dalam ceriteranya. Ceritanya ini kemudian didiskusikan dengan peserta lainnya. Ini yang menyebabkan diskusi berkelompok menjadi interaktif.

Tim Penelitian NIHR dari YPS terkadang memantiknya jika peserta mengalami kebingungan atau pun merasa sulit untuk berceritera. Sehingga, suasana diskusi kelompok menjadi tidak sepi dan pasif tetapi menjadi lebih gayeng.

Dari diskusi kelompok yang di antara peserta, Tim Penelitian NIHR YPS dan fasilitator NIHR bisa menangkap perspektif dari sudut pandang mereka terhadap fenomena-fenomena keseharian mereka dalam topik yang terkait mengenai pengelolaan sampah plastik, polusi udara, dan penyakit tidak menular (PTM), seperti di antaranya bahwa limbah plastik dari PT Ekamas Fortuna sebenarnya memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat Desa Gampingan dan Desa Sumberejo.

Suasana FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Sumberejo

Karena setelah melalui pemilahan oleh anggota rumah tangga yang ada di kedua desa tersebut bisa menghasilkan rupiah bagi orang tua yang berada di rumah. Mereka umumnya memilah kardus dengan plastik. Ceceran kardusnya kembali dijual ke PT Ekamas Fortuna untuk menjadi bahan daur ulang produksinya, sedangkan plastiknya umumnya dikasihkan secara gratis, agar supaya halaman rumah tangga pemilah tersebut bisa mendatangkan sampah dari PT Ekamas Fortuna lagi untuk diambil ceceran kardusnya.

YPS bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang dengan dukungan National Institute for Health and Care Research (NIHR) sedang melakukan penelitian partisipatif untuk mengidentifikasi kumpulan solusi alternatif pengatasan dampak pembakaran sampah plastik terhadap kesehatan masyarakat.

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program SMARThealth yang ingin diperluas dengan melihat dampak polusi udara terhadap PTM, seperti paru-paru dan penyakit jantung. Di bawah koordinasi UB, YPS berperan untuk mengembangkan penguatan jaringan di masyarakat, atau yang dikenal dengan istilah CEI (Community engagement and involvement) agar penelitian ini secara partisipatif masyarakat terlihat di dalam berbagai tahapannya. 

Peserta dari 2 desa berdiskusi kelompok dengan menampilkan gambar/foto hasil jempretannya dulu, dan kemudian ada yang mengomentarinya

Berbagai pengetahuan dan pengalaman masyarakat dalam mengelola sampah plastik terkait dengan kesehatan di mana selama ini masyarakat hidup di sekitar lokasi pembakaran sampah plastik menjadi penting untuk upaya mengembangkan kebijakan pengelolaan lingkungan dan kesehatan.

FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Sumberejo ini selesai pada pukul 15.36 WIB. Selesai itu, kemudian Christina Arief T. Mumpuni diajak berpose oleh peserta di depan pintu utama masuk ke Balai Desa Sumberejo, dan setelahnya, Tim Penelitian NIHR YPS dan fasilitator NIHR berpamitan dengan seluruh peserta maupun dengan Kepala Desa dan Sekretaris Desa Sumberejo. *** [090524]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kader Desa Bakalan dan Krebet Senggrong Ikuti FGD Photovoice Tahap 2 di Balai Desa Krebet Senggrong

Delapan hari yang lalu, dua desa – Bakalan dan Krebet Senggrong – telah mengikuti FGD Photovoice Tahap Pengenalan Topik da Teknik Photovoice (Tahap 1) di Ruang Kasun Balai Desa Bakalan. Rabu (08/05), kader dari dua desa tersebut kembali mengikuti FGD Photovoice Tahap Pengambilan Gambar/Foto dan Menceriterakannya (Tahap 2) di Ruang Kerja Kepala Desa Krebet Senggrong yang beralamatkan di Jalan Raya Krebet Senggrong No. 1 Dusun Krapyak Jaya RT 17 RW 04 Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

Kalau pada Tahap 1, Tim Penelitian NIHR dari Yayasan Percik Salatiga (YPS) Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K didampingi oleh fasilitator NIHR sebagai notulis maupun dokumentasi, kali ini pada penyelenggaraan Tahap 2 juga dihadiri oleh Wakil Direktur (Wadir)YPS Damar Waskitojati, S.Kom, M.Si, dan pelaksanaannya disaksikan pula oleh staf PTM dan Kesehatan Jiwa (Keswa) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang Wildan Adi Yatma, S.Psi.

Formasi dan suasana FGD Photovoice Tahap 2 di Ruang Kerja Kades Krebet Senggrong

Pada tahap 2 ini, peserta Photovoice yang berjumlah 10 orang tersebut – 5 orang dari Desa Bakalan (Sandi Cahyadi, Lilik Nur Aini, Mahmudah, Ana Sholicha, Indah Astutik) dan 5 orang dari Desa Krebet Senggrong (Nur Rohma, Lidya Mas'udah, Yeni Mariana, Sanik, Nadzirotun Khasanah) – diberikan kesempatan oleh Christina Arief T. Mumpuni untuk menampilkan gambar/foto yang telah dikirimkan dan disorotkan dengan LCD Epson ke tembok untuk diceriterakan lokasi pengambilan gambar, menceriterakan apa dari gambar tersebut, dan alasan apa yang memikat peserta untuk memotretnya.

Setelah setiap peserta berceritera tentang gambar/fotonya tersebut, peserta lain boleh bertanya kepada pemotret atau pun mengomentarinya dengan dipandu oleh Christina Arief T. Mumpuni. Sesekali Wadir YPS Damar pun turut memantik dalam diskusi berkelompok tersebut.

Dua peneliti dari YPS brperan memantik dalam FGD Photovoice Tahap 2

Diskusi berkelompok dengan topik terkait persampahan plastik, polusi udara, dan penyakit tidak menular (PTM) ini berjalan interaktif yang terkadang memunculkan istilah lokal yang khas dan kata-kata yang membikin ketawa para peserta lainnya.

Pada pelaksanaan tahap 2 Photovoice ini sudah mulai terlihat fokus diskusi kelompok yang cukup menarik. Pada tahan 1, peserta masih meraba-raba dalam pengenalan topik dan pada tahap 2 sudah mulai fokus dalam diskusinya.

Peserta dari Desa Krebet Senggrong selaku tuan rumah mengawali berceritera mengenai gambar/foto yang telah dikumpulkan

Kemudian dari sisi pemantik maupun notulis juga sedikit banyak sudah menangkap fenomena-fenomena dalam topik tersebut. Dalam diskusi berkelompok tersebut juga memperlihatkan bahwa pembakaran sampah plastik dalam lingkungan rumah tangga masih masif dengan berbagai alasan, seperti warga masih memiliki lahan yang luas dan terkadang petugas pengambil sampah tidak on time dalam jadwalnya.

YPS bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang dengan dukungan National Institute for Health and Care Research (NIHR) sedang melakukan penelitian partisipatif untuk mengidentifikasi kumpulan solusi alternatif pengatasan dampak sampak plastik terhadap kesehatan masyarakat.

Wakil Direktur YPS juga turut memantik dalam FGD Photovoice Tahap 2

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program SMARThealth yang ingin diperluas dengan melihat dampak polusi udara terhadap PTM, seperti misalnya paru-paru dan jantung. Dalam hal ini YPS yang di bawah koordinasi UB berperan untuk mengembangkan penguatan jaringan di masyarakat, atau yang dikenal dengan CEI (Community engagement and involvement) agar penelitian ini secara partisipatif masyarakat terlibat dalam berbagai tahapannya.

Berbagai pengetahuan dan pengalaman masyarakat dalam mengelola sampah platik terkait dengan kesehatan di mana selama ini masyarakat hidup di sekitar lokasi pembakaran sampah plastik menjadi penting untuk upaya mengembangkan kebijakan pengelolaan lingkungan dan kesehatan.

Wakil Direktur YPS dan penelitinya beraudiensi dan berdiskusi dengan Kades Krebet Senggrong

FGD Photovoice Tahap 2 yang dimulai pada pukul 08.08 WIB yang dibantu LCD Epson dalam menampilkan gambar/foto hasil jepretan peserta itu, berakhir pada pukul 10.50 WIB. Setelah itu, Tim Penelitian NIHR berjumpa dan berdiskusi dengan Kepala Desa Krebet Senggrong Slamet Efendi, S.E.

Selesai itu, Tim Penelitian NIHR YPS dan fasilitator NIHR bergegas menuju ke Balai Desa Sumberejo untuk melakukan FGD Photovoice yang sama (Tahap 2) yang akan diadakan pada siang hari hingga sore hari yang diikuti oleh kader dari Desa Gampingan dan Desa Sumberejo. *** [0900524]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 28 Maret 2024

Berceritera dengan Foto di Desa Sepanjang

Selama seminggu, staf peneliti Yayasan Percik Salatiga (YPS) Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. menyelenggarakan uji coba Photovoice bersama 10 kader kesehatan di Desa Sepanjang, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang.

Uji coba Photovoice ini merupakan bagian dari CEI (Community engagement and involvement) yang dikerjakan YPS dalam kerangka penelitian bertitel “Pengembangan Inovasi SMARThealth untuk Menurunkan Risiko Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronik dan Penyakit Jantung yang Disebabkan oleh Polusi Udara Akibat Pembakaran Sampah di Kabupaten Malang, Jawa Timur,” yang berlangsung mulai tanggal 21 hingga 28 Maret 2024.

Dikutip dari Budig et. al. (2018), Photovoice adalah metodologi penelitian visual –dikembangkan oleh Caroline Wang dan Mary Ann Burris - yang menempatkan kamera di tangan partisipan untuk membantu mereka mendokumentasikan, merefleksikan, dan mengomunikasikan isu-isu yang menjadi perhatian, sekaligus merangsang perubahan sosial.

Kamis (28/03) ini, saatnya 10 kader kesehatan – Lilik Kusmiati, Masito, Usfatul Ulumiyah, Siti Aisyah, Yuli Andari, Lina Lestari, Humairoh, Eny Yuliati, Istinah, Ifa Lutfiyah - yang sebelumnya telah melakukan sesi diskusi kelompok kecil (small group discussion), berkumpul lagi untuk storytelling with photographs (berceritera dengan foto) yang telah dilakukan oleh kader kesehatan Desa Sepanjang terkait pengelolaan sampah di lingkungan sekitarnya.

Partisipan Photovoice mengajak foto bersama staf peneliti YPS usai storytelling with photographs

A picture is worth a thousand words,” demikian kata Badanta et. al. (2021) untuk mengilustrasikan apa yang dilakukan oleh kader kesehatan dalam berceritera dengan foto. “Sebuah gambar dapat mewakili ribuan kata.”

Storytelling with photographs yang diinisiasi oleh staf peneliti YPS dan dinotulensi serta didokumentasikan oleh fasilitator NIHR, diselenggarakan di Ponkendes Sepanjang yang beralamatkan di Jalan Basuki Rahmat No. 111 Dusun Krajan RT 01 RW 02 Desa Sepanjang.

Sebelumnya pada pertemuan awal, 10 kader kesehatan telah mendapat pekerjaan rumah (PR) untuk memotret 5 foto dengan identifikasi topik perihal sampah yang ada di lingkungan sekitar rumah kader kesehatan yang telah diskusikan dalam small group discussion.

Hari ini, 10 kader kesehatan yang telah didukung untuk membuat serangkaian foto dan keterangan sebagai respons permintaan tersebut dan mengekspresikan kendali mereka atas foto mana yang ingin mereka bagikan kepada khalayak.

Staf peneliti YPS mencatat narasi dari foto-foto yang telah dikirimkan partisipan

Prosesnya, mula-mula staf peneliti YPS menanyakan kepada 10 kader kesehatan secara one by one. Mereka diminta untuk menarasikan foto-foto yang telah dikirim sebelumnya yang terkait dengan pembakaran sampah di lingkungan sekitarnya.

Setelah mereka menarasikan, staf peneliti YPS akan meminta kepada setiap kader kesehatan untuk memilih 1 foto saja dari foto-foto yang telah dikirim dan dinarasikan. Pilihan foto tersebut kemudian diceriterakan kepada kader-kader yang lain untuk mendapatkan tanggapan. Kenapa mereka memilih lokasinya, kenapa tertarik mengambil foto tersebut, dan lain sebagainya.

Dari storytelling with photographs dalam small group discussion, staf peneliti YPS ingin melihat pengalaman dan perspektif kader kesehatan dalam mengelola sampah di lingkungan sekitarnya. Ada yang dibakar, ada yang ditimbun, ada yang didaur ulang, ada juga yang  dijual terutama untuk sampah dari botol, kardus dan kertas.

Sepanjang diskusi ini, peserta didorong untuk mempertimbangkan bagaimana foto-foto dapat digunakan sebagai alat komunikasi, dan peserta sekaligus dapat menafsirkan dengan cara mereka sendiri. Kesadaran juga muncul dari kader kesehatan dalam mengelola sampah dari diskusi yang mereka jalankan sendiri.

Staf peneliti YPS meminta partisipan untuk memilih 1 foto dari foto-foto yang dikirimkan, terus memberikan narasi dan mendiskusikannya kepada partisipan lainnya untuk mendapatkan tanggapan

Langkah-langkah yang telah dijalankan kader kesehatan Desa Sepanjang dalam Photovoice tersebut, menurut Lorenz & Chilingerian (2011), telah mengikuti alur Photovoice. Proses Photovoice sering kali melibatkan sekelompok peserta dan fasilitator yang bekerja sama untuk merepresentasikan kehidupan dan sudut pandang menggunakan foto dan keterangan (alias narasi).

Alur Photovoice itu meliputi mempelajari tentang Photovoice; mengambil foto untuk mewakili pengalaman, pikiran, dan perasaan; mendiskusikan foto-foto bersama dengan kelompok;memilih beberapa untuk dipamerkan dan menulis keterangan untukmya; dan mengembangkan pameran untuk memberi informasi kepada komunitas lainnya yang kemudian pada akhirnya akan mendorong perubahan.

Antusiasme kader kesehatan dalam Photovoice itu menghasilkan puluhan foto yang dibagikan di antara peserta dan didiskusikannya. Uji coba Photovoice dengan kader kesehatan Desa Sepanjang terkait pengelolaan sampah memberikan pengalaman tersendiri. 

Peserta mempelajari cara-cara baru dalam menceritakan kisah mereka, dan mereka merasa telah mempelajari keterampilan baru yang dapat mereka gunakan di masa depan. *** [280324]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 21 Maret 2024

Ngobrol Bareng Kader Kesehatan Desa Sepanjang: Langkah Menuju Photovoice

Sepuluh kader kesehatan Desa Sepanjang – Masito, Istinah, Ifa Lutfiyah, Usfatul Ulumiyah, Eni Yuliati, Lina Lestari, Lilik Kusmiati, Siti Aisyah, Yuli Andari, Humairoh – berkumpul di ruangan bernuansa teras milik kader SMARThealth, Masito, pada Rabu (20/03). Mereka dengan berdandan rapi dan cantik-cantik menghadiri pertemuan untuk ngobrol bareng bersama staf peneliti dan advokasi Yayasan Percik Salatiga (YPS) Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K., dalam suasana Ramadhan.

Tujuannya mendiskusikan secara santai, tidak formal banget mengenai persampahan (waste) yang ada di lingkungan keluarga mereka masing-masing maupun yang ada di Desa Sepanjang. Suasananya mirip focus group discussion (FGD) tapi yang menjalankan kader kesehatan semua, mulai dari moderatornya hingga proses diskusinya.

Staf peneliti YPS dan fasilitator NIHR Global Health Research Center on Non-Communicable Disease and Environment Change (NIHR-GHRC NCD & EC) hanya berperan sebagai pemantik dalam diskusi yang dilakukan oleh kader tersebut.

Acara dimulai pada pukul 11.36 WIB dengan diawali prakata dari fasilitator NIHR dan sekaligus memperkenalkan staf peneliti YPS serta peranan YPS dalam NIHR ke depannya. Setelah itu, fasilitator menyerahkan sepenuhnya waktu kepada staf peneliti YPS untuk memperkenalkan diri secara langsung serta eksistensi YPS dalam kancah penelitian.

Kader kesehatan Desa Sepanjang berpose dengan staf peneliti Yayasan Percik Salatiga

Usai perkenalan, staf peneliti YPS langsung membentuk formasi duduk mereka, dan memberikan tema bahasan terkait persampahan dalam diskusi yang akan dilakukan oleh 10 kader kesehatan tersebut. Prosesnya diserahkan sepenuhnya kepada kader. 

Staf peneliti YPS dan fasilitator NIHR lebih banyak berperan menjadi pendengar saja dalam diskusi tersebut. Jika ada pertanyaan dari kader, barulah memantiknya. Pengertian memantik di sini adalah merangsang minat dan perhatian kader dalam mendiskusikan sampah yang ada di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakatnya.

Dalam pertemuan pertama ini, kader kesehatan umumnya bertestimoni mengenai dirinya dalam menangani sampah-sampah yang ada di dalam keluarga mereka masing-masing terlebih dahulu. Dari ceritera-ceritera yang ditangkap fasilitator dalam testimoni kader terdapat pendapat-pendapat yang berbeda di antara mereka.

Ada yang bilang, sampah keluarga dikumpulkan dulu dan nanti kalau sudah banyak dibakar di belakang rumahnya, kecuali air hasil cucian beras umumnya ditampung dalam tong besar berwarna biru untuk digunakan menjadi pupuk.

Prakata fasilitator NIHR dalam diskusi photovoice di Desa Sepanjang, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang

Ada yang berkata, sampah sayur ditaruh di pot dan sampah plastik akan dibakar, seperti tas plastik maupun sachet bumbu masak dan lain-lain, kecuali yang dalam bentuk botol. Mereka akan menjualnya ke pengumpul barang bekas yang berkeliling di desanya.

Terus ada juga, kader yang tidak punya halaman luas berlangganan kepada pengepul sampah dari desa lain, yaitu Putat Kidul. Sampah akan diambil 2 kali dalam seminggu. Kader tersebut akan membayar jasa tersebut secara bulanan. Per bulannya ditarik 25ribu.

Sedangkan, yang memiliki lahan luas di belakang rumah, sampah yang dihasilkan keluarganya akan dibuang di belakang rumah dalam lubang terus nanti ditimbun. Seperti rumah tangga yang dulunya pernah membuat batu bata, beka galiannya yang cukup dalam digunakan untuk menimbun sampah dalam jangka panjang.

Ada juga yang berceritera bahwa di rumahnya masih mempunyai dapur kayu dan belakang rumahnya terdapat bekas lubang pembuatan batu bata. Sampah plastik seperti tas plastik (kresek) dan sachet bumbu masak akan dibakar di tungku berbahan kayu bakar setelah selesai memasak; sampah kertas untuk menyalakan kayu bakar dalam tungkunya; dan sampah basahnya dibuang di bekas lubang pembuatan batu bata. Kalau sudah kering akan dibakar bersama rerontokkan daun bambu yang cukup banyak di halaman belakang rumahnya.

Suasana diskusi sampah rumah tangga dan sampah lingkungan sekitar

Usai mereka bertestimoni, mereka terus berdiskusi dengan obrolan sampah dalam lingkungan masyarakat. Kader yang hadir dalam obrolan ini mengakui bahwa di Desa Sepanjang telah ada bank sampah. Namun dalam 3 tahun ini tidak jalan lagi karena respon dari masyarakat kurang. Hal ini menurut mereka, petugas yang mengambil sampah tidak tentu datangnya dan yang diambil hanya yang laku dijual saja sehingga masyarakat menjadi malas. Pengepulnya juga kerap berganti-ganti personil dan gemar pilih-pilih, petugas bank sampahnya menjadi bingung dan akhirnya mutung (ngambek) dan terus dibunag di belakang halaman rumah dan dibakar. Mereka tak mau ribet, hanya ingin perlu yang praktis saja.

Diakui oleh kader, sebenarnya di Desa Sepanjang telah dilakukan edukasi terkait bahaya sampah yang dibakar, tapi mengingat kendala yang dihadapi seperti dalam pengelolaan bank sampah di atas, terus mereka tidak tahu harus bagaimana lagi.

Di samping itu, kader juga mengemukaan bahwa kader di Desa Sepanjang juga pernah mendapatkan pelatihan sabun ecoenzym, akan tetapi karena kebiasaan masyarakat di Desa Sepanjang gemar menggunakan sabun yang berbusa, produk sabun ecoenzym kurang diminati lantaran tidak berbusa.

Kegaliban lain yang masih dijumpai di Desa Sepanjang, setiap panen raya terlihat pemandangan pembakaran jerami, bonggol jagung maupun sisa panenan tebu. Setiap orang yang melintas di antara persawahan yang sedang panen, akan terlihat asap mengepul dari pembakaran jerami di sawah.

Suasana kader merencanakan pertemuan berikutnya untuk membahas foto-foto yang akan dikirimkan kader

Tak hanya itu, masih adanya “dhiyangan”, sebuah tradisi pengasapan di depan rumah yang sedang memiliki bayi hingga umur selapan dengan membakar agar keluar asap yang mengepul. Konon, asap tersebut dipercaya dapat mengusir jin agar tak mengganggu bayinya. Orangtua akan membakar sepet (sabut kelapa) setiap hari dalam selapan hari.

Usai diskusi dengan suasana yang mengalir, sepuluh kader tersebut mendapatkan tugas untuk memotret apa yang telah diceriterakan dan didiskusikan tadi. Setiap kader diminta untuk memotret sebanyak 5 buah yang berbeda, dan dikirimkan ke staf peneliti YPS atau dalam group yang telah dibuat kader. Kemudian hasil fotonya nanti akan didiskusikan dalam pertemuan berikutnya, yang rencananya akan dilakukan sebanyak 5 kali dalam 5 minggu ke depannya.

Pada taraf itu, kader telah memasuki apa yang dikenal dengan photovoice. Photovoice adalah proses di mana orang dapat mengidentifikasi, mewakili, dan meningkatkan komunitas mereka melalui teknik fotografi tertentu (Wang & Burris, 1997). 

Bagi Wang & Burris, dalam photovoice itu, foto mengandung arti, yang di dalamnya menceriterakan potret atau diri sang pengambil foto, menceriterakan komunitas tertentu, atau mendeskripsikan sebuah fenomena. Photovoice menciptakan peluang representasi diri kader kesehatan melalui fotografi. Dari situ akan terlihat tindakan partisipasif kader kesehatan dalam persampahan. *** [210324]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Risk Checker

Risk Checker

Indeks Massa Tubuh

Supplied by BMI Calculator Canada

Statistik Blog

Sahabat eKader

Label

Arsip Blog