Tampilkan postingan dengan label Waste Management. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Waste Management. Tampilkan semua postingan

Kamis, 29 Agustus 2024

Pagi Itu, Circle Conversation Berlangsung di Balai Desa Tlogorejo

“Dalam dialog, individu memperoleh wawasan yang tidak mungkin diperoleh secara individu.” — Peter Senge


Circle conversation (dialog melingkar) adalah simbol yang mempromosikan berbagi ide, kesetaraan, rasa hormat terhadap ide satu sama lain, kebersamaan, dan kasih sayang dan cinta yang terus-menerus dan tak berujung satu sama lain. Circle conversation berpusat pada kesetaraan karena prosesnya didasarkan pada kesetaraan di antara para peserta (termasuk fasilitator, yang sering disebut penjaga lingkaran) dan berbagi kekuasaan satu sama lain (Rieth, 2023).

Circle conversation tersebut didasarkan pada sistem pengetahuan dan nilai-nilai setempat dan berfokus pada berbagi cerita sebagai sarana untuk mendukung nilai-nilai berbagi pengetahuan, karena setiap orang memiliki pengetahuan untuk dibagikan, saling keterhubungan, dan tanggung jawab kepada masyarakat. Sehingga, dialog melingkar merupakan syarat dasar bagi konstruksi pengetahuan dalam praktik, dari komunikasi antar individu, yang akibatnya akan menghasilkan transformasi individu dan sosial.

Balai Desa Tlogorejo di pagi yang cerah

Circle conversation adalah pertemuan yang ditandai dengan persiapan yang matang, topik pertanyaan, dan struktur yang egaliter. Pagi itu, Rabu (28/08), 9 anggota masyarakat, organizing committee (2 orang kader), bidan desa, circle keeper, dan fasilitator NIHR duduk dengan nyaman dalam sebuah lingkaran di Pendopo Balai Desa Tlogorejo yang beralamatkan di Dusun Dadapan RT 16 RW 06 Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Mereka diundang untuk berpartisipasi dalam circle conversation (dialog melingkar) yang difasilitatori oleh salah Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K., seorang anggota Tim Penelitian Theme 3: People empowerment and community dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Universitas Brawijaya (UB).

Struktur pertemuan ini sederhana, dengan awal (pembukaan, perkenalan, check-in), tengah (berbicara tentang topik), dan akhir (penutupan dan check-out). Percakapan terstruktur di sekitar serangkaian pertanyaan. Setiap peserta akan memiliki kesempatan untuk berbicara pada setiap pertanyaan tanpa gangguan. Lingkaran (circle) menggunakan alat bicara yang diberikan dari orang ke orang, untuk menunjuk siapa yang dapat berbicara pada saat itu—dan siapa yang mendengarkan (semua orang).

Circle keeper menjelaskan aturan main dalam circle conversation

Pembukaan dilakukan oleh pembawa acara Sutarmi, seorang kader kesehatan Desa Tlogorejo. Meski sempat terjatuh karen tersandung benjolan, Sutarmi tetap semangat dalam mengelola pertemuan circle conversation ini dari awal hingga akhir.

Setelah pembukaan, terlebih dahulu dilakukan doa yang dipandu oleh kader kesehatan Desa Tlogorejo Iit Nurhanifah, yang selanjutnya bertindak sebagai notulis yang bertanggung jawab dalam pencatatan hasil circle conversation nantinya.

Sebelum memasuki pembicaraan terkait persampahan yang ada di Desa Tlogorejo, pembawa acara mempersilakan bidan Desa Tlogorejo, Sulianik, A.Md.Keb. untuk memberikan pengantar dalam pelaksanaan circle conversation.

Implementasi circle conversation di Balai Desa Tlogorejo (Dipotret dari selatan)

Setelah itu, semua yang hadir dalam circle conversation dipersilakan untuk untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu satu persatu. Perkenalan ini sekaligus menjadi sarana kehadiran diri dalam circle conversation tersebut.

Usai perkenalan diri, circle kepper Christina menjelaskan tujuan dan circle conversation dalam penelitian ini. Kemudian, formulir informed consent dibacakan dan untuk ditandatangani oleh partisipan.

Setelah itu, barulah Christina memulai tema percakapan/dialog berdasarkan panduan untuk memulai percakapan, yang terefleksi dalam 3 pertanyaan:  Apa yang Anda ketahui dari praktik pengelolaan sampah di rumah Anda?;  Apa yang kita ketahui dari dampak pembakaran sampah terhadap kesehatan khususnya penyakit tidak menular?; dan Apakah menurut Anda membakar sampah menjadi solusi permasalahan sampah yang ada?

Implementasi circle conversation di Balai Desa Tlogorejo (Dipotret dari sisi timur)

Setiap partisipan dipersilahakn untuk bercerita atau berbagi pengalaman maupun pengetahuannya dengan dibatasi 3 menit per partisipan dalam setiap pertanyaan reflektif tersebut. Semua partisipan pun kemudian berbagi cerita dalam lingkaran tersebut.

Dari hasil circle conversation tersebut diketahui bahwa kebiasaan partisipan umumnya mengumpulkan sampah di pekarangan atau di sekitarnya. Mereka biasanya membuat lobang atau tempat bak sampah dari semen. Bila sampahnya sudah kering akan dibakar. 

Tapi ada juga sebagian partisipan yang membuatnya menjadi kompos, dan memilahnya terlebih dahulu. Botol-botol plastik yang punya nilai jual akan diloakkan ke pengepul atau diberikan ke pemulung. Kebetulan ada salah partisipan terdapat seorang “sarjana pemulung”, yang setiap harinya berkeliling.

Implementasi circle conversation di Balai Desa Tlogorejo (Dipotret dari sisi barat)

Partisipan juga merasakan gemasnya, jika ada orang yang membuang sampah di selokan dekat rumahnya atau dipinggir Waduk Karangkates. Bikin bau dan mampet selokan. Selain itu, mereka juga menyadari bahwa pengelolaan sampah yang tidak baik akan menimbulkan masalah, terutama bagi kesehatan, seperti menjadi sarang nyamuk, lalat, dan kalau dibakar akan menimbulkan sesak napas, batuk, maupun pusing.

Mereka umumnya membakar sampah karena belum ada pengelolaan sampah dengan cara diangkut setiap harinya, sehingga mereka mengadalkan pekarangannya untuk membakarnya agar cepat bersih, dan tidak ada tumpukan sampah yang bau.

Berbeda dengan partispan lainnya, “sarjana pemulung” memiliki pendapat tersendiri agar pembakaran sampah tidak berdampak bagi kesehatan masyarakat. “Tiap rumah harus punya bak sampah. Tujuannya agar mereka berkesadaran untuk tidak membuang sampah di selokan atau got,” terangnya.

Fasilitator NIHR selalu mencatat guna laporan kegiatan

Ia pun merasa perlu adanya pendampingan dalam pengelolaan sampah. Tujuannya agar masyarakat bisa paham dalam memperlakukan sampah dengan baik. “Sampah basi bisa jadi penyakit, tapi kalau diurai malah bermafaat,” pungkas “sarjana pemulung” tersebut.

Circle conversation yang dimulai pada pukul 09.20 WIB ini berakhir pada pukul 10.36 WIB. Setelah penutupan, dan semua partisipan berpamitan. Fasilitator NIHR dan circle keeper bergegas pamitan juga karena akan mengantar surat izin pemasangan alat pengukur kualitas udara di Kantor Camat Pagak, Kantor Desa Sumberejo, dan Kepala Dusun Bekur. *** [290824]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 11 Juli 2024

Implementasi Circle Conversation di Desa Krebet Senggrong

“Tidak ada kekuatan untuk melakukan perubahan yang lebih besar daripada komunitas yang menemukan apa yang mereka pedulikan.” – Margaret J.Wheatley


Sepuluh orang warga – 6 perempuan dan 4 laki-laki – dari 3 dusun yang ada di Desa Krebet Senggrong, mengikuti circle conversation yang diadakan di gedung PKK yang berada di Jalan Dusun Krpayak Jaya No. 1 Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, pada Kamis (11/07).

Circle conversation adalah proses terstruktur yang memungkinkan peserta berbagi cerita dan pengalaman melalui komunikasi tatap muka dengan cara duduk melingkar. Circle conversation dianggap sebagai alat untuk memfasilitasi pembicaraan, mendengarkan, dan mendukung kesetaraan suara sehingga semua suara dapat didengar, dihargai, dan dihormati.

Circle conversation yang dilokalkan dengan sebutan rembug warga itu yang digelar oleh Tim CEI (Community engagement and involvement) merupakan bagian dari penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Enviromental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC).

Kades Krebet Senggrong berpose dengan peserta circle conversation

Penyelenggaraan ini dibantu oleh para kader peserta photovoice (Lydia Mas'udah, Nadzirotun Khasanah, Yeni, Mariana, Nur Rohma, Sanik) sebagai organizing committee (OC) dalam implementasi rembug warga atau circle conversation. Mereka berbagi peran sendiri, ada yang menjadi master of ceremony (MC), notulis, dan lain-lain.

Tak hanya itu, terlihat pula salah seorang anggota Tim CEI Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. yang membantu notulensi dengan laptop. Selain itu, juga terdapat fasilitator NIHR yang membantu dalam mendokumentasikan kegiatan ini.

Kegiatan yang dimulai pukul 09.27 WIB dipandu langsung oleh Koordinator Tim CEI Haryani Saptaningtyas, S.P., M.Sc., Ph.D. Selain sebagai Koordinator Tim CEI, ia juga merupakan Direktur Yayasan Percik Salatiga (YPS), staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dan penulis buku "This is our belief around here": Purification in Islamic Thought and Pollution of Citarum River in West Java” (LIT Verlag Münster, 2021).

Perpaduan antara pengalamannya yang malang melintang di lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan mengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) memperlihatkan kepiawaiannya dalam memandu circle conversation dengan tema utama pada pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat.

Sambutan Kades dalam circle conversation

Sebelum circle conversation dimulai terlebih dahulu diisi dengan sambutan dari Kepala Desa (Kades) Krebet Senggrong Slamet Efendi, S.E. Dalam sambutannya, Kades Krebet Senggrong mengapresiasi kegiatan yang terkait masalah persampahan, dan harapannya nanti juga ada pendampingan dalam hal pengelolaan sampah.

Setelah sambutan dari Kades Krebet Senggrong, dilanjutkan dengan sambutan dari Koordinator Tim CEI yang diisi dengan perkenalan dan menjelaskan kegiatan circle conversation dalam kerangka penelitian NIHR. Setelah itu, langsung disambung dengan implementasi circle conversation.

Mula-mula, Haryani menjelaskan informed consent sebagai bentuk persetujuan atas kerelaan peserta mengikuti kegiatan circle conversation secara suka rela. Kemudian, ia pun menjelaskan tema pengelolaan sampah dalam circle conversation.

Kemudian mempersilakan peserta circle conversation untuk memperkenalkan diri dan bercerita tentang penanganan sampah yang dilakukan dalam kesehariannya. Waktunya dibatasi hingga 2 menit, tidak boleh lebih. Jadi, dalam circle conversation ini, semua perserta harus berbicara.

Peserta circle conversation dilihat dari pintu masuk gedung PKK Desa Krebet Senggrong

Dari cerita-cerita itu mengemuka bahwa penanganan sampah di Desa Krebet Senggrong dalam pengelolaannya terlihat beragam. Ada yang berlangganan untuk diambil petugas pengangkut sampah, ada yang dibuang di lahan belakang rumah terus dibakar, dan ada yang dibuang di lahan kosong dekat musholla.

Terkait pembakaran sampah, umumnya dilakukan mereka yang memiliki lahan luas dan rumah tidak berdempetan. Mereka juga sebagian ada yang mengetahui bahwa pembakaran sampah itu berpengaruh pada kesehatan, terutama masalah pernapasan.

Setelah mereka selesai berbicara masing-masing dulu terus mendengarkan yang lainnya, Haryani pun berusaha mencatat segala pengelolaan sampah dari perspektif mereka, dan kemudian pada kesempatan itu, ia juga memberikan wawasan dalam bahayanya pembakaran sampah.

Mengutip dari data yang dibacanya, Haryani berusaha menjelaskan bahwa asap dari pembakaran sampah mengandung hidrokarbon benzopirena. Gas tersebut 350 kali lebih berbahaya dari pada asap rokok.

Peserta circle conversation dari dalam

Kemudian pembakaran sampah plastik bisa membuat lapisan ozon menipis. Saat lapisan ozon menipis, suhu bumi akan semakin panas. Membakar sampah plastik sama saja menambah racun ke udara. Karena zat kimia beracun yang dibakar keluar sehingga bercampur dengan udara. Sampah plastik yang dibakar akan menghasilkan zat-zat berbahaya seperti dioksin. Zat tersebut bisa meningkatkan risiko munculnya kanker.

Memang sebuah dilemma. Mengutip dari Laporan Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup Indonesia, Haryani menyebutkan bahwa 53% masyarakat Indonesia masih membakar sampah dengan alasan praktis dan cepat bersih. Namun dibalik itu, membakar sampah dapat memberikan dampak berbahaya baik bagi kesehatan maupun lingkungan.

Oleh karena itu, circle conversation dapat berguna untuk menangkap perspektif dari warga masyarakat, dan perspektif tersebut terkadang bisa menjadi perspektif dalam memberikan solusi penanganannya, yang pada akhirnya melahirkan sebuah kepedulian.

Kata Margaret J. Wheatley, seorang penulis, guru, pembicara, dan konsultan manajemen Amerika yang bekerja untuk menciptakan organisasi dan komunitas yang layak huni manusia, "There is no power for change greater than a community discovering what it cares about" (Tidak ada kekuatan untuk melakukan perubahan yang lebih besar daripada komunitas yang menemukan apa yang mereka pedulikan). *** [110724]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Risk Checker

Risk Checker

Indeks Massa Tubuh

Supplied by BMI Calculator Canada

Statistik Blog

Sahabat eKader

Label

Arsip Blog