Tampilkan postingan dengan label Dialog Melingkar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dialog Melingkar. Tampilkan semua postingan

Jumat, 13 September 2024

Circle Conversation Kedua Di Desa Pagak

Selang 14 hari pelaksanaan yang pertama, hari ini, Rabu (11/09) sore, circle converation Desa Pagak kembali diadakan di rumah Ibu Riatin yang beralamatkan di Dusun Tempur RT 09 RW 13 Desa Pagak, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Circle conversation yang kedua ini, jumlah dan nama-nama peserta sama dengan yang pertama. Ada 8 orang peserta, yang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Fasilitator yang menjadi circle keeper adalah Christina Arief T. Mumpuni, seorang anggota Tim Penelitian Theme 3: People empowerment and community dalam penelitian NIHR Global Health Centre for Non Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC).

Dalam circle conversation ini juga terdapat 2 orang kader kesehatan – Vista Pratiska dan Purwiantiwi – yang bertindak sebagai organizing committee (OC). Kedua kader kesehatan tersebut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan circle conversation.

Perkenalan peserta circle conversation disaksikan bidan Desa Pagak

Selain itu, circle conversation ini juga dihadiri oleh fasilitator NIHR dari Universitas Brawijaya dan perawat Desa Pagak Sri Hidayati, S.Kep.Ners yang kebetulan rumahnya berada di depan lokasi pelaksanaan circle conversation

Rumah perawat Sri itu dikenal oleh masyarakat setempat sebagai tempat praktek perawat mandiri dan sekaligus “Sri Omah Ayu”. Perawat Sri Hidayati ini, selain pandai mengobati orang yang sakit juga dikenal memiliki keahlian dalam hal kecantikan.

Acara circle conversation yang kedua ini dimulai pada pukul 16.43 WIB. Pembukaan dilakukan oleh pembawa acara Purwiantiwi, seorang kader kesehatan Desa Pagak, dan yang bertugas melakukan notulensi adalah Vista Pratiska, juga seorang kader kesehatan Desa Pagak.

Setelah pembukaan, acara dihandle oleh circle keeper. Mengawali dalam proses dialog melingkar (circle conversation) tersebut, circle keeper Christina mempersilakan memperkenalkan diri dengan dibalut kalimat subjunctive “Seandainya saya dilahirkan kembali, saya ingin menjadi …”

Suasana diskusi diambil dari sisi utara

Kemudian pembawa acara mempersilakan kepada 8 orang peserta tersebut mulai perkenalan dengan kalimat subjunctive tersebut. Dari perkenalan itu, ada yang ingin jadi udara, kupu-kupu, air, dan lain-lain.

Dari semua perserta tersebut, meskipun pengandaiannya berbeda-beda namun bermuara kepada satu keingingan dalam kehidupannya, yaitu ingin berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain atau warga sekitar.

Kemudian circle keeper mereview sebentar pertemuan sebelumnya, dan melanjutkan dengan pertanyaan pemantik “Bagaimana tentang asap pembakaran sampah dan bagaimana polusi dikaitkan dengan kesehatan?”

Ada peserta yang mengatakan bahwa pencemaran udara bisa melalui pembakaran sampah. Terlebih pada saat musim panen tebu maupun padi, pasti ada pembakaran daduk dan jerami. Kalau udara pas kencang dan sering berubah-ubah arah, asapnya sering bikin batuk. Kebetulan lahan di Desa Pagak umumnya masih luas.

Circle keeper, pembawa acara dan notulis duduk berdekatan

“Memang serba susah. Kalau dibakar membuat polusi tapi kalau tidak diobong malah bikin repot,” kata salah seorang peserta lainnya.

Dulu, kata Karsun, daduk digunakan untuk bahan bakar membuat gula rumahan. Sekarang sudah tidak ada lagi. Diganti dengan sampah (limbah) tebu dicampur plastik. Di Desa Pagak ini kebetulan banyak warga bermatapencaharian membuat gula setengah jadi. Orang setempat menyebutnya gula merah (berbeda dengan gula Jawa). Gula merah adalah gula berasal dari tebu namun dalam proses setengah jadi. Istilah di Pagak disebut dengan gula oyek. Gula oyek ini sebagai bahan membuat kecap.

Sementara itu, Mulyono yang berada di sampingnya bertutur bahwa sebaiknya setiap rumah tangga memiliki jumbleng (lubang) untuk membakar sampah. Terus abunya untuk pupuk di lahannya dengan cara ditebar.

“Serba salah,” tutur Mulyono. “Kalau gak dibakar malah jadi penyakit. Tapi kalau dibakar beluk atau asapnya juga bikin sakit.”

Fasilitator NIHR berusaha membantu dalam catatan

Peserta sebenarnya sadar bahaya asap bagi kesehatan tapi karena prasarananya yang tidak memadai, terkadang dibuang di juglangan (lubang sampah) maupun jurang di lereng perbukitan. Mengatasi ini, peserta Riatin bilang mengakalinya dengan membakar sedikit demi sedikit agar asapnya tidak tebal dan pakai sarung tangan. Kemudian ada juga yang membakar sampah pakai masker agar terhindar dari hirupan asap.

Kemudian ketika dipantik dengan pertanyaan “Bagaimana perasaan atau pengalaman ikut rembug warga (circle conversation) ini? Apakah akan mengurangi penggunaan plastik, pembakaran sampah atau yang lainnya?

Pada kesempatan ini, peserta Karsun, seorang pengepul, mengakui bahwa pertemuan ini memberi manfaat untuk berubah secara perlahan. Tambah pinter, dan mengerti pengelolaan sampah yang seharusnya.

Acara ditutup oleh pembawa acara pada pukul 17.40 WIB dalam suasana Maghrib. Kemudian peserta pun berpamitan terlebih dahulu, baru diikuti yang lainnya termasuk circle keeper dan fasilitator NIHR. *** [130924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Selasa, 10 September 2024

Kedua Kalinya, Circle Conversation Diadakan Di Balai Desa Tlogorejo

Circle conversation (dialog melingkar) diadakan untuk kedua kalinya pada Ahad (08/09) di Balai Desa Tlogorejo yang beralamatkan di Dusun Dadapan No. 4 RT 16 RW 06 Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Circle conversation yang pertama telah dilaksanakan pada Rabu (28/08) di tempat yang sama. Pada circle conversation yang pertama di hadiri oleh 9 orang peserta, 3 laki-laki dan 6 perempuan. Namun, dalam implementasi yang kedua ini peserta berhalangan hadir 1 orang (laki-laki). Jadi, untuk circle conversation yang kedua ini dihadiri 8 orang peserta dengan rincian 2 laki-laki dan 6 perempuan. 

Kemudian 2 orang kader kesehatan berindak sebagai organizing committee (OC), yaitu Sutarmi dan Iit Nurhanifah, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan circle conversation, serta seorang fasilitator circle conversation (circle keeper) Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K, seorang anggota Tim Penelitian Theme 3: People empowerment and community dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC).

Selain itu, tampak datang pula dalam kegiatan circle conversation ini bidan Desa Tlogorejo Sulianik, A.Md.Keb. dan fasilitator NIHR, yang usai menghadiri Jalan Sehat Kemedekaan dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis Kader SMARThealth di Kelurahan Kepanjen.

Dialog melingkar di Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang

Circle conversation yang kedua ini dimulai pada pukul 10.10 WIB. Pembukaan dilakukan oleh pembawa acara Sutarmi, seorang kader kesehatan Desa Tlogorejo, dan yang bertugas melakukan notulensi adalah Iit Nurhanifahm, juga seorang kader kesehatan Desa Tlogorejo.

Seperti sebelumnya, circle keeper akan memfasilitasi bagi jalannya circle conversation. Circle keeper akan menyiapkan struktur melingkar, yang merupakan format yang dapat diprediksi yang memungkinkan setiap orang akan mengetahui apa yang diobrolkan. Struktur yang demikian ini menawarkan tingkat kenyamanan dan kesiapan bagi para peserta.

Struktur lingkaran biasanya terdiri dari pembukaan, check-in, meninjau pedoman, memfasilitasi putaran lingkaran, check-out, dan penutupan. Circle keeper memandu para peserta melalui setiap langkah proses. Mereka juga memfasilitasi urutan bicara peserta, yang menunjukkan kepada setiap orang siapa yang mendapat giliran berbicara dan seperti apa urutannya. 

Meskipun awalnya banyak peserta lingkaran mungkin berpikir tentang apa yang akan mereka katakan sebelum giliran mereka daripada mendengarkan orang lain dengan saksama, seiring waktu, prediktabilitas dan konsistensi struktur lingkaran memungkinkan keterlibatan lebih melalui pendengaran yang lebih dalam dan respons yang lebih mendalam yang muncul dari kehadiran saat itu.

Peserta dialog melingkar bercerita satu per satu

Pada circle conversation tersebut, circle keeper mengawali dengan perkenalan diri dari para peserta dengan kalimat subjunctive, "Seandainya saya dilahirkan kembali, saya ingin menjadi …”. Peserta pun secara melingkar pun mengenalkan diri. Ada yang ingin jadi tawon, pohon, bunga, air, dan sebagianya. Pengandaian mereka semua itu bermuara kepada anggapan ingin dalam hidupnya bisa berguna bagi orang lain.

Kemudian circle keeper melanjutkan dengan materi pertanyaan sebagai pemantik untuk diobrolkan. “Bagimana menurut Bapak/Ibu mengenai pencemaran lingkungan yang terjadi?”

Di antara peserta circle conversation ada yang bilang kalau pembakaran sampah itu sesungguhnya bikin mata pedas dan sesak napas. Bahkan di Desa Tlogorejo ini ada orang terbakar gegara pembakaran daduk. Orang yang membakar sampah kalau tidak tahu arah angin, pasti akan mencelakai tetangganya dengan asap-asap yang menyesakkan dada. Hampir setiap hari di Desa Tlogorejo ini terlihat pemandangan pembakaran sampah, baik dari rumah tangga, daduk, jerami, limbah kotoran ternak, dan sebagainya.

Terus ada seorang lansia yang jadi peserta yang menceritakan pengalamannya kalau membakar sampah, ia akan langsung berlalu agar tidak terkena dampak dari asap pembakaran sampah tersebut. Supaya tidak batuk-batuk, sesak napas, atau perih di mata.

Peserta berbagi pengalaman dalam durasi yang sama

Dari beberapa cerita bisa ditangkap bahwa umumnya mereka tahu dan bahkan merasakan dari efek pembakaran sampah terhadap kesehatan. Hanya saja mereka umumnya tidak tahu harus berbuat apa dalam mengatasinya.

Setelah peserta bertutur satu persatu berdasarkan pengalaman hidup mereka masing-masing, circle keeper pun melanjutkan dengan pertanyaan pemantik berikutnya, “Adakah cerita atau refleksi yang dimiliki Bapak/Ibu untuk mengurangi efek dari pembakaran sampah tersebut?”

Namun dari pertanyaan ini, tertangkap sebuah cerita bahwa sebenarnya pencemaran lingkungan tidak hanya menyangkut pembakaran sampah saja, polusi bau yang dihadapi warga Desa Tlogorejo juga tak kalah akutnya, yakni penggunaan tetes tebu sebagai pupuk tanaman.

Memang diakui bahwa tetes tebu itu baik untuk pemupukan tanaman sebagai pengganti urea. Urea juga disinyalir memberi dampak kimiawi yang membuat lahan tebu lama-lama mengeras dan zat haranya tergerus. Akan tetapi efek bau tetes tebu memang banyak dikeluhkan mengingat bisa bikin mumet orang yang menghirup dari bau tetes tebu yang ditebar di lahan tebu. Bahkan efeknya, makan pun terasa tidak enak karena baunya yang konon mirip dengan bau kotoran manusia.

Suasana dialog melingkar dengan latar belakang Ponkesdes Tlogorejo

Sementara itu, ada peserta juga yang berkisah sebenarnya ada juga warga yang komplain tapi malah kerap salah tampa (salah paham) yang bikin hubungan sosial menjadi merenggang. Bahkan, ada juga yang setelah diprotes warga, rumah pemilik lahan tebu pindah ke desa lain.

Menurut peserta circle conversation, polusi yang ditimbulkan dari tebu sesungguhnya lebih banyak ketimbang pembakaran sampah. Karena di samping cakupannya yang luas, juga bikin bau menyengat.

Untuk membangun kesadaran akan hal-hal yang dihadapi warga terkait pencemaran lingkungan ini, mereka umumnya mengusulkan adanya sosialiasi dan edukasi mengenai pengelolaan sampah yang baik.

Acara circle conversation yang dilaksanakan di Pendopo Balai Desa Tlogorejo ini berjalan dengan lancar ini berakhir pada pukul 11.42 WIB, dan kemudian ditutup oleh pembawa acara yang tadi membukanya. *** [100924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Risk Checker

Risk Checker

Indeks Massa Tubuh

Supplied by BMI Calculator Canada

Statistik Blog

Sahabat eKader

Label

Arsip Blog