Tampilkan postingan dengan label Theme 3: People empowerment and community. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Theme 3: People empowerment and community. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 Oktober 2024

Photovoice 3 Desa Tlogorejo: Storytelling

“Cerita menciptakan komunitas, memungkinkan kita melihat melalui mata orang lain, dan membuka diri kita terhadap klaim orang lain.” -- Peter Forbes, fotografer dan penulis

Photovoice tahap 3 di Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, dilaksanakan Jumat (11/10) di ruangan yang berada di pojok sisi barat bagian selatan, mepet dengan Pustu Tlogorejo, dan masuk dalam halaman Pendopo Balai Desa Tlogorejo.

Memasuki tahap 3, partisipan photovoice yang berjumlah 10 orang  itu sudah memilih 1 foto dari 3 foto yang dikirimkan ke Christina Arief T. Mummpuni, S.H., M.I.K., salah seorang anggota Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Theme 3: People empowerment and community, atau yang lebih akrab disebut Tim CEI (Community Engagement and Involvement).

Foto yang terpilih itu, diminta oleh Christina untuk diberikan narasi dan nantinya akan dipresentasikan dihadapan partisipan yang lainnya. Agar narasi itu menjadi cerita yang menarik, pada pertemuan photovoice tahap 3 atau photovoice 3 ini, partisipan mendapatkan workshop singkat mengenai storytelling yang dibimbing oleh fasilitator NIHR.

Fasilitator NIHR berikan pelatihan penulisan storytelling kepada partisipan photovoice di Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang

Dalam workshop itu, fasilitator NIHR mula-mula menjelaskan apa itu arti storytelling. Storytelling bersal dari bahasa Inggris dari gabungan kata “story” (cerita) dan “telling” (menceritakan). Jadi, storytelling adalah suatu kegiatan atau aktivitas untuk menyampaikan sebuah cerita. Storytelling, singkatnya adalah bercerita.

Lalu, fasilitator NIHR menguraikan bahwa sebuah cerita harus terdapat unsur 5W dan SW, yakni 1). What (menentukan plot), 2). Who (menentukan karakter), 3). When (menggambarkan kronologis), 4). Where (tempat kejadian), 5). Why (motifnya), dan 6). So What (setelah menuliskan semuanya lalu apa kesimpulan yang ingin dicapai).

Dalam bercerita, kata fasilitator NIHR, yang sampai bukan sekadar data dan informasi. Dalam bercerita ada ikatan antara pencerita dan pembaca (pendengar atau pemirsa). Ikatan emosi ini muncul karena kesamaan gelombang otak. Saat kita bercerita, pendengar akan mengantisipasi dengan referensi di otaknya.

Kemudian, fasilitator NIHR memberikan gambaran mengenai perbedaan antara berita dan storytelling. Berita itu sifatnya informasi, dan storytelling mengandung daya tarik, keterlibatan, dan tindakan.

Pemandu photovoce memastikan tulisan partisipan sudah terkirim semua

Lalu, mengapa orang tertarik pada cerita? Cerita dapat membuat kita melihat bagaimana orang lain berpikir dan merasakan. Dengan kata lain, mereka memungkinkan kita berempati dengan orang-orang di sekitar kita. Faktanya, penelitian memperlihatkan bahwa semakin menarik sebuah cerita, semakin besar pula empati orang dalam kehidupan nyata.

Cerita memungkinkan kita berbagi informasi dengan cara yang berkesan. Dengan menceritakan sebuah kisah dan bukan sekadar menceritakan fakta-fakta kering, kita mengingat detailnya dengan lebih jelas.

Lebih lanjut, fasilitator NIHR menjelaskan perihal penulisan storytelling: perkenalan, konflik, dan closing. Dalam perkenalan berisi cerita awal kejadian atau kenapa pengin menceritakan topik yang akan ditulis. 

Kemudian masuk ke konflik. Konflik di sini lebih pada pengungkapan masalah yang sebenarnya. Konflik ini adalah kesulitan yang harus kita hadapi dalam situasi tertentu yang ingin diceritakan. Sedangkan, terakhir adalah closing. Kalau dalam artikel storytelling tersebut ada konflik, maka tentunya kemudian diikuti dengan solusi. Mengapa harus ada solusi? Agar pembicara bisa mengambil manfaatnya, bisa mengambil hikmahnya. Karena, sudah pasti menomorsatukan pembaca kan ya?

Pemandu photovoice berembug kepada partisipan untuk tulisan yang bakal disajikan di layar untuk dikomentari oleh partisipan maupun pengampu pelatihan storytelling

Tujuan dari workshop ini adalah membekali storytelling pada partisipan photovoice itu agar supaya cerita-cerita verbal yang kerap didiskusikan sebelumnya bisa menjadi kisah yang menarik yang melahirkan “suara” mereka bisa didengarkan dan dimengerti.

Karena, menurut Michael L. Kent dalam The power of storytelling in public relations: Introducing the 20 master plots (2015, Public Relations Review 41(4): 480-489), cerita memiliki kekuatan untuk memberi informasi, membujuk, memunculkan respons emosional, membangun dukungan untuk koalisi dan inisiatif, serta membangun masyarakat madani.

Usai pemaparan materi singkat dari fasilitator NIHR, Christina mengajak partisipan photovoice 3 ini menampilkan tulisan ceritanya agar didiskusikan dengan partisipan yang lainnya serta fasilitataor NIHR selaku pengampu workshop penulisan cerita atau storytelling.

Pada kesempatan ini, fasilitator berusaha menangkap ide yang dituangkan, penulisannya, serta pembuatan judul tulisan sesuai alur yang terlah diajarkan. Kemudian dibahas bareng-bareng dengan partisipan maupun orang yang hadir dalam pertemuan photovoice 3 ini.

Mahasiswa S3 FIA UB juga turut urun rembug dalam pembahasan tulisan cerita partisipan photovoice

Selesai itu, Christina mempersilakan melakukan revisi tulisan yang telah diserahkan usai mendapatkan pembekalan dalam workshop singkat ini. Tujuannya agar penulisannya menjadi menarik atau memiliki daya tarik, dan sekaligus tentunya akan terdapat perubahan dari penulisan yang alami dengan setelah mendapatkan pembekalan penulisan.

Pertemuan photovoice 3 sesi storytelling ini juga dihadiri oleh Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Desa Tlogorejo ulis Nurhayati atau akrab disapa Lis Eko Wahyudi, bidan Sulianik, A.Md.Keb., serta mahasiswa S3 Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) Sekar Aqila Salsabila, S.AP., M.AP.

Pertemuan photovoice tahap 3 Desa Tlogorejo yang dimulai pada pukul 08.16 WIB ini, selesai pada pukul 11.04 WIB. Pertemuan berikutnya dijadwalkan pada Selasa (22/10) untuk memilih 1 dari 10 tulisan yang telah direvisi dulu, dan terus melakukan refleksi. *** [131024]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 10 Oktober 2024

Photovoice 2 Desa Tlogorejo, Dikunjungi Peserta ICM dari India dan Australia

Umumnya tahapan dalam implementasi photovoice adalah satu minggu dari pertemuan sebelumnya. Namun, di Desa Tlogorejo ini durasi antara pertemuan photovoice pertama dan kedua mencapai 19 hari. Hal ini dikarenakan NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) duwe gawe (mempunyai hajat) berupa Indonesia in-Country Meeting (30 September – 05 Oktober 2024), maka acaranya diundur.

Akhirnya, pelaksanaan photovoice yang kedua (photovoice 2) ini berjalan pada hari Jumat (04/10) di Pendopo Balai Desa Tlogorejo yang beralamatkan di Dusun Dadapan No. 4 RT 16 RW 06 Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Namun demikian, dengan mundurnya jadwal tersebut memberikan kenangan tersendiri dalam pelaksanaan photovoice di Desa Tlogorejo, yaitu mendapat kunjungan peserta Indonesia in-Country Meeting (ICM) dari India dan Australia. “Wong sabar iku gedhe wekasane,” omongan simbah zaman mbiyen.

Partispan photovoice berpose bersama peserta ICM dari India dan Australia di Pendopo Balai Desa Tlogorejo

Untuk mempersiapkan ini, Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K dari Percik Salatiga dan fasilitator NIHR yang tergabung dalam Tim Penelitian NIHR, bakda Subuh berangkat dari Swiss-Belinn Malang menuju Desa Tlogorejo terlebih dahulu dengan meminjam mobilnya Wakil Direktur (Wadir 2) Percik.

Pukul 07.54 WIB, Christina dan fasilitator NIHR tiba di Pendopo Balai Desa Tlogorejo. Di stu sudah terlihat banyak pasien yang akan periksa di Pustu Tlogorejo, yang lokasinya satu halaman dengan pendopo tersebut.

Di lokasi, pemasangan layar dan LCD dipinjami dan sekaligus dipasangkan oleh salah seorang perangkat desa. Sambil menunggu semua peserta photovoice hadir, yang sudah kelihatan dikonfirmasi terkait foto yang telah dikirimkan, seperti lokasi, tanggal, dan judul dari foto tersebut.

Photovoice 2 Desa Tlogorejo: Sharing Foto dan Bercerita

Setelah semuanya berkumpul, pembawa acara Sutarmi, atau yang akrab dipanggil Bu Yut, mengawali dengan ucapan selamat datang dan dilanjutkan dengan membacakan susunan acara dalam pertemuan photovoice 2 ini.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Sulis Nurhayati atau yang akrab disapa Lis Eko Wahyudi. Pada kesempatan itu, Lis Eko Wahyudi mengucapkan terima kasih atas ditunjuknya Desa Tlogorejo dalam penelitian yang dilakukan oleh Universitas Brawijaya (UB).

Ia berharap agar para kader kesehatan yang mengikuti photovoice bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan bertindak dalam masyarakat. “Sedikit bergerak akan bermanfaat,” tegas Ketua TP PKK Desa Tlogorejo.

Peserta ICM dari India dan Australia berkunjung ke Desa Tlogorejo

Usai sambutan Ketua TP PKK, acara photovoice 2 pun berlangsung. Christina memulai dengan melanjutkan konfirmasi terhadap foto-foto yang sudah dikirimkan. Mereka harus memberikan alasan kenapa kader memilih gambar tersebut.

Setiap partisipan diminta untuk menceritakan foto-foto yang telah dikrimkan dihadapan partisipan yang lainnya, dan peserta lain boleh menanggapinya atau menambahi. Di sini proses dialog atau diskusi di antara partisipan memang dihidupkan.

Semua partisipan pun kemudian sharing foto dan bercerita dihadapan partisipan yang lainnya. Mereka urut satu per satu dalam melakukan sharing foto dan bercerita.

Perangkat Desa Tlogorejo berpose dengan peserta ICM dari India dan Australia

Pukul 08.50 WIB rombongan peserta ICM tiba di Pendopo Desa Tlogorejo. Rombongan yang terdiri dari Maroof Khan (George Institute for Global Health India), Dr. Laura Downey (Advanced Research Fellow Imperial College London), Dr. Nushrat Khan (Research Fellow Imperial College London), Dr. Sabhya Pritwani (Research Officer George Institute for Global Health India), dan Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si (Wadir 2 Percik Salatiga) diterima langsung oleh Ketua TP PKK dan bidan Desa Tlogorejo Sulianik, A.Md.Keb.

Agar tidak mengganggu jalannya photovoice yang dipandu oleh Christina dan dinotulensi oleh salah seorang kader Iit Nurhaifah, rombongan peserta ICM diterima di sisi timur pelaksanaan photovoice.

Rombongan pun beraudiensi dengan Ketua TP PKK yang ternyata bisa berbahasa Inggris, dan juga dengan bidan Desa Tlogorejo. Rombongan tersebut bertanya terkait kondisi desa, kegiatan-kegiatannya, dan apakah mereka senang akan kegiatan yang dilakukan ini.

Peserta ICM dari India dan Australia berpose di Pustu Tlogorejo

Kemudian Ketua TP PKK mengajak keliling ke dalam Kantor Desa, dan terus melihat-lihat Pustu Tlogorejo. Rombongan tampak senang diajak berkeliling tersebut. Mereka juga banyak bertanya, terutama ketika meninjau Pustu Tlogorejo mengingat penelitian ini ada hubungannya dengan masalah kesehatan masyarakat.

Dari Pustu Tlogorejo, rombongan peserta ICM itu menyapa lagi para kader yang menjadi partisipan photovoice 2 di penghujung acara photovoice, dan mengajaknya untuk foto bersama di Pendopo Balai Desa Tlogorejo.

Setelah itu, barulah rombongan dipencar. Sabhya meminta fasilitator NIHR untuk bisa ngobrol dengan kader peserta photovoice yang telah mendapatkan pelatihan SMARThealth. Kebetulan ada seorang yang telah mengikuti pelatihan SMARThealth. Dalam obrolan ini, kader didampingi oleh Damar dan bidan Anik.

Programmer NIHR App mengobrol dengan kader SMARThealth Desa Tlogorejo

Sementara itu, Christina masih menyelesaikan administrasi dengan peserta yang lain dengan dibantu dua orang kader yang menjadi pembawa acara dan notulis. Sedangkan, fasilitator NIHR diajak Ketua TP PKK keliling desa bersama Maroof Khan, Laura Downey, dan Nushrat Khan.

Ketiga orang itu juga penasaran dengan istilah juglangan yang pada waktu Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Tugu Malang bermunculan. Akhirnya, mereka diajak ke rumah warga untuk melihat juglangan yang berada di halaman belakang rumahnya, berdampingan dengan kandang wedhus (kambing).

Mereka baru berbinar-binar setelah fasilitator NIHR tunjukkan apa itu juglangan, yaitu galian tanah untuk dibuat sebagai pembuangan sampah (garbage hole) yang umumnya dilakukan rumah tangga pada umumnya di Indonesia. “This is a juglangan!” kata fasilitator NIHR sambil menunjuk lubang sampah tersebut.

Ketua TP PKK sedang memperlihatkan selokan pekarangan yang dipenuhi sampah, dikira anak SD Tlogorejo ada turis

Selang beberapa meter, mereka lihat tungku pembakaran tradisional di pekarangan rumah warga yang berdekatan dengan juglangan tersebut. Tungkunya berderet sebanyak tiga. “Are these traditional stove fuelled by plastic too?” tanya Maroof ke fasilitator NIHR yang mendampinginya.

Wait a minute, let me ask the owner,” jawab saya kepada Maroof. Kebetulan pemiliknya kelihatan di pekarangan. Lalu, saya nanya ke pemiliknya. “Tungku niki bahan bakare ngginake nopo, dan nopo digunake ben ndinten?”

Pemilik yang lupa saya tanyakan namanya itu menjawab bahwa tungku ini menggunakan kayu dalam setiap menggunakannya, dan penggunaannya tidak setiap hari. Digunakan setiap ada hajatan saja, seperti mendapat giliran tahlilan, dan sebagainya.

Rasa penasaran peserta ICM asal Australia dengan istilah juglangan akhirnya merasa puas setelah melihat juglangan

Hasil jawaban pemilik tungku ini terus saya sampaikan kepada Maroof. Kemudian saya menunjukkan tumpukan kayu yang menjadi bahan bakarnya yang ditaruh pemiliknya mepet tritisan belakang rumahnya yang menghadap ke kandang kambing tadi.

Setelah personil rombongan peserta ICM itu berkumpul lagi di Pendopo Balai Desa Tlogorejo, mereka berpamitan dengan Ketua TP PKK, bidan desa, dan partispan photovoice serta Christina untuk melanjutkan agenda melakukan pertemuan dengan sejumlah kader dari Desa Bakalan, Krebet Senggrong, dan Krebet di Balai Desa Bakalan.

Fasilitator NIHR yang berangkatnya bakda Subuh dengan pemandu photovoice Christina, pulangngya diajak Wadir 2 Percik untuk ikut mobil rombongan guna memandu jalan yang cepat menuju ke Bakalan namun di tengah jalan terhenti sesaat karena terdengar kumandang adzan Jumat di Desa Sukorejo, Kecamatan Gondanglegi. Maroof pun ikut salat Jumat di Masjid Baitul Mukhlisin. *** [101024

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Minggu, 22 September 2024

Ahad Pagi, Kader Kesehatan Desa Tlogorejo Ikuti Photovoice Yang Pertama

 “Fotografi yang hebat adalah tentang kedalaman perasaan, bukan kedalaman bidang.” – Peter Adams

Jumat kemarin, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Theme 3: People Empowerment and Community atau yang kondang dengan Tim CEI (Community Engagement and Involvement) telah mengadakan photovoice yang pertama di Desa Pagak.

Dan, Ahad (22/09) pagi ini, jadwalnya Tim CEI melaksanakan photovoice di Desa Tlogorejo untuk yang pertama kalinya. Tempatnya dipusatkan di Pendopo Balai Desa Tlogorejo yang beralamatkan di Dusun Dadapan RT 16 RW 06 Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Senyum para peserta photovoice di Pendopo Balai Desa Tlogorejo

Pukul 09.03 WIB, 9 kader kesehatan telah berkumpul di Pendopo Balai Desa Tlogorejo. Mereka disambut oleh Tim CEI yang terdiri dari 2 orang personil Yayasan Percik Salatiga (YPS) – Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si dan Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. serta fasilitator NIHR Universitas Brawijaya (UB).

Selang 7 menit, kader kesehatan peserta photovoice terakhir tiba di Pendopo Balai Desa Tlogorejo, dan acara pun segera dimulai. Mula-mula, pembawa acara kader kesehatan Sutarmi atau yang beken dipanggil Bu Yut itu mengawali dengan ucapan selamat datang kepada seluruh peserta photovoice, dan kemudian memandu dengan doa demi kelancaran kegiatan ini.

Setelah itu, dilanjutkan dengan sambutan dari bidan Desa Tlogorejo Sulianik, A.Md.Keb. Dalam sambutannya, bidan Anik mengucapkan terima kasih atas kedatangannya di Pendopo Balai Desa Tlogorejo untuk mengikuti photovoice, dan sekaligus memberi tahu kepada peserta bahwa kegiatan ini nanti akan dipandu oleh Damar Waskitojati dan Christina.

Namun sebelum itu, Wakil Direktur (Wadir) YPS Damar Waskitojati memberikan pengantar terlebih dahulu kepada peserta. Pada kesempatan itu, Damar menjelaskan bahwa yang ingin dilakukan pagi ini sedikit berbeda dengan Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terfokus pada umumnya.

Fasilitator photovoice dari Tim CEI

“Metode photovoice bercerita melalui gambar dalam hubungannya dengan pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat,” tegas Damar dihadapan kader kesehatan yang duduk mengelilingi meja panjang tersebut.

Untuk mengawali photovoice ini, Damar ingin mengajak ngobrol santai dulu mengenai pengelolaan sampah yang biasanya dilakukan di Desa Tlogorejo atau di rumah tangganya sendiri seperti apa? Namun demikian sebelum ngobrol santai itu, peserta dipersilakan untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu agar supaya dikenal oleh peserta yang lainnya.

Perkenalan dimulai dari peserta yang duduk di dekat bidan Anik depan Wadir YPS, yakni Iit Nurhaifah. Kemudian perkenalannya diurutkan di sebelahnya yang duduk di sebelah utaranya. Mulai dari Nia Ernawati, Suriyani, Sutarmi, Suli’ami, Arlik, Yunita, Mufida, Sukarni, dan Sri Widiyowati.

Usai perkenalan, Damar pun kemudian memantik dengan pertanyaan tentang pengelolaan sampah yang dilakukan oleh peserta. Kalau pada perkenalan dimulai dari Iit, dan untuk bercerita terkait pengelolaan sampah diawal dari Sri Widiyowati dan terus urut melingkar hingga sampai ke Iit.

Suasana photovoice diambil dari sisi barat

Dari pertanyaan pemantik tersebut diketahui bahwa di Desa Tlogorejo umumnya warga sudah melakukan pemilahan sampah rumah tangganya. Botol dan kardus yang memiliki nilai jual akan disendirikan untuk dijual ke pengepul. Namun demikian, ada juga yang dikasihkan kepada tetangganya begitu saja.

Sedangkan, sampah sayur akan dicacah bagi warga yang memiliki ternak seperti ayam, bebek maupun kambing. Sementara, sisa sampah lainnya akan dibakar, seperti sachet-sachet kecap, royco atau masako, dan sampah plastik lainnya yang tidak laku dijual.

Mereka akan membakar sisa sampah tersebut di juglangan (lubang sampah) yang ada di pekarangan belakang rumah. Sedangkan, yang tidak mempunyai pekarangan rumah, akan dibawa ke ladang untuk dibakar di sana.

Mereka umumnya melakukan cara tradisional dengan membakar sampah karena di Desa Tlogorejo tidak ada penampungan sampah sementara maupun jasa pemungutan sampah dari rumah ke rumah. Sehingga, warga biasanya memilih dibakar agar supaya tempatnya lekas bersih dari tumpukan sampah.

Suasana photovoice diambil dari sisi timur

Diakui oleh peserta, bahwa kebiasan ini belum ada keluhan yang dirasakan. Karena menurutnya, setiap hari bakarnya sedikit-sedikit. Tetapi kalau pembakaran daduk (daun tebu hasil panen yang kering) memang bikin rumah yang ada di sekitar lahan tebu kerap kotor karena langesnya dan bikin sesak napas.

Selesai FGD pengantar dari Damar, acara berikutnya dilanjutkan dengan penjelasan photovoice dari Christina kepada peserta yang akan dijalankan pada pertemuan berikutnya. Sebelum panjang lebar, Christina memantik dengan pertanyaan, “Yang ngurusi sampah-sampah itu, Bapak-bapak atau Ibu-ibu?”

Mereka serentak mengatakan bahwa biasanya ibu-ibu yang mengurusi sampah, namun yang menghadiri sosialisasi itu kebanyakan bapak-bapak. “Berarti ibu-ibu umumnya tidak punya kesempatan untuk bersuara,” kata Christina. “Metode yang diikuti ibu-ibu ini mudah untuk menyuarakannnya melalui photovoice.

Kemudian, Christina masuk kepada rule of game dari photovoice terlebih bila pengambilan gambarnya ada orang lain. Foto-foto yang akan diambil nantinya berkenaan dengan pengelolaan sampah dan pengaruh ke kesehatan.

Fasilitator NIHR menyimak dan mencatat

Dengan tujuan untuk mendorong perubahan sosial, photovoice dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat, meningkatkan kesadaran akan sumber daya masyarakat, dan menumbuhkan kemandirian. Caroline Wang dan Mary Ann Burris (1997) mengembangkan photovoice, dengan tujuan akhir 1). untuk memungkinkan orang merekam dan mencerminkan kekuatan dan perhatian komunitas mereka, 2). untuk mempromosikan dialog kritis dan pengetahuan tentang isu-isu penting melalui diskusi kelompok kecil tentang foto-foto, dan 3). untuk menjangkau para pembuat kebijakan. Ini adalah elemen-elemen utama pemberdayaan, sebuah konsep yang terkait erat dengan metodologi photovoice dari dasar konseptual aslinya hingga implementasinya (Kirsten Budig et. al., 2018).

Dari tujuan yang dikemukan pencetusnya itu, dapat dimengerti bahwa yang utama bukan fotonya belaka akan tetapi apa yang terkandung pemaknaan dibalik pemotretan tersebut. Kutipan Peter Adams memperjelas hakikatnya, “Great photography is about depth of feeling, not depth of field” (Fotografi yang hebat adalah tentang kedalaman perasaan, bukan kedalaman bidang).

Kutipan (quote) dari Peter Adams, seorang fotografer dan penulis A Few Of The Legends, sekaligus menepis ketidakpedean akan kamera handphone yang akan digunakan dalam tugas photovoice untuk pertemuan berikutnya kelak. *** [220924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Sabtu, 21 September 2024

Mengawali Photovoice di Desa Pagak: ‘Sebuah gambar bernilai seribu kata’

Caroline Wang dan Mary Ann Burris mengembangkan metodologi photovoice sebagai sarana dan pemantik penelitian partisipatif dalam rangka memberdayakan kelompok marginal. Melalui photovoice, partisipan mengidentifikasi, mendokumentasikan, serta menampilkan kekuatan dan kekhawatiran komunitas dari perspektif anggota komunitas sendiri melalui penggunaan teknologi fotografi.

Sebagai praktik yang berbasis pada produksi pengetahuan, photovoice memiliki tiga tujuan utama: (1) untuk memungkinkan orang merekam dan mencerminkan kekuatan dan perhatian komunitas mereka, (2) untuk mempromosikan dialog kritis dan pengetahuan tentang isu-isu penting melalui diskusi foto dalam kelompok besar dan kecil, dan (3) untuk menjangkau para pembuat kebijakan (Wang & Burris, 1997).

Jumat (20/09) kemarin, 10 orang kader kesehatan (4 kader Balita, 2 kader Lansia dan 4 kader PTM) mengikuti kegiatan photovoice di Ponkesdes Pagak yang beralamatkan di Dusun Tempur RT 06 RW 12 Desa Pagak, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Peserta dan fasilitator photovoice berpose bersama perawat Ponkesdes Pagak

Acara dimulai pada pukul 10.39 WIB. Pembawa acara Purwiantiwi mengucapkan selamat datang di Ponkesdes Pagak untuk mengikuti photovoice. Kemudian ia memandu doa demi kelancaran kegiatan yang diikuti oleh sejumlah kader kesehatan Desa Pagak.

Setelah itu, acara diisi dengan sambutan dari perawat Ponkesdes Pagak Sri Hidayati, S.Kep.Ners. Dalam sambutannya, perawat Sri mengucapkan terima kasih kepada personil dari Yayasan Percik Salatiga (YPS) yang tergabung dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) dan fasilitator NIHR Universitas Brwijaya (UB) kedatangannya di Ponkesdes Pagak serta kader-kader yang menjadi peserta dalam pertemuan ini.

Lebih lanjut, perawat Sri menginformasikan kepada peserta bahwa kegiatan photovoice ini akan berlangsung dalam beberapa tahap, mulai dari tahap 1 hingga 4 atau 6 tahap. Ia berharap semua kader ini agar bisa mengikuti sampai tuntas setiap tahapan agar mendapatkan mendapatkan bekal ketrampilan baru, dan hari ini baru tahap 1.

Usai sambutan dari perawat Ponkesdes Pagak, acara diteruskan dengan perkenalan dari para peserta terlebih dahulu. Dimulai dari Nuryl Nindya, Cicik Krisdianti, Dyah Anggun Sasmita, Dwi Mayasari, Della Apryanagustin, Istiawati, Sri Wahyuni, Priyatin, Purwiantiwi hingga Viska Pratiska.

Bangunan Ponkesdes Pagak yang dikelilingi lahan tebu

Rampung acara perkenalan peserta, Wakil Direktur YPS Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si mengawali dengan Focus Group Discussion (FGD) sebentar terkait pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat.

“Kami ingin mendengar cerita pengelolaan sampah di Desa Pagak. Kebiasaan di rumah tangga yang ada di Desa Pagak dalam pengelolaan sampah,” kata pembuka Damar dalam memandu FGD sebagai pengantar untuk masuk ke dalam photovoice.

Dari hasil FGD pengantar itu, diketahui bahwa umumnya sampah rumah tangga dibuang ke lubang sampah di belakang rumah. Ada juga yang dibuatkan jedingan, sebuah bangunan semen seperti kolah (bak air).

Di Desa Pagak, diakui oleh peserta, memang belum ada jasa pengangkutan sampah kecuali hanya di daerah sekitar Pasar Pagak saja. Karena inilah, tak ada jalan lain kecuali lebih menyukai dengan cara dibakar. Mereka umumnya membakar di sore atau malam hari agar jemuran tidak sangit. Bau sangit itu melekat.

“Daripada menumpuk mendingan dibakar, cepat menjadi bersih tempatnya,” kata salah seorang peserta.

Suasana photovoice di Ponkesdes Pagak

Namun demikian, kendati terbiasa dengan pembakaran sampah, mereka juga mengakui melakukan pemilahan sampah terlebih dahulu. Sampah plastik yang masih memiliki nilai jual, seperti botol airminum, botol minyak goreng, dan lain-lain, akan disendirikan untuk dijual ke pengepul yang secara rutin berkeliling. Kebetulan ada dua pengepul dari desanya yang cukup dikenal warga, yang senantiasa berkeliling untuk membelinya.

Peserta yang umumnya kader kesehatan ini juga mengakui bahwa asap dari pembakaran tersebut sering membikin sesak napas dan panas hidung (pengar). Oleh karena itu, mereka umumnya menyiasati dengan cara menghindari asap.

Selain itu, kalau ada kelahiran masih dijumpai tradisi diyang selama selapan atau 35 hari dengan cara membakar kayu atau sepet di depan rumah yang sedang memiliki bayi. “Diyang itu kalau menengok bayi, biar gak membawa balak,” jelas seorang peserta.

“Dari medis, tangan yang diasapkan dulu agar waktu memegang bayinya nanti steril,” imbuh perawat Sri yang senantiasa menyimak dalam pertemuan ini.

Fasilitator photovoice dan sebagian peserta bersandar tembok di sisi selatan

Selain diyang, pembakaran daduk (daun tebu yang kering) juga mengeluarkan asap yang kerap mengganggu. Gangguannya berupa langes yang masuk ke rumah yang berdekatan dengan lokasi pembakaran daduk.

Pukul 11.23 WIB, Christina Arief T. Mumpuni dari YPS melanjutkan dengan penjelasan photovoice kepada peserta. Peserta mendapatkan penjelasan dan gambaran dari photovoice. Kemudian diinformasikan pula rule of game pengambilan gambar nantinya. Jika menyangkut gambar yang diambil juga perlu izin kepada orangnya.

Sepuluh peserta diharapkan untuk pertemuan berikutnya sudah mengumpulkan foto melalui handphone, menggunakannya untuk menceritakan kisah yang difoto dengan kata-kata mereka sendiri, dan membagikannya dengan fasilitator photovoice untuk digunakan sebagai informasi guna menginformasikan dan mengadaptasi program mereka.

Foto-foto mengartikulasikan apa yang penting bagi fotografer. Keindahan dan kekuatan photovoice adalah bahwa teknik ini memberi izin kepada peserta untuk mengekspresikan suara hati mereka. Dengan mentransfer kekuatan kepada individu, memungkinkan mereka untuk memutuskan apa yang penting, dan cerita apa yang akan diceritakan, fasilitator photovoice akan memperoleh perspektif refleksi langsung tentang bagaimana pengelolaan sampah di desanya memengaruhi kehidupan mereka.

Peserta photovoice yang bersandar di tembok sisi utara

Sehingga, mengawali photovoice di Desa Pagak sebagai sebuah langkah yang dalam bahasanya Bárbara Badanta et. al. (2021), ‘A picture is worth a thousand words’ (Sebuah gambar bernilai seribu kata).

‘Sebuah gambar bernilai seribu kata’ adalah sebuah pepatah dalam berbagai bahasa yang berarti bahwa ide-ide yang kompleks dan terkadang beragam dapat disampaikan oleh satu gambar diam, yang menyampaikan makna atau esensinya secara lebih efektif daripada sekadar deskripsi verbal.

Pepatah ini diperkirakan muncul dalam iklan surat kabar pada tahun 1913 namun sudah mengalami modifikasi kata, dan pepatah itu sendiri sering dihubungkan dengan ungkapan Konfusius, ‘Bǎi wén bùrú yī jiàn’ (Mendengar sesuatu seratus kali tidak lebih baik daripada melihatnya sekali). *** [210924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Rabu, 04 September 2024

Rakor NIHR di Bulan September 2024: CEI

Setiap Rabu di Minggu pertama setiap bulannya, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) menggelar rapat koordinasi (rakor).

Tujuannya untuk berkomunikasi dan bersinergi sehingga progress kegiatan penelitian ini bisa termonitoring dan terupdate dengan baik. Tiap bulannya, mereka harus berkumpul dalam rakor tersebut, walaupun tidak menampik bahwa sebenarnya ada beberapa personilnya yang selalu berkomunikasi secara intensif juga.

Peserta rakor NIHR secara luring memyimak paparan materi dari heme 3: People empowerment and community

Bulan September di hari Rabu (04/09) ini, rakor NIHR kembali diadakan secara hybrid. Hybrid meeting atau rapat hibrida adalah kombinasi rapat tatap muka tradisional, dan rapat jarak jauh, yang dilakukan melalui plarform panggilan konferensi, seperti Zoom.

Yang hadir tatap muka ditempatkan di Ruang Kuliah 2 PSDIK Lantai 6 GPP Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB), dan dihadiri sebanyak 12 orang, sedangkan peserta yang hadir melalui platform Zoom ada 15 orang dari berbagai lokasi mereka masing-masing. Ada yang dari Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang, lingkungan UB, Yayasan Percik Salatiga (YPS) maupun Sekretariat SMARThealth di Kepanjen.

Agenda rakor NIHR di bulan September ini adalah giliran Theme 3: People empowerment and community yang digawangi Haryani Saptaningtyas, S.P., M.Sc., Ph.D (Koordinator Peneliti dalam Bidang Community Engagement and Involvement/CEI).

Pemaparan materi CEI oleh Koordinator Peneliti dalam Bidang CEI secara daring

Acara yang dimulai pada pukul 09.17 WIB itu diawali dengan ucapan salam pembuka dari pembawa acara Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked. Trop (Project Manager). Kemudian membacakan seluruh rundown dalam rakor ini.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sambutan dari Principal Investigator yang sekaligus menjadi Centre Head NIHR Prof. Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes., Sp.KKLP. Dalam sambutannya, Prof Andarini mengatakan bahwa kita selalu update tiap bulan dari penelitian NIHR-GHRC NCDs & EC ini sebagai wujud komunikasi dan sinergi.

Usai sambutan, langsung diisi dengan penyampaian materi Theme 3: CEI Principle and Approach oleh Haryani Saptaningtyas. Sosok Haryani adalah Koordinator Peneliti dalam Bidang CEI dalam penelitian NIHR-GHRC NCDs & EC. Ia juga merupakan staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (FP UNS) dan sekaligus Direktur Yayasan Percik Salatiga (YPS) serta penulis buku ‘This is our belief around here”: Purification in Islamic Thought and Pollution of Citarum River in West Java (LIT Verlag Münster, 2021).

Pemaparan materi photovoice oleh staf peneliti Theme 3: People empowerment and community secara daring

Pada kesempatan itu, Haryani menguraikan dengan gamblang mengenai background of CEI, setting context, CEI vision on global health, empowering people and communities, NIHR design in involving community, annual cycle of learning, innovative methods to engage community in Indonesia context, stakeholder engagement, community advisory group/board in the villages-Krebet Senggrong and Bakalan, process of CEI, challenges, dan CEI principles and strategies.

Lalu dilanjutkan dengan pemaparan materi Photovoice Pengelolaa Sampah Plastik dan Kesehatan Masyarakat Kabupaten Malang, yang disampaikan oleh Wakil Direktur 2 YPS Damar Waskitojati, S.Kom, M.Si. Dalam paparannya, Damar menjelaskan definisi dari photovoice, persiapan, pelaksanaan, hasil kegiatan photovoice, temuan pengelolaan sampah dan kesehatan (substantif), dan refleksi atas proses.

Selesai presentasi Damar, acara disambung dengan pemaparan materi Conversation Circle Progress August 2024 oleh staf peneliti dan advokasi YPS Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. Pada kesempatan itu, Christina menguraikan conversation circle (CC), preparation of CC, implementation at Bululawang, dan findings (substantive).

Pemaparan materi conversation circle oleh staf peneliti Theme 3: People empowerment and community secara daring

Presentasi dari insan Percik (YPS) yang tergabung dalam Tim Penelitian NIHR Theme 3 ini berakhir pada pukul 10.29 WIB, dan oleh pembawa acara diteruskan dengan seksi diskusi atau tanya jawab. Setiap peserta hybrid meeting dipersilakan.

Dalam rakor NIHR tersebut ada dua pertanyaan yang datang dari Centre Head NIHR Prof. Andarini dan Research Program Manager yang sekaligus menjadi Koordinator Theme 2: Air Pollution and Plastic Combustion, Sujarwoto, S.IP, M.Sc., MPA, Ph.D.

Prof. Andarini menanyakan perihal bagaimana membangun keberlanjutan sesuai dengan CEI, dan Sujarwoto, Ph.D bertanya mengenai kira-kira approach apa yang tepat untuk memformulasikan multisectoral intervention nantinya.

Suasana tanya jawab atu diskusi dalam rakor NIHR di bulan September 2024

Kedua pertanyaan ini, mula-mula di dijawab oleh Wakil Direktur YPS Damar, dan kemudian ditambahi dan diperjelas oleh Direktur YPS Haryani Saptamingtyas. Banyak alternatif yang muncul mengingat CEI ini adalah proses, termasuk di antaranya peluang yang besar melalui jalur agama. “Tujuan akhirnya adalah mendekatkan gap pengetahuan antara ekonomi dan kesehatan,” tegas Haryani.

Rakor NIHR di bulan September 2024 ini selesai pada pukul 10.51 WIB. Yang hadir secara fisik di FKUB masih terdapat obrolan informal usai acara ditutup, namun bagi peserta yang hadir secara daring langsung leave. *** [040924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 29 Agustus 2024

Sore Hari, Circle Conversation Diadakan di Desa Pagak

Setelah pagi menggelar circle conversation di Desa Tlogorejo, bakda Ashar circle keeper dan fasilitator NIHR bergerak menuju ke Desa Pagak untuk melangsungkan kegiatan yang sama yang telah dilakukan di Desa Tlogorejo.

Rabu (28/08) kala sore hari yang dingin, beberapa berkumpul di rumah Riatin yang beralamatkan di Dusun Tempur RT 09 RW 13 Desa Pagak, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang. Ternyata lokasi yang akan menjadi tempat berlangsungnya circle conversation itu tepat berada di depan rumah perawat Desa Pagak Sri Hidayati, S.Kep.Ners.

Pembukaan circle onversaton dilakukan kader kesehata selaku organizing committee

Seperti di Desa Tlogorejo, struktur pertemuan ini sederhana, dengan awal (pembukaan, perkenalan, check-in), tengah (berbicara tentang topik), dan akhir (penutupan dan check-out). Pembukaan dilakukan kader kesehatan Vista Pratiska dan notulis dipegang oleh kader kesehatan Purwiantiwi.

Begitu selesai pembukaan, acara dilanjutkan dengan prakata dari perawat Desa Pagak. Pada kesempatan itu, perawat Sri Hidayati yang juga dkenal sebagai ahli kecantikan itu menjelaskan kegiatan ini untuk mengetahui pengelolaan sampah yang sudah berlangsung di Desa Pagak, maka dalam diskusi nanti silakan sharing saja.

Usai prakata dari perawat Sri Hidayati, acara diserahkan kepada circle keeper Christina Arief T. Mumpuni, seorang anggota Tim Penelitian Theme 3: People empowerment and community dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC).

Perawat, kader kesehatan, dan partisipan perempuan

Pada kesempatan itu, Christina mengawali circle conversation (dialog melingkar) dengan memokuskan pada percakapan yang terefleksi dalam 3 pertanyaan: Apa yang Anda ketahui dari praktik pengelolaan sampah di rumah Anda?; Apa yang Anda ketahui dari dampak pembakaran sampah terhadap kesehatan khususnya penyakit tidak menular?; dan Apakah menurut Anda membakar sampah menjadi solusi permasalahan sampah yang ada?

Kegiatan yang dihadiri 8 partisipan (3 laki-laki; 5 perempuan) itu, diberi waktu 3 menit per orang dalam setiap sesi pertanyaan reflektif. Mereka punya kesetaraan dalam berbagi pengalaman mereka masing-masing.

Dari hasil circle conversation itu, dapat dimengerti bahwa berdasarkan kondisi geografis yang ada di Dusun Tempur, Desa Pagak, umumnya berbukit-bukit sehingga banyak jurang. Jurang inilah yang kerap dijadikan tempat pembuangan sampah.

Partisipan laki-laki dalam circle conversation di  Desa Pagak

Sebagian besar partisipan memiliki tanah pekarangan berkontur bukit kapur. Kata mereka, kita buang sampah di situ tidak mungkin bakal rata tanahnya karena curamnya. Hanya saja, sampah yang udah kering biasanya dibakar agar tidak berserakan.

Kebetulan di Dusun Tempur ini memiliki 2 pengepul yang menjadi partsipan, sehingga dalam circle conversation tersebut memang terlihat adanya pemilahan oleh sejumlah warga dalam pengelolaan sampah. Botol-botol yang masih punya nilai jual akan loakkan kepada pengepul tersebut.

Diakui oleh partisipan, memang masih terdapat pembakaran sampah mengingat lahan yang masih luas, berkontur perbukitan yang jauh dari perumahan, dan juga belum ada sistem pengangkutan sampah secara regular.

Suasana circle conversation di sore hari

Mereka juga paham jika pembakaran sampah berefek pada kesehatannya, seperti batuk, pusing, sakit mata. Selama ini, mereka menyiasati dengan menghindari asapnya saat pembakaran sampah yang dilakukan.

Solusi yang tertangkap dari partisipan adalah sampah sebaiknya dipilah. Yang bisa dipilah, dipilah dulu. Yang tidak memiliki nilai ekonomis, dibakar!

Implementasi circle conversation yang dimulai pada pukul 16.15 WIB ini berakhir pada pukul 17,23 WIB di tengah suhu yang semakin dingin. Namun sebelum meninggalkan tempat, pemilik rumah Riantin mempersilakan untuk mencicipi hidangan yang telah disediakan ada pecel, kare ayam, dan tempe goreng. *** [290824]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Pagi Itu, Circle Conversation Berlangsung di Balai Desa Tlogorejo

“Dalam dialog, individu memperoleh wawasan yang tidak mungkin diperoleh secara individu.” — Peter Senge


Circle conversation (dialog melingkar) adalah simbol yang mempromosikan berbagi ide, kesetaraan, rasa hormat terhadap ide satu sama lain, kebersamaan, dan kasih sayang dan cinta yang terus-menerus dan tak berujung satu sama lain. Circle conversation berpusat pada kesetaraan karena prosesnya didasarkan pada kesetaraan di antara para peserta (termasuk fasilitator, yang sering disebut penjaga lingkaran) dan berbagi kekuasaan satu sama lain (Rieth, 2023).

Circle conversation tersebut didasarkan pada sistem pengetahuan dan nilai-nilai setempat dan berfokus pada berbagi cerita sebagai sarana untuk mendukung nilai-nilai berbagi pengetahuan, karena setiap orang memiliki pengetahuan untuk dibagikan, saling keterhubungan, dan tanggung jawab kepada masyarakat. Sehingga, dialog melingkar merupakan syarat dasar bagi konstruksi pengetahuan dalam praktik, dari komunikasi antar individu, yang akibatnya akan menghasilkan transformasi individu dan sosial.

Balai Desa Tlogorejo di pagi yang cerah

Circle conversation adalah pertemuan yang ditandai dengan persiapan yang matang, topik pertanyaan, dan struktur yang egaliter. Pagi itu, Rabu (28/08), 9 anggota masyarakat, organizing committee (2 orang kader), bidan desa, circle keeper, dan fasilitator NIHR duduk dengan nyaman dalam sebuah lingkaran di Pendopo Balai Desa Tlogorejo yang beralamatkan di Dusun Dadapan RT 16 RW 06 Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Mereka diundang untuk berpartisipasi dalam circle conversation (dialog melingkar) yang difasilitatori oleh salah Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K., seorang anggota Tim Penelitian Theme 3: People empowerment and community dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Universitas Brawijaya (UB).

Struktur pertemuan ini sederhana, dengan awal (pembukaan, perkenalan, check-in), tengah (berbicara tentang topik), dan akhir (penutupan dan check-out). Percakapan terstruktur di sekitar serangkaian pertanyaan. Setiap peserta akan memiliki kesempatan untuk berbicara pada setiap pertanyaan tanpa gangguan. Lingkaran (circle) menggunakan alat bicara yang diberikan dari orang ke orang, untuk menunjuk siapa yang dapat berbicara pada saat itu—dan siapa yang mendengarkan (semua orang).

Circle keeper menjelaskan aturan main dalam circle conversation

Pembukaan dilakukan oleh pembawa acara Sutarmi, seorang kader kesehatan Desa Tlogorejo. Meski sempat terjatuh karen tersandung benjolan, Sutarmi tetap semangat dalam mengelola pertemuan circle conversation ini dari awal hingga akhir.

Setelah pembukaan, terlebih dahulu dilakukan doa yang dipandu oleh kader kesehatan Desa Tlogorejo Iit Nurhanifah, yang selanjutnya bertindak sebagai notulis yang bertanggung jawab dalam pencatatan hasil circle conversation nantinya.

Sebelum memasuki pembicaraan terkait persampahan yang ada di Desa Tlogorejo, pembawa acara mempersilakan bidan Desa Tlogorejo, Sulianik, A.Md.Keb. untuk memberikan pengantar dalam pelaksanaan circle conversation.

Implementasi circle conversation di Balai Desa Tlogorejo (Dipotret dari selatan)

Setelah itu, semua yang hadir dalam circle conversation dipersilakan untuk untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu satu persatu. Perkenalan ini sekaligus menjadi sarana kehadiran diri dalam circle conversation tersebut.

Usai perkenalan diri, circle kepper Christina menjelaskan tujuan dan circle conversation dalam penelitian ini. Kemudian, formulir informed consent dibacakan dan untuk ditandatangani oleh partisipan.

Setelah itu, barulah Christina memulai tema percakapan/dialog berdasarkan panduan untuk memulai percakapan, yang terefleksi dalam 3 pertanyaan:  Apa yang Anda ketahui dari praktik pengelolaan sampah di rumah Anda?;  Apa yang kita ketahui dari dampak pembakaran sampah terhadap kesehatan khususnya penyakit tidak menular?; dan Apakah menurut Anda membakar sampah menjadi solusi permasalahan sampah yang ada?

Implementasi circle conversation di Balai Desa Tlogorejo (Dipotret dari sisi timur)

Setiap partisipan dipersilahakn untuk bercerita atau berbagi pengalaman maupun pengetahuannya dengan dibatasi 3 menit per partisipan dalam setiap pertanyaan reflektif tersebut. Semua partisipan pun kemudian berbagi cerita dalam lingkaran tersebut.

Dari hasil circle conversation tersebut diketahui bahwa kebiasaan partisipan umumnya mengumpulkan sampah di pekarangan atau di sekitarnya. Mereka biasanya membuat lobang atau tempat bak sampah dari semen. Bila sampahnya sudah kering akan dibakar. 

Tapi ada juga sebagian partisipan yang membuatnya menjadi kompos, dan memilahnya terlebih dahulu. Botol-botol plastik yang punya nilai jual akan diloakkan ke pengepul atau diberikan ke pemulung. Kebetulan ada salah partisipan terdapat seorang “sarjana pemulung”, yang setiap harinya berkeliling.

Implementasi circle conversation di Balai Desa Tlogorejo (Dipotret dari sisi barat)

Partisipan juga merasakan gemasnya, jika ada orang yang membuang sampah di selokan dekat rumahnya atau dipinggir Waduk Karangkates. Bikin bau dan mampet selokan. Selain itu, mereka juga menyadari bahwa pengelolaan sampah yang tidak baik akan menimbulkan masalah, terutama bagi kesehatan, seperti menjadi sarang nyamuk, lalat, dan kalau dibakar akan menimbulkan sesak napas, batuk, maupun pusing.

Mereka umumnya membakar sampah karena belum ada pengelolaan sampah dengan cara diangkut setiap harinya, sehingga mereka mengadalkan pekarangannya untuk membakarnya agar cepat bersih, dan tidak ada tumpukan sampah yang bau.

Berbeda dengan partispan lainnya, “sarjana pemulung” memiliki pendapat tersendiri agar pembakaran sampah tidak berdampak bagi kesehatan masyarakat. “Tiap rumah harus punya bak sampah. Tujuannya agar mereka berkesadaran untuk tidak membuang sampah di selokan atau got,” terangnya.

Fasilitator NIHR selalu mencatat guna laporan kegiatan

Ia pun merasa perlu adanya pendampingan dalam pengelolaan sampah. Tujuannya agar masyarakat bisa paham dalam memperlakukan sampah dengan baik. “Sampah basi bisa jadi penyakit, tapi kalau diurai malah bermafaat,” pungkas “sarjana pemulung” tersebut.

Circle conversation yang dimulai pada pukul 09.20 WIB ini berakhir pada pukul 10.36 WIB. Setelah penutupan, dan semua partisipan berpamitan. Fasilitator NIHR dan circle keeper bergegas pamitan juga karena akan mengantar surat izin pemasangan alat pengukur kualitas udara di Kantor Camat Pagak, Kantor Desa Sumberejo, dan Kepala Dusun Bekur. *** [290824]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Risk Checker

Risk Checker

Indeks Massa Tubuh

Supplied by BMI Calculator Canada

Statistik Blog

Sahabat eKader

Label

Arsip Blog