Tampilkan postingan dengan label CEI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CEI. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 Oktober 2024

Photovoice 3 Desa Tlogorejo: Storytelling

“Cerita menciptakan komunitas, memungkinkan kita melihat melalui mata orang lain, dan membuka diri kita terhadap klaim orang lain.” -- Peter Forbes, fotografer dan penulis

Photovoice tahap 3 di Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, dilaksanakan Jumat (11/10) di ruangan yang berada di pojok sisi barat bagian selatan, mepet dengan Pustu Tlogorejo, dan masuk dalam halaman Pendopo Balai Desa Tlogorejo.

Memasuki tahap 3, partisipan photovoice yang berjumlah 10 orang  itu sudah memilih 1 foto dari 3 foto yang dikirimkan ke Christina Arief T. Mummpuni, S.H., M.I.K., salah seorang anggota Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Theme 3: People empowerment and community, atau yang lebih akrab disebut Tim CEI (Community Engagement and Involvement).

Foto yang terpilih itu, diminta oleh Christina untuk diberikan narasi dan nantinya akan dipresentasikan dihadapan partisipan yang lainnya. Agar narasi itu menjadi cerita yang menarik, pada pertemuan photovoice tahap 3 atau photovoice 3 ini, partisipan mendapatkan workshop singkat mengenai storytelling yang dibimbing oleh fasilitator NIHR.

Fasilitator NIHR berikan pelatihan penulisan storytelling kepada partisipan photovoice di Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang

Dalam workshop itu, fasilitator NIHR mula-mula menjelaskan apa itu arti storytelling. Storytelling bersal dari bahasa Inggris dari gabungan kata “story” (cerita) dan “telling” (menceritakan). Jadi, storytelling adalah suatu kegiatan atau aktivitas untuk menyampaikan sebuah cerita. Storytelling, singkatnya adalah bercerita.

Lalu, fasilitator NIHR menguraikan bahwa sebuah cerita harus terdapat unsur 5W dan SW, yakni 1). What (menentukan plot), 2). Who (menentukan karakter), 3). When (menggambarkan kronologis), 4). Where (tempat kejadian), 5). Why (motifnya), dan 6). So What (setelah menuliskan semuanya lalu apa kesimpulan yang ingin dicapai).

Dalam bercerita, kata fasilitator NIHR, yang sampai bukan sekadar data dan informasi. Dalam bercerita ada ikatan antara pencerita dan pembaca (pendengar atau pemirsa). Ikatan emosi ini muncul karena kesamaan gelombang otak. Saat kita bercerita, pendengar akan mengantisipasi dengan referensi di otaknya.

Kemudian, fasilitator NIHR memberikan gambaran mengenai perbedaan antara berita dan storytelling. Berita itu sifatnya informasi, dan storytelling mengandung daya tarik, keterlibatan, dan tindakan.

Pemandu photovoce memastikan tulisan partisipan sudah terkirim semua

Lalu, mengapa orang tertarik pada cerita? Cerita dapat membuat kita melihat bagaimana orang lain berpikir dan merasakan. Dengan kata lain, mereka memungkinkan kita berempati dengan orang-orang di sekitar kita. Faktanya, penelitian memperlihatkan bahwa semakin menarik sebuah cerita, semakin besar pula empati orang dalam kehidupan nyata.

Cerita memungkinkan kita berbagi informasi dengan cara yang berkesan. Dengan menceritakan sebuah kisah dan bukan sekadar menceritakan fakta-fakta kering, kita mengingat detailnya dengan lebih jelas.

Lebih lanjut, fasilitator NIHR menjelaskan perihal penulisan storytelling: perkenalan, konflik, dan closing. Dalam perkenalan berisi cerita awal kejadian atau kenapa pengin menceritakan topik yang akan ditulis. 

Kemudian masuk ke konflik. Konflik di sini lebih pada pengungkapan masalah yang sebenarnya. Konflik ini adalah kesulitan yang harus kita hadapi dalam situasi tertentu yang ingin diceritakan. Sedangkan, terakhir adalah closing. Kalau dalam artikel storytelling tersebut ada konflik, maka tentunya kemudian diikuti dengan solusi. Mengapa harus ada solusi? Agar pembicara bisa mengambil manfaatnya, bisa mengambil hikmahnya. Karena, sudah pasti menomorsatukan pembaca kan ya?

Pemandu photovoice berembug kepada partisipan untuk tulisan yang bakal disajikan di layar untuk dikomentari oleh partisipan maupun pengampu pelatihan storytelling

Tujuan dari workshop ini adalah membekali storytelling pada partisipan photovoice itu agar supaya cerita-cerita verbal yang kerap didiskusikan sebelumnya bisa menjadi kisah yang menarik yang melahirkan “suara” mereka bisa didengarkan dan dimengerti.

Karena, menurut Michael L. Kent dalam The power of storytelling in public relations: Introducing the 20 master plots (2015, Public Relations Review 41(4): 480-489), cerita memiliki kekuatan untuk memberi informasi, membujuk, memunculkan respons emosional, membangun dukungan untuk koalisi dan inisiatif, serta membangun masyarakat madani.

Usai pemaparan materi singkat dari fasilitator NIHR, Christina mengajak partisipan photovoice 3 ini menampilkan tulisan ceritanya agar didiskusikan dengan partisipan yang lainnya serta fasilitataor NIHR selaku pengampu workshop penulisan cerita atau storytelling.

Pada kesempatan ini, fasilitator berusaha menangkap ide yang dituangkan, penulisannya, serta pembuatan judul tulisan sesuai alur yang terlah diajarkan. Kemudian dibahas bareng-bareng dengan partisipan maupun orang yang hadir dalam pertemuan photovoice 3 ini.

Mahasiswa S3 FIA UB juga turut urun rembug dalam pembahasan tulisan cerita partisipan photovoice

Selesai itu, Christina mempersilakan melakukan revisi tulisan yang telah diserahkan usai mendapatkan pembekalan dalam workshop singkat ini. Tujuannya agar penulisannya menjadi menarik atau memiliki daya tarik, dan sekaligus tentunya akan terdapat perubahan dari penulisan yang alami dengan setelah mendapatkan pembekalan penulisan.

Pertemuan photovoice 3 sesi storytelling ini juga dihadiri oleh Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Desa Tlogorejo ulis Nurhayati atau akrab disapa Lis Eko Wahyudi, bidan Sulianik, A.Md.Keb., serta mahasiswa S3 Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) Sekar Aqila Salsabila, S.AP., M.AP.

Pertemuan photovoice tahap 3 Desa Tlogorejo yang dimulai pada pukul 08.16 WIB ini, selesai pada pukul 11.04 WIB. Pertemuan berikutnya dijadwalkan pada Selasa (22/10) untuk memilih 1 dari 10 tulisan yang telah direvisi dulu, dan terus melakukan refleksi. *** [131024]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Minggu, 22 September 2024

Ahad Pagi, Kader Kesehatan Desa Tlogorejo Ikuti Photovoice Yang Pertama

 “Fotografi yang hebat adalah tentang kedalaman perasaan, bukan kedalaman bidang.” – Peter Adams

Jumat kemarin, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Theme 3: People Empowerment and Community atau yang kondang dengan Tim CEI (Community Engagement and Involvement) telah mengadakan photovoice yang pertama di Desa Pagak.

Dan, Ahad (22/09) pagi ini, jadwalnya Tim CEI melaksanakan photovoice di Desa Tlogorejo untuk yang pertama kalinya. Tempatnya dipusatkan di Pendopo Balai Desa Tlogorejo yang beralamatkan di Dusun Dadapan RT 16 RW 06 Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Senyum para peserta photovoice di Pendopo Balai Desa Tlogorejo

Pukul 09.03 WIB, 9 kader kesehatan telah berkumpul di Pendopo Balai Desa Tlogorejo. Mereka disambut oleh Tim CEI yang terdiri dari 2 orang personil Yayasan Percik Salatiga (YPS) – Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si dan Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. serta fasilitator NIHR Universitas Brawijaya (UB).

Selang 7 menit, kader kesehatan peserta photovoice terakhir tiba di Pendopo Balai Desa Tlogorejo, dan acara pun segera dimulai. Mula-mula, pembawa acara kader kesehatan Sutarmi atau yang beken dipanggil Bu Yut itu mengawali dengan ucapan selamat datang kepada seluruh peserta photovoice, dan kemudian memandu dengan doa demi kelancaran kegiatan ini.

Setelah itu, dilanjutkan dengan sambutan dari bidan Desa Tlogorejo Sulianik, A.Md.Keb. Dalam sambutannya, bidan Anik mengucapkan terima kasih atas kedatangannya di Pendopo Balai Desa Tlogorejo untuk mengikuti photovoice, dan sekaligus memberi tahu kepada peserta bahwa kegiatan ini nanti akan dipandu oleh Damar Waskitojati dan Christina.

Namun sebelum itu, Wakil Direktur (Wadir) YPS Damar Waskitojati memberikan pengantar terlebih dahulu kepada peserta. Pada kesempatan itu, Damar menjelaskan bahwa yang ingin dilakukan pagi ini sedikit berbeda dengan Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terfokus pada umumnya.

Fasilitator photovoice dari Tim CEI

“Metode photovoice bercerita melalui gambar dalam hubungannya dengan pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat,” tegas Damar dihadapan kader kesehatan yang duduk mengelilingi meja panjang tersebut.

Untuk mengawali photovoice ini, Damar ingin mengajak ngobrol santai dulu mengenai pengelolaan sampah yang biasanya dilakukan di Desa Tlogorejo atau di rumah tangganya sendiri seperti apa? Namun demikian sebelum ngobrol santai itu, peserta dipersilakan untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu agar supaya dikenal oleh peserta yang lainnya.

Perkenalan dimulai dari peserta yang duduk di dekat bidan Anik depan Wadir YPS, yakni Iit Nurhaifah. Kemudian perkenalannya diurutkan di sebelahnya yang duduk di sebelah utaranya. Mulai dari Nia Ernawati, Suriyani, Sutarmi, Suli’ami, Arlik, Yunita, Mufida, Sukarni, dan Sri Widiyowati.

Usai perkenalan, Damar pun kemudian memantik dengan pertanyaan tentang pengelolaan sampah yang dilakukan oleh peserta. Kalau pada perkenalan dimulai dari Iit, dan untuk bercerita terkait pengelolaan sampah diawal dari Sri Widiyowati dan terus urut melingkar hingga sampai ke Iit.

Suasana photovoice diambil dari sisi barat

Dari pertanyaan pemantik tersebut diketahui bahwa di Desa Tlogorejo umumnya warga sudah melakukan pemilahan sampah rumah tangganya. Botol dan kardus yang memiliki nilai jual akan disendirikan untuk dijual ke pengepul. Namun demikian, ada juga yang dikasihkan kepada tetangganya begitu saja.

Sedangkan, sampah sayur akan dicacah bagi warga yang memiliki ternak seperti ayam, bebek maupun kambing. Sementara, sisa sampah lainnya akan dibakar, seperti sachet-sachet kecap, royco atau masako, dan sampah plastik lainnya yang tidak laku dijual.

Mereka akan membakar sisa sampah tersebut di juglangan (lubang sampah) yang ada di pekarangan belakang rumah. Sedangkan, yang tidak mempunyai pekarangan rumah, akan dibawa ke ladang untuk dibakar di sana.

Mereka umumnya melakukan cara tradisional dengan membakar sampah karena di Desa Tlogorejo tidak ada penampungan sampah sementara maupun jasa pemungutan sampah dari rumah ke rumah. Sehingga, warga biasanya memilih dibakar agar supaya tempatnya lekas bersih dari tumpukan sampah.

Suasana photovoice diambil dari sisi timur

Diakui oleh peserta, bahwa kebiasan ini belum ada keluhan yang dirasakan. Karena menurutnya, setiap hari bakarnya sedikit-sedikit. Tetapi kalau pembakaran daduk (daun tebu hasil panen yang kering) memang bikin rumah yang ada di sekitar lahan tebu kerap kotor karena langesnya dan bikin sesak napas.

Selesai FGD pengantar dari Damar, acara berikutnya dilanjutkan dengan penjelasan photovoice dari Christina kepada peserta yang akan dijalankan pada pertemuan berikutnya. Sebelum panjang lebar, Christina memantik dengan pertanyaan, “Yang ngurusi sampah-sampah itu, Bapak-bapak atau Ibu-ibu?”

Mereka serentak mengatakan bahwa biasanya ibu-ibu yang mengurusi sampah, namun yang menghadiri sosialisasi itu kebanyakan bapak-bapak. “Berarti ibu-ibu umumnya tidak punya kesempatan untuk bersuara,” kata Christina. “Metode yang diikuti ibu-ibu ini mudah untuk menyuarakannnya melalui photovoice.

Kemudian, Christina masuk kepada rule of game dari photovoice terlebih bila pengambilan gambarnya ada orang lain. Foto-foto yang akan diambil nantinya berkenaan dengan pengelolaan sampah dan pengaruh ke kesehatan.

Fasilitator NIHR menyimak dan mencatat

Dengan tujuan untuk mendorong perubahan sosial, photovoice dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat, meningkatkan kesadaran akan sumber daya masyarakat, dan menumbuhkan kemandirian. Caroline Wang dan Mary Ann Burris (1997) mengembangkan photovoice, dengan tujuan akhir 1). untuk memungkinkan orang merekam dan mencerminkan kekuatan dan perhatian komunitas mereka, 2). untuk mempromosikan dialog kritis dan pengetahuan tentang isu-isu penting melalui diskusi kelompok kecil tentang foto-foto, dan 3). untuk menjangkau para pembuat kebijakan. Ini adalah elemen-elemen utama pemberdayaan, sebuah konsep yang terkait erat dengan metodologi photovoice dari dasar konseptual aslinya hingga implementasinya (Kirsten Budig et. al., 2018).

Dari tujuan yang dikemukan pencetusnya itu, dapat dimengerti bahwa yang utama bukan fotonya belaka akan tetapi apa yang terkandung pemaknaan dibalik pemotretan tersebut. Kutipan Peter Adams memperjelas hakikatnya, “Great photography is about depth of feeling, not depth of field” (Fotografi yang hebat adalah tentang kedalaman perasaan, bukan kedalaman bidang).

Kutipan (quote) dari Peter Adams, seorang fotografer dan penulis A Few Of The Legends, sekaligus menepis ketidakpedean akan kamera handphone yang akan digunakan dalam tugas photovoice untuk pertemuan berikutnya kelak. *** [220924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Rabu, 04 September 2024

Rakor NIHR di Bulan September 2024: CEI

Setiap Rabu di Minggu pertama setiap bulannya, Tim Penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) menggelar rapat koordinasi (rakor).

Tujuannya untuk berkomunikasi dan bersinergi sehingga progress kegiatan penelitian ini bisa termonitoring dan terupdate dengan baik. Tiap bulannya, mereka harus berkumpul dalam rakor tersebut, walaupun tidak menampik bahwa sebenarnya ada beberapa personilnya yang selalu berkomunikasi secara intensif juga.

Peserta rakor NIHR secara luring memyimak paparan materi dari heme 3: People empowerment and community

Bulan September di hari Rabu (04/09) ini, rakor NIHR kembali diadakan secara hybrid. Hybrid meeting atau rapat hibrida adalah kombinasi rapat tatap muka tradisional, dan rapat jarak jauh, yang dilakukan melalui plarform panggilan konferensi, seperti Zoom.

Yang hadir tatap muka ditempatkan di Ruang Kuliah 2 PSDIK Lantai 6 GPP Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB), dan dihadiri sebanyak 12 orang, sedangkan peserta yang hadir melalui platform Zoom ada 15 orang dari berbagai lokasi mereka masing-masing. Ada yang dari Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang, lingkungan UB, Yayasan Percik Salatiga (YPS) maupun Sekretariat SMARThealth di Kepanjen.

Agenda rakor NIHR di bulan September ini adalah giliran Theme 3: People empowerment and community yang digawangi Haryani Saptaningtyas, S.P., M.Sc., Ph.D (Koordinator Peneliti dalam Bidang Community Engagement and Involvement/CEI).

Pemaparan materi CEI oleh Koordinator Peneliti dalam Bidang CEI secara daring

Acara yang dimulai pada pukul 09.17 WIB itu diawali dengan ucapan salam pembuka dari pembawa acara Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked. Trop (Project Manager). Kemudian membacakan seluruh rundown dalam rakor ini.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sambutan dari Principal Investigator yang sekaligus menjadi Centre Head NIHR Prof. Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes., Sp.KKLP. Dalam sambutannya, Prof Andarini mengatakan bahwa kita selalu update tiap bulan dari penelitian NIHR-GHRC NCDs & EC ini sebagai wujud komunikasi dan sinergi.

Usai sambutan, langsung diisi dengan penyampaian materi Theme 3: CEI Principle and Approach oleh Haryani Saptaningtyas. Sosok Haryani adalah Koordinator Peneliti dalam Bidang CEI dalam penelitian NIHR-GHRC NCDs & EC. Ia juga merupakan staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (FP UNS) dan sekaligus Direktur Yayasan Percik Salatiga (YPS) serta penulis buku ‘This is our belief around here”: Purification in Islamic Thought and Pollution of Citarum River in West Java (LIT Verlag Münster, 2021).

Pemaparan materi photovoice oleh staf peneliti Theme 3: People empowerment and community secara daring

Pada kesempatan itu, Haryani menguraikan dengan gamblang mengenai background of CEI, setting context, CEI vision on global health, empowering people and communities, NIHR design in involving community, annual cycle of learning, innovative methods to engage community in Indonesia context, stakeholder engagement, community advisory group/board in the villages-Krebet Senggrong and Bakalan, process of CEI, challenges, dan CEI principles and strategies.

Lalu dilanjutkan dengan pemaparan materi Photovoice Pengelolaa Sampah Plastik dan Kesehatan Masyarakat Kabupaten Malang, yang disampaikan oleh Wakil Direktur 2 YPS Damar Waskitojati, S.Kom, M.Si. Dalam paparannya, Damar menjelaskan definisi dari photovoice, persiapan, pelaksanaan, hasil kegiatan photovoice, temuan pengelolaan sampah dan kesehatan (substantif), dan refleksi atas proses.

Selesai presentasi Damar, acara disambung dengan pemaparan materi Conversation Circle Progress August 2024 oleh staf peneliti dan advokasi YPS Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. Pada kesempatan itu, Christina menguraikan conversation circle (CC), preparation of CC, implementation at Bululawang, dan findings (substantive).

Pemaparan materi conversation circle oleh staf peneliti Theme 3: People empowerment and community secara daring

Presentasi dari insan Percik (YPS) yang tergabung dalam Tim Penelitian NIHR Theme 3 ini berakhir pada pukul 10.29 WIB, dan oleh pembawa acara diteruskan dengan seksi diskusi atau tanya jawab. Setiap peserta hybrid meeting dipersilakan.

Dalam rakor NIHR tersebut ada dua pertanyaan yang datang dari Centre Head NIHR Prof. Andarini dan Research Program Manager yang sekaligus menjadi Koordinator Theme 2: Air Pollution and Plastic Combustion, Sujarwoto, S.IP, M.Sc., MPA, Ph.D.

Prof. Andarini menanyakan perihal bagaimana membangun keberlanjutan sesuai dengan CEI, dan Sujarwoto, Ph.D bertanya mengenai kira-kira approach apa yang tepat untuk memformulasikan multisectoral intervention nantinya.

Suasana tanya jawab atu diskusi dalam rakor NIHR di bulan September 2024

Kedua pertanyaan ini, mula-mula di dijawab oleh Wakil Direktur YPS Damar, dan kemudian ditambahi dan diperjelas oleh Direktur YPS Haryani Saptamingtyas. Banyak alternatif yang muncul mengingat CEI ini adalah proses, termasuk di antaranya peluang yang besar melalui jalur agama. “Tujuan akhirnya adalah mendekatkan gap pengetahuan antara ekonomi dan kesehatan,” tegas Haryani.

Rakor NIHR di bulan September 2024 ini selesai pada pukul 10.51 WIB. Yang hadir secara fisik di FKUB masih terdapat obrolan informal usai acara ditutup, namun bagi peserta yang hadir secara daring langsung leave. *** [040924]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Sabtu, 24 Agustus 2024

Kedua Kalinya Circle Conversation Diadakan di Desa Krebet

Circle conversation merupakan proses terstruktur yang memungkinkan peserta untuk berbagi cerita dan pengalaman mereka melalui komunikasi tatap muka. Circle conversation menyediakan ruang yang aman dan mendukung bagi para peserta untuk menggali nilai-nilai terbaik mereka, membicarakan topik-topik penting, dan menanggapi dari sisi terbaik mereka. 

Circle conversation dapat digunakan dalam berbagai konteks, seperti dalam komunitas, bisnis, tempat kerja, sekolah, kelompok masyarakat, dan di mana pun kelompok membutuhkan partisipasi yang seimbang dan diskusi yang melibatkan.

Circle conversation merupakan alat yang memfasilitasi pembicaraan, pendengaran, dan dukungan terhadap kesetaraan suara sehingga semua suara dapat didengar, dihargai, dan dihormati.

Circle conversation kedua di Rumah Ketua RW 06 atau Posyandu Delima Krebet

Circle conversation ini merupakan bagian dari kegiatan Theme 3: People empowerment and community dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Universitas Brawijaya (UB).

Di Desa Krebet, untuk kedua kalinya Circle conversation diadakan di rumah Ketua RW 06 Syukur,  yang beralamatkan di Jalan Pesantren 2 Dusun Blambangan RT 25 RW 06 Desa Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Yang pertama, diselenggarakan pada Rabu (07/08) dan yang kedua, diadakan hari ini, Jumat (23/08).

Circle conversation ini diikuti oleh 7 orang partisipan, yang terdiri  dari 4 orang perempuan (Halimatus Sa’diyah, Nuriyani, Mujayanah, Dalipah) dan 3 orang laki-laki (Eko Bagus, Syukur, Samin). Selain partisipan juga ada 2 orang (Siti Khodijah, Lilik Ati) yang berperan sebagai Organizing Committee (OC) dan seorang perawat Desa Krebet Eka Ilham Adi Waluyo, A.Md.Kep. Sedangkan, yang bertindak sebagai circle keeper dalam kegiatan ini adalah Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K., yang dibantu fasilitator NIHR.

 Circle keeper menjelaskan aturan main dalam berdiskusi melingkar

Acara circle conversation dimulai pada pukul 09.31 WIB. Pembawa acara Siti Khodijah mengawali dengan ucapan selamat datang kepada para partisipan yang akan melaksanakan circle conversation. Namun sebelum dimulai, pembawa acara mempersilakan kepada Ketua RT 25 Samin untuk memimpin doa bagi kelancaran kegiatan ini.

Setelah itu, perawat Desa Krebet Ilham memberikan pengantar akan kegiatan circle conversation. Menurutnya, apa yang dilakukan dalam circle conversation ini nanti bisa dipetik manfaatnya. Artinya, ada ilmu yang berguna untuk dipetik dari kegiatan ini.

Kemudian circle keeper Christina memperkenalkan fasilitator NIHR kepada partisipan karena pada pertemuan pertama tidak bisa hadir lantaran terserang demam. Pada kesempatan itu, fasilitator NIHR memperkenalkan diri dan berharap akan bisa berkegiatan bersama.

Fasilitator NIHR diberi kesempatan untuk memperkenalkan diri

Lalu, circle keeper menjelaskan terlebih dahulu Form Kesediaan Circle Conversation (Rembug Warga) NIHR-UB-Percik Institute kepada para partisipan, dan setelahnya circle keeper berpartisipasi secara setara dalam circle (lingkaran) tersebut dan membantu kelompok berbagi secara kolektif dalam berdiskusi perihal topik polusi udara, dampak dan solusinya.

Menurut partisipan, polusi udara yang muncul di Desa Krebet umumnya karena masih adanya pembakaran sampah di sekitar rumah, pembakaran jerami padi dan daun tebu kering (daduk) pada saat memasuki musim panen, dan adanya asap pabrik, mengingat Desa Krebet terdapat pabrik gula besar yang telah beroperasi sejak Hindia Belanda.

Polusi udara tersebut disadari oleh partisipan memberikan dampak kepada masyarakat, seperti menjadikan bau pada jemuran (sangit) karena terjangan asap, dan membikin sesak pernapasan bagi rumah yang berada di dekatnya. Beberapa partisipan juga menceriterakan bahwa ada keluarga maupun anggota rumah tangga juga terkena imbasnya, seperti mengalami asma maupun bronchitis.

Circle keeper menyimak diskusi melingkar

Pembakaran sampah dalam masyarakat umumnya dilakukan di pekarangan rumah yang luas, di pinggir sungai/kali, atau di pinggir sawah. Menurut mereka, meski tidak semua rumah tangga melakukan pembakaran, namun pembakaran sampah masih dijumpai dalam keseharian di Dusun Blambangan, umumnya pada sore hari.

Sementara itu, ada partisipan yang bercerita bahwa dulu ada bank sampah di Desa Krebet tapi cuma berjalan setahun terus pasif. Hal ini lantaran pengepulnya sudah tidak berminat lagi mengumpulkan sampah anorganik yang bernilai jual, seperti botol plastik. Saat ini pengepul lebih suka mengumpulkan minyak jelantah.

Pada saat berembug mengenai solusinya, partisipan yang duduk melingkar itu memberikan sejumlah tanggapan berdasarkan pengalaman mereka masing-masing. Ada yang memerlukan sosialiasasi dan edukasi kepada masyarakat bahayanya efek dari pembakaran sampah. Ada juga yang menyoroti belum adanya regulasi dalam dalam pengelolaan sampah plastik, dan ada pula yang mengusulkan diperlukan sinergi pemerintah desa dengan warga secara berkesinambungan dalam pengelolaan sampah.

Menu hidangan yang menggugah selera

Di akhir circle conversation (rembug warga) itu, partisipan umumnya merasa senang dengan adanya kegiatan diskusi ini. Mereka merasa mendapat pengetahuan baru, dan sekaligus bisa mengutarakan pendapatnya dalam berdiskusi antar warga dengan cara duduk melingkar.

Circle conversation ini berakhir pada pukul 10.45 WIB dengan ditutup doa oleh Ketua RW 06. Setelah itu, hidangan yang telah disiapkan oleh istri Ketua RW 06 yang juga terlibat aktif dalam circle conversation itu, dihadirkan dalam meja memanjang tersebut. 

Terlihat ada nasi putih dan jagung, urap, sayur sambal goreng kates, ikan wader, ikan asin, tempe goreng, tempe mendol, weci, keripik, dan sambal. Selain itu, di meja itu juga terdapat jeruk Siam yang segar dan buah semangka yang merah menyala. Partisipan, OC, perawat Desa Krebet, circle keeper, dan fasilitator NIHR pun kemudian menyantap menu hidangan tersebut. *** [240824]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Jumat, 12 Juli 2024

Circle Conversation: Pagi Di Krebet Senggrong, Siang Di Bakalan

“Lingkaran menciptakan ruang yang menenangkan, bahkan orang yang pendiam pun dapat menyadari bahwa suara mereka diterima.” - Margaret J. Wheatley


Setelah selesai melaksanakan circle conversation di Desa Krebet Senggrong pagi, Tim CEI (Community engagement and involvement) dan fasilitator NIHR bergerak menuju ke Desa Bakalan yang berjarak sekitar 3,5 kilometer pada siang harinya.

Di Desa Bakalan, tepatnya bertempat di rumah salah seorang kader kesehatan Endah Susanti yang beralamatkan di Dusun Bakalan 1 RT 03 RW 01 Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, juga diadakan circle conversation pada Kamis (11/07) sebagai bagian dari penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NGDs & EC).

Yang diundang jumlahnya pun sama, yakni 10 orang. Hanya saja yang di Desa Bakalan, tidak hadir satu orang dari laki-laki karena saking asyiknya merumput lupa kalau ada kegiatan circle conversation.

Bertindak dalam organizing committee (OC) adalah dua orang peserta photovoice (Sandi Cahyadi dan Mahmudah) serta pemilik rumah. Mereka berbagi peran sendiri, ada yang membantu administrasi maupun konsumsi serta notulensi.

Formasi circle conversation dari pintu masuk ruang tamu

Lalu, salah seorang Tim CEI Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. membantu notulensi dengan menggunakan laptop. Sementara, fasilitator NIHR membantu dalam mendokumentasikan pelaksanaan kegiatan ini.

Sama di Krebet Senggrong, circle conversation di Desa Bakalan ini dipandu langsung oleh Koordinator Tim CEI Haryani Saptaningtyas, S.P., M.Sc., Ph.D. Ia adalah seorang Direktur Yayasan Percik Salatiga (YPS), staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dan penulis buku “This is our belief around here”: Purification in Islamic Thought and Pollution of Citarum River in West Java (LIT Verlag Münster, 2021). Pengalamannya ini, ia akrab dengan CEI, baik konsepsinya hingga implementasinya.

Kegiatan circle conversation di Desa Bakalan dimulai pada pukul 12.21 WIB. Mula-mula, Haryani memnadunya dengan perkenalan terlebih dahulu. Perkenalannya pun dibuat lain daripada yang lain, yang perkenalan dengan pengandaian dari peserta.

Semua peserta yang hadir dalam circle conversation ini, semua harus berbicara. Dimulai dari kader Mahmudah berurutan secara melingkar dari utara sisi barat dan terus ke utara sisi timur. Dalam perkenalan itu banyak imajinasi muncul dari peserta.

Koordinator Tim CEI menyimak cerita peserta satu per satu

“Seandainya saya dilahirkan kembali” maka peserta harus membuat pengandaiannya sendiri dan sekaligus menjelaskan atas pilihannya itu. Ada yang kepengin jadi payung, pohon, pohon kelapa, pohon pisang, padi, rumah, kupu-kupu, semar, sampah, batu, air, dan kue.

Yang mereka andaikan tersebut, semuanya memiliki manfaat bagi kemaslahatan. Kemaslahatan adalah istilah yang berkaitan dengan sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Termasuk peserta laki-laki yang menyebutkan ingin menjadi “sampah”, menjelaskan sampah bila didaur ulang akan memberikan manfaat banyak orang.

Perkenalan dengan pengandaian ini terlihat sepele. Namun menurut Haryani, perkenalan seperti itu mengajak seseorang belajar memikirkan sesuatu. “Kita terbiasa mendengarkan, tapi kita juga harus bisa mengungkapkan diri,” jelas Haryani. “Agar ada peningkatan diri. Kita menyebut nama terus mengacu kepada sesuatu yang lebih berguna.”

Setelah perkenalan, Haryani meminta peserta untuk bercerita mengenai pengelolaan sampah yang dihadapi dalam kesehariannya, namun dibatasi hanya maksimal 2 menit. “Banyak hal yang bisa didapat dari cerita ini,” kata Haryani.

Formasi circle conversation dari dalam rumah pemilik

Dibatasi 2 menit, maksudnya agar semua peserta bisa bercerita. Saat peserta bercerita, tentunya yang lain akan mendengarkannya. Hal ini, kata Haryani, akan mengajarkan kepada kita untuk mendengar secara adil.

Dari cerita itu dapat dimengerti perspektif mereka dalam pengelolaan sampah yang selama ini dilakukan oleh warga di sini pada umumnya. Ada yang membayar Rp 25 ribu perbulan agar sampahnya diambil secara teratur oleh petugas, ada yang dibakar di bak yang didirikan di pinggir sungai Bakalan bagi tidak punya lahan luas. Bagi yang punya lahan luas akan dibakar di halaman belakang.

Selesai bercerita, Haryani pun kemudian juga bercerita mengenai bahayanya sampah yang dibakar. “Kalau orang membakar sampah itu, dampaknya luar biasa,” jelas Haryani.

Kemudian Haryani menyampaikan kepada peserta bahwa masih ada 53% masyarakat di Indonesia yang masih membakar sampah. Menurut laporan penelitian yang dikutip Haryani, mengatakan bahwa orang yang membakar sampah 350 kali lebih berbahaya ketimbang asap rokok.

Peserta laki-laki giliran bercerita

Setelah memaparkan bahayanya sampah yang dibakar, Haryani meminta kepada peserta untuk memberikan pendapat atau saran terkait pengelolaan sampah dan pengaruhnya bagi kesehatan. Dari situ, muncul beragam pendapat. Ada yang mengatakan pemisahan sampah lebih berguna karena tidak menyebabkan penyakit tidak menular (PTM), di bawa ke bak sampah dan dibakar di sana, berlangganan sampah agar diangkut secara rutin, dan lain sebagainya.

Di penghujung circle conversation usai diskusi, Haryani mengatakan bahwa praktik pembakaran sampah masih terjadi. Karena sampah itu sebenarnya juga berkaitan dengan gaya hidup seseorang. Pesannya, kalau mau mengelola sampah dengan baik mungkin akan menjadi lebih bermanfaat.

Kegiatan circle conversation ini selesai pada pukul 13.18 WIB dan dipungkasi dengan closing statement dari peserta photovoice Sandi Cahyadi yang juga merupakan perangkat Desa Bakalan. Dari circle conversation itu, Sandi Cahyadi menympulkan tentang pengelolaan sampah yang berdampak bagi kesehatan. Ia pun menyarankan agar mengurangi pembakaran sampah, kalau pun terpaksa hendaknya harus menggunakan masker mengingat bahayanya seperti yang dijelaskan tadi oleh Koordinator Tim CEI.

Setelah itu, peserta diminta untuk makan siang bersama yang telah disiapkan oleh pemilik rumah. Dua baskom besar berisi nasi putih dan dua baskom besar berisi sayur sambal goreng kates dan tahu langsung ditempatkan di tengah pola lingkaran dari tempat duduk peserta. Kemudian disusul masakan telur dan tahu Bali serta kerupuk, dan sambal teri yang ngangeni. *** [120724]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 11 Juli 2024

Implementasi Circle Conversation di Desa Krebet Senggrong

“Tidak ada kekuatan untuk melakukan perubahan yang lebih besar daripada komunitas yang menemukan apa yang mereka pedulikan.” – Margaret J.Wheatley


Sepuluh orang warga – 6 perempuan dan 4 laki-laki – dari 3 dusun yang ada di Desa Krebet Senggrong, mengikuti circle conversation yang diadakan di gedung PKK yang berada di Jalan Dusun Krpayak Jaya No. 1 Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, pada Kamis (11/07).

Circle conversation adalah proses terstruktur yang memungkinkan peserta berbagi cerita dan pengalaman melalui komunikasi tatap muka dengan cara duduk melingkar. Circle conversation dianggap sebagai alat untuk memfasilitasi pembicaraan, mendengarkan, dan mendukung kesetaraan suara sehingga semua suara dapat didengar, dihargai, dan dihormati.

Circle conversation yang dilokalkan dengan sebutan rembug warga itu yang digelar oleh Tim CEI (Community engagement and involvement) merupakan bagian dari penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Enviromental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC).

Kades Krebet Senggrong berpose dengan peserta circle conversation

Penyelenggaraan ini dibantu oleh para kader peserta photovoice (Lydia Mas'udah, Nadzirotun Khasanah, Yeni, Mariana, Nur Rohma, Sanik) sebagai organizing committee (OC) dalam implementasi rembug warga atau circle conversation. Mereka berbagi peran sendiri, ada yang menjadi master of ceremony (MC), notulis, dan lain-lain.

Tak hanya itu, terlihat pula salah seorang anggota Tim CEI Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. yang membantu notulensi dengan laptop. Selain itu, juga terdapat fasilitator NIHR yang membantu dalam mendokumentasikan kegiatan ini.

Kegiatan yang dimulai pukul 09.27 WIB dipandu langsung oleh Koordinator Tim CEI Haryani Saptaningtyas, S.P., M.Sc., Ph.D. Selain sebagai Koordinator Tim CEI, ia juga merupakan Direktur Yayasan Percik Salatiga (YPS), staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dan penulis buku "This is our belief around here": Purification in Islamic Thought and Pollution of Citarum River in West Java” (LIT Verlag Münster, 2021).

Perpaduan antara pengalamannya yang malang melintang di lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan mengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) memperlihatkan kepiawaiannya dalam memandu circle conversation dengan tema utama pada pengelolaan sampah dan kesehatan masyarakat.

Sambutan Kades dalam circle conversation

Sebelum circle conversation dimulai terlebih dahulu diisi dengan sambutan dari Kepala Desa (Kades) Krebet Senggrong Slamet Efendi, S.E. Dalam sambutannya, Kades Krebet Senggrong mengapresiasi kegiatan yang terkait masalah persampahan, dan harapannya nanti juga ada pendampingan dalam hal pengelolaan sampah.

Setelah sambutan dari Kades Krebet Senggrong, dilanjutkan dengan sambutan dari Koordinator Tim CEI yang diisi dengan perkenalan dan menjelaskan kegiatan circle conversation dalam kerangka penelitian NIHR. Setelah itu, langsung disambung dengan implementasi circle conversation.

Mula-mula, Haryani menjelaskan informed consent sebagai bentuk persetujuan atas kerelaan peserta mengikuti kegiatan circle conversation secara suka rela. Kemudian, ia pun menjelaskan tema pengelolaan sampah dalam circle conversation.

Kemudian mempersilakan peserta circle conversation untuk memperkenalkan diri dan bercerita tentang penanganan sampah yang dilakukan dalam kesehariannya. Waktunya dibatasi hingga 2 menit, tidak boleh lebih. Jadi, dalam circle conversation ini, semua perserta harus berbicara.

Peserta circle conversation dilihat dari pintu masuk gedung PKK Desa Krebet Senggrong

Dari cerita-cerita itu mengemuka bahwa penanganan sampah di Desa Krebet Senggrong dalam pengelolaannya terlihat beragam. Ada yang berlangganan untuk diambil petugas pengangkut sampah, ada yang dibuang di lahan belakang rumah terus dibakar, dan ada yang dibuang di lahan kosong dekat musholla.

Terkait pembakaran sampah, umumnya dilakukan mereka yang memiliki lahan luas dan rumah tidak berdempetan. Mereka juga sebagian ada yang mengetahui bahwa pembakaran sampah itu berpengaruh pada kesehatan, terutama masalah pernapasan.

Setelah mereka selesai berbicara masing-masing dulu terus mendengarkan yang lainnya, Haryani pun berusaha mencatat segala pengelolaan sampah dari perspektif mereka, dan kemudian pada kesempatan itu, ia juga memberikan wawasan dalam bahayanya pembakaran sampah.

Mengutip dari data yang dibacanya, Haryani berusaha menjelaskan bahwa asap dari pembakaran sampah mengandung hidrokarbon benzopirena. Gas tersebut 350 kali lebih berbahaya dari pada asap rokok.

Peserta circle conversation dari dalam

Kemudian pembakaran sampah plastik bisa membuat lapisan ozon menipis. Saat lapisan ozon menipis, suhu bumi akan semakin panas. Membakar sampah plastik sama saja menambah racun ke udara. Karena zat kimia beracun yang dibakar keluar sehingga bercampur dengan udara. Sampah plastik yang dibakar akan menghasilkan zat-zat berbahaya seperti dioksin. Zat tersebut bisa meningkatkan risiko munculnya kanker.

Memang sebuah dilemma. Mengutip dari Laporan Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup Indonesia, Haryani menyebutkan bahwa 53% masyarakat Indonesia masih membakar sampah dengan alasan praktis dan cepat bersih. Namun dibalik itu, membakar sampah dapat memberikan dampak berbahaya baik bagi kesehatan maupun lingkungan.

Oleh karena itu, circle conversation dapat berguna untuk menangkap perspektif dari warga masyarakat, dan perspektif tersebut terkadang bisa menjadi perspektif dalam memberikan solusi penanganannya, yang pada akhirnya melahirkan sebuah kepedulian.

Kata Margaret J. Wheatley, seorang penulis, guru, pembicara, dan konsultan manajemen Amerika yang bekerja untuk menciptakan organisasi dan komunitas yang layak huni manusia, "There is no power for change greater than a community discovering what it cares about" (Tidak ada kekuatan untuk melakukan perubahan yang lebih besar daripada komunitas yang menemukan apa yang mereka pedulikan). *** [110724]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Kamis, 21 Maret 2024

Ngobrol Bareng Kader Kesehatan Desa Sepanjang: Langkah Menuju Photovoice

Sepuluh kader kesehatan Desa Sepanjang – Masito, Istinah, Ifa Lutfiyah, Usfatul Ulumiyah, Eni Yuliati, Lina Lestari, Lilik Kusmiati, Siti Aisyah, Yuli Andari, Humairoh – berkumpul di ruangan bernuansa teras milik kader SMARThealth, Masito, pada Rabu (20/03). Mereka dengan berdandan rapi dan cantik-cantik menghadiri pertemuan untuk ngobrol bareng bersama staf peneliti dan advokasi Yayasan Percik Salatiga (YPS) Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K., dalam suasana Ramadhan.

Tujuannya mendiskusikan secara santai, tidak formal banget mengenai persampahan (waste) yang ada di lingkungan keluarga mereka masing-masing maupun yang ada di Desa Sepanjang. Suasananya mirip focus group discussion (FGD) tapi yang menjalankan kader kesehatan semua, mulai dari moderatornya hingga proses diskusinya.

Staf peneliti YPS dan fasilitator NIHR Global Health Research Center on Non-Communicable Disease and Environment Change (NIHR-GHRC NCD & EC) hanya berperan sebagai pemantik dalam diskusi yang dilakukan oleh kader tersebut.

Acara dimulai pada pukul 11.36 WIB dengan diawali prakata dari fasilitator NIHR dan sekaligus memperkenalkan staf peneliti YPS serta peranan YPS dalam NIHR ke depannya. Setelah itu, fasilitator menyerahkan sepenuhnya waktu kepada staf peneliti YPS untuk memperkenalkan diri secara langsung serta eksistensi YPS dalam kancah penelitian.

Kader kesehatan Desa Sepanjang berpose dengan staf peneliti Yayasan Percik Salatiga

Usai perkenalan, staf peneliti YPS langsung membentuk formasi duduk mereka, dan memberikan tema bahasan terkait persampahan dalam diskusi yang akan dilakukan oleh 10 kader kesehatan tersebut. Prosesnya diserahkan sepenuhnya kepada kader. 

Staf peneliti YPS dan fasilitator NIHR lebih banyak berperan menjadi pendengar saja dalam diskusi tersebut. Jika ada pertanyaan dari kader, barulah memantiknya. Pengertian memantik di sini adalah merangsang minat dan perhatian kader dalam mendiskusikan sampah yang ada di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakatnya.

Dalam pertemuan pertama ini, kader kesehatan umumnya bertestimoni mengenai dirinya dalam menangani sampah-sampah yang ada di dalam keluarga mereka masing-masing terlebih dahulu. Dari ceritera-ceritera yang ditangkap fasilitator dalam testimoni kader terdapat pendapat-pendapat yang berbeda di antara mereka.

Ada yang bilang, sampah keluarga dikumpulkan dulu dan nanti kalau sudah banyak dibakar di belakang rumahnya, kecuali air hasil cucian beras umumnya ditampung dalam tong besar berwarna biru untuk digunakan menjadi pupuk.

Prakata fasilitator NIHR dalam diskusi photovoice di Desa Sepanjang, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang

Ada yang berkata, sampah sayur ditaruh di pot dan sampah plastik akan dibakar, seperti tas plastik maupun sachet bumbu masak dan lain-lain, kecuali yang dalam bentuk botol. Mereka akan menjualnya ke pengumpul barang bekas yang berkeliling di desanya.

Terus ada juga, kader yang tidak punya halaman luas berlangganan kepada pengepul sampah dari desa lain, yaitu Putat Kidul. Sampah akan diambil 2 kali dalam seminggu. Kader tersebut akan membayar jasa tersebut secara bulanan. Per bulannya ditarik 25ribu.

Sedangkan, yang memiliki lahan luas di belakang rumah, sampah yang dihasilkan keluarganya akan dibuang di belakang rumah dalam lubang terus nanti ditimbun. Seperti rumah tangga yang dulunya pernah membuat batu bata, beka galiannya yang cukup dalam digunakan untuk menimbun sampah dalam jangka panjang.

Ada juga yang berceritera bahwa di rumahnya masih mempunyai dapur kayu dan belakang rumahnya terdapat bekas lubang pembuatan batu bata. Sampah plastik seperti tas plastik (kresek) dan sachet bumbu masak akan dibakar di tungku berbahan kayu bakar setelah selesai memasak; sampah kertas untuk menyalakan kayu bakar dalam tungkunya; dan sampah basahnya dibuang di bekas lubang pembuatan batu bata. Kalau sudah kering akan dibakar bersama rerontokkan daun bambu yang cukup banyak di halaman belakang rumahnya.

Suasana diskusi sampah rumah tangga dan sampah lingkungan sekitar

Usai mereka bertestimoni, mereka terus berdiskusi dengan obrolan sampah dalam lingkungan masyarakat. Kader yang hadir dalam obrolan ini mengakui bahwa di Desa Sepanjang telah ada bank sampah. Namun dalam 3 tahun ini tidak jalan lagi karena respon dari masyarakat kurang. Hal ini menurut mereka, petugas yang mengambil sampah tidak tentu datangnya dan yang diambil hanya yang laku dijual saja sehingga masyarakat menjadi malas. Pengepulnya juga kerap berganti-ganti personil dan gemar pilih-pilih, petugas bank sampahnya menjadi bingung dan akhirnya mutung (ngambek) dan terus dibunag di belakang halaman rumah dan dibakar. Mereka tak mau ribet, hanya ingin perlu yang praktis saja.

Diakui oleh kader, sebenarnya di Desa Sepanjang telah dilakukan edukasi terkait bahaya sampah yang dibakar, tapi mengingat kendala yang dihadapi seperti dalam pengelolaan bank sampah di atas, terus mereka tidak tahu harus bagaimana lagi.

Di samping itu, kader juga mengemukaan bahwa kader di Desa Sepanjang juga pernah mendapatkan pelatihan sabun ecoenzym, akan tetapi karena kebiasaan masyarakat di Desa Sepanjang gemar menggunakan sabun yang berbusa, produk sabun ecoenzym kurang diminati lantaran tidak berbusa.

Kegaliban lain yang masih dijumpai di Desa Sepanjang, setiap panen raya terlihat pemandangan pembakaran jerami, bonggol jagung maupun sisa panenan tebu. Setiap orang yang melintas di antara persawahan yang sedang panen, akan terlihat asap mengepul dari pembakaran jerami di sawah.

Suasana kader merencanakan pertemuan berikutnya untuk membahas foto-foto yang akan dikirimkan kader

Tak hanya itu, masih adanya “dhiyangan”, sebuah tradisi pengasapan di depan rumah yang sedang memiliki bayi hingga umur selapan dengan membakar agar keluar asap yang mengepul. Konon, asap tersebut dipercaya dapat mengusir jin agar tak mengganggu bayinya. Orangtua akan membakar sepet (sabut kelapa) setiap hari dalam selapan hari.

Usai diskusi dengan suasana yang mengalir, sepuluh kader tersebut mendapatkan tugas untuk memotret apa yang telah diceriterakan dan didiskusikan tadi. Setiap kader diminta untuk memotret sebanyak 5 buah yang berbeda, dan dikirimkan ke staf peneliti YPS atau dalam group yang telah dibuat kader. Kemudian hasil fotonya nanti akan didiskusikan dalam pertemuan berikutnya, yang rencananya akan dilakukan sebanyak 5 kali dalam 5 minggu ke depannya.

Pada taraf itu, kader telah memasuki apa yang dikenal dengan photovoice. Photovoice adalah proses di mana orang dapat mengidentifikasi, mewakili, dan meningkatkan komunitas mereka melalui teknik fotografi tertentu (Wang & Burris, 1997). 

Bagi Wang & Burris, dalam photovoice itu, foto mengandung arti, yang di dalamnya menceriterakan potret atau diri sang pengambil foto, menceriterakan komunitas tertentu, atau mendeskripsikan sebuah fenomena. Photovoice menciptakan peluang representasi diri kader kesehatan melalui fotografi. Dari situ akan terlihat tindakan partisipasif kader kesehatan dalam persampahan. *** [210324]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Risk Checker

Risk Checker

Indeks Massa Tubuh

Supplied by BMI Calculator Canada

Statistik Blog

Sahabat eKader

Label

Arsip Blog